“Sadiri aing ti inya, leumpang aing ngidul wetan, meuntasing di Cimarinjung, meuntasing di Cihadea, meuntasing di Cicarengcang, meuntas aing di Cisanti, sananjak ka Gunung Wayang. Sadiri aing ti inya, cunduk ka Mandala Beutung, ngalalar ka Mulah Beunghar, nyanglandeuh ka Tigal Luar, katukang Bukit Malabar, kagedeng Bukit Bajoge, sacunduk ka Gunung Guntur, ti wetan Mandala Wangi, nu awas ka Gunung Kendan”.
(Naskah Bujangga Manik, Bait 1371-1386)
Pernahkah Anda mendengar nama Bujangga Manik? Pernahkah anda berpikir bahwa Gunung Sembung ada di Bandung Selatan? Pernahkah anda berpikir bahwa banjir tahunan di Dayeuh Kolot bisa selesai?
Bujangga Manik seorang Pangeran dari Pakuan Pajajaran yang menjejakkan kakinya di pulau Jawa dan Bali. Petualang munggaran yang hidup abad ke 15 M. Beliau yang memberi petunjuk tentang Gunung Sembung, Hulu Citarum, yang nantinya akan sangat berharga bagi wawasan lingkungan di Tatar Sunda.
Gunung Sembung adalah nyata berada di Bandung Selatan. Hulu Citarum adalah bagian dari sejarah alam yang sangat penting. Keduanya hilang sekarang. Bila anda ingin mengetahuinya lebih dalam, maka ikutilah “Bujangga Manik Geotrek 1: Melacak Jejak Hulu Citarum di Gunung Sembung.”
Bujangga Manik bertransformasi dan akan memandu anda tentang wawasan kealaman, sejarah, dan budaya Sunda.
Kapan Waktunya?
Sabtu, tanggal 26 Maret 2022 M
Jam 06.00 – 19.30 WIB
Berapa Biayanya?
Hanya 250 ribu. Dengan itu Anda sudah mendapatkan buku yang sangat penting yaitu “Bujangga Manik, Gunung Sembung, dan Hulu Citarum – Kompilasi Tulisan Pelacakan Toponimi Yang Hilang Di Kawasan Bandung Selatan” yang ditulis oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana dan Karguna Purnama Harya dengan editor Chye Retty Isnendes (Yayasan Buana Varman Semesta 2022 M), Transportasi, dan Konsumsi 2 kali.
Rundown Acara
06.00-07.00 WIB — Berkumpul di Villa Isola
07.00-09.00 WIB — Tiba di Santosa
09.00-09.30 WIB — Interpretasi di Santosa (titik pengamatan 1)
09.30-10.00 WIB — Tiba di Cisanti
10.00-11.00 WIB — Interpretasi di Cisanti (titik pengamatan 2)
11.00-12.00 WIB — Istirahat, sholat, dan makan
12.00-12.30 WIB — Tiba di Kantor Desa Tarumajaya
12.30-13.00 WIB — Interpretasi di Kantor Desa Tarumajaya (titik pengamatan 3)
13.00-13.30 WIB — Tiba di Kantor Kecamatan Kertasari
13.30-14.00 WIB — Interpretasi di Kantor Kecamatan Kertasari (titik pengamatan 4)
14.00-14.30 WIB — Tiba di Pos Pendakian Gunung Artapela via Kampung Cirawa Desa Cibeureum
14.30-15.00 WIB — Interpretasi di Pos Pendakian Gunung Artapela via Kampung Cirawa Desa Cibeureum (Titik Pengamatan 5)
15.00-15.30 WIB — Tiba di Kantor Desa Rasmitinggal dan Kantor Desa Cikitu
15.30-16.00 WIB — Istirahat, sholat, makan
16.00-16.30 WIB — Interpretasi di Kantor Desa Rasmitinggal dan Kantor Desa Cikitu (titik pengamatan 6)
16.30-17.00 WIB — Ttiba di Kantor Kecamatan Pacet
17.00-17.30 WIB — Interpretasi di Kantor Kecamatan Pacet (titik pengamatan 7)
17.30-19.30 WIB — Tiba ti Villa Isola
Kemana Transfernya?
Silahkan transfer ke Norek BNI 0301270374 a.n Refi Syaeful Firmansyah (WA: 082315181236)
Untuk Periode 1 Bujangga Manik Geotrek ini, peserta terbatas hanya 50 orang saja.
Ayo secepatnya mendaftar, guys!
Pendaftaran dibuka sekarang sampai tanggal 19 Maret 2022 M.
“Sadiri aing ti inya, leumpang aing ngidul wetan, meuntasing di Cimarinjung, meuntasing di Cihadea, meuntasing di Cicarengcang, meuntas aing di Cisanti, sananjak ka Gunung Wayang. Sadiri aing ti inya, cunduk ka Mandala Beutung, ngalalar ka Mulah Beunghar, nyanglandeuh ka Tigal Luar, katukang Bukit Malabar, kagedeng Bukit Bajoge, sacunduk ka Gunung Guntur, ti wetan Mandala Wangi, nu awas ka Gunung Kendan”.
(Naskah Bujangga Manik, Bait 1371-1386)
Titik Pengamatan
Adapun dengan berdasarkan pada hasil pengkajian terhadap wacana hulu Citarum di Gunung Sembung sebagaiman yang telah dihasilkan ke dalam buku dengan judul: Bujangga Manik, Gunung Sembung, dan Hulu Citarum – Kompilasi Tulisan Pelacakan Toponimi Yang Hilang Di Kawasan Bandung Selatan yang ditulis oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana dan Karguna Purnama Harya dengan editor Chye Retty Isnendes (Yayasan Buana Varman Semesta, 2022 M), maka dapat disusun beberapa titik pengamatan di lapangan antara lain:
Pertama, kawasan modern Desa Santosa (Kecamatan Kertasari) yang berada di selatan rangkaian Gunung Bedil, Gunung Wayang, dan Gunung Windu modern sebagai titik temu (meeting point) rute perjalanan Bujangga Manik dari Bukit Bulistir di barat (Naskah Bujangga Manik, Bait 1371-1386) dengan rute perjalanan Bujangga Manik dari Gunung Papandayan di timur (Naskah Bujangga Manik, Bait 1277-1288).
Kedua, kawasan modern Situ Cisanti di Gunung Wayang yang berada di Desa Tarumajaya (Kecamatan Kertasari) yang sempat diseberangi oleh Bujangga Manik. Namun demikian secara kosmologi dapat diketahui melalui naskah tersebut, bahwa Situ Cisanti di Gunung Wayang bukanlah merupakan titik pengambilan hulu Citarum sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat Sunda modern ini.
Ketiga, kawasan modern Kantor Desa Tarumajaya (Kecamatan Kertasari) yang merupakan kawasan titik temu (meeting point) aliran sungai Cisanti yang saat ini berasal dari Situ Cisanti di Gunung Wayang (Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari) dengan aliran sungai Citarum di Gunung Sembung (Kampung Cibitung Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan) yang pada saat ini berasal dari Situ Ciaul (Peta kolonial akhir Dano Tjibitoeng) di lereng barat Gunung Artapela modern.
Keempat, kawasan modern Kantor Kecamatan Kertasari sebagai kawasan utama Mandala Beutung lama sesuai dengan keterangan Nakah Bujangga Manik abad ke-15 M. Kawasan tersebut merupakan kawasan mandala atau kabuyutan pada masa dilakukannya perjalanan Bujangga Manik dan akan dikenal pada masa berikutnya sebagai kawasan utama Bumi Ukur di Gunung Sembung Nyungcung yang kemudian popular dengan sebutan Tatar Ukur sebagai asal-usul dan cikal-bakal Kabupaten Bandung. Pada peta kolonial akhir nama kawasan disebut dengan Tjibitoeng, aliran sungai yang mengalir dari Dano Tjibitoeng juga dinamai dengan sungai Tjibitoeng (pada peta kolonial periode lama sempat diberi nama juga sungai Tjilaki).
Kelima, kawasan modern Pos Pendakian Artapela di Kampung Cirawa (Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari) sebagai salah-satu titik pendakian Gunung Artapela dari lereng timur. Adapun rute pendakian lainnya berasal dari Pos Pendakian Artapela di Kampung Cibitung (Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan) dari lereng barat. Gunung Artapela yang juga sering disebut Gunung Gambungsedaningsih berdasarkan peta RBI keluaran Bakosurtanal tahun 1999 sesungguhnya merupakan Gunung Sembung dalam sudut panda masyarakat Sunda abad ke-15 M.
Keenam, kawasan modern Kantor Desa Rasmitinggal (Kecamatan Kertasari) dan kawasan Kantor Desa Cikitu (Kecamatan Pacet) sebagai titik pengamatan bekas genangan hulu Citarum di Gunung Sembung yang masih tercatat di dalam arsip berupa catatan dan peta abad ke-18 M hingga pertengahan abad ke-19 M (1830 M) berupa genangan danau yang besar di antara rangkaian Gunung Malabar, Gunung Sembung, dan Gunung Wayang di barat dan Gunung Rakutak dan Gunung Kendang di timur. Pada kawasan barat dari danau besar tersebut, terdapat kawasan Mulah Beunghar dalam sudut pandang masyarakat Sunda abad ke-15 M.
Ketujuh, kawasan modern Kantor Kecamatan Pacet sebagai kawasan Tigal Luar berdasarkan sudut pandang Naskah Bujangga Manik abad ke-15 M. Kawasan tersebut merupakan kawasan paling ujung di sebelah utara dari kawasan hulu Citarum (danau besar) di Gunung Sembung lama. Adapun kawasan paling ujung di sebelah selatannya adalah Mandala Beutung, sementara kawasan di sisi sebelah baratnya adalah Mulah Bunghar, dan kawasan di sebelah timurnya merupakan Bukit Bajoge (sekarang Gunung Rakutak).
Pusat Kajian Sunda – The Varman Institute (TVI) merupakan unit unggulan yang berada di bawah Bidang Pendidikan Pengajaran dan Pelatihan (Department of Education, Teaching, and Training) dari Yayasan Buana Varman Semesta (BVS).
Asyik