Zakat maal

Mari kita menengok data harga belanja rerata logam mulia Mas dan Perak pada hari-hari belakangan ini.

Misalnya saja, data menunjukkan jika harga Mas 1 gram dengan kadar kemurnian 0,917/22 karat adalah 450.000 (rupiah). Sementara harga Perak 1 gram dengan kadar kemurnian 0,999/24 karat adalah 8.500 rupiah.

Sekarang kita akan coba mengaplikasikannya kedalam konteks nilai nominal Dinar dan Dirham.

Telah kita ketahui bahwa 1 Dinar adalah setara dengan 1 Mitsqal yang setara dengan 4,25 gram Mas 0,917/22 karat. Jika harga Mas 0,917/22 karat saat ini adalah 450.000 rupiah, maka konversi nilai 1 Dinar adalah 1 Dinar x 4,25 gram x 450.000 rupiah x 1 gram sama dengan 1.912.500 rupiah. Dengan demikian kita mengetahui bahwa 1 Dinar pada saat ini adalah setara dengan 1.912.500 rupiah.

Kita juga telah mengetahui bahwa rasio perbandingan berat timbangan Dinar dan Dirham adalah 7:10 (maka dapat diketahui total masing-masing beras Mas [7 koin] dan Peraknya [10 koin] adalah 29,75 gram). Sehingga dapat diketahui jika berat 1 Dinar adalah 4,25 gram Mas, maka berat 1 Dirham adalah 2,975 gram Perak.

Jika harga Perak rerata saat ini 8.500 (rupiah), maka konversi nilai 1 Dirham adalah 1 Dirham x 2,975 gram x 8.500 rupiah x 1 gram maka sama dengan 25.287,5 rupiah.

Dalam ketentuan syariat, kewajiban menunaikan zakat adalah ketika nisab (ukuran nominalnya) Dinar telah mencapai 20 Dinar. Dan nisab Dirham telah mencapai 200 Dirham.

Dan haulnya (limit waktunya) dimiliki dalam waktu satu tahun tanpa terkurangi keperluan-keperluan sehari-hari. Suatu simpanan yang lebih dari pokok keseharian yang selamat dan tersimpan sampai satu tahun.

Dan sebenarnya dia meliputi segala Maal (Kekayaan), atau Treasury atau Wealth; dan bukan semata-mata berarti uang (Money). Namun bukan harta produktif yang digunakan untuk prasyarat dalam menunaikan pekerjaan, kekayaan tersebut diluar hitungan. Di sanalah peraturan zakat muncul.

Sederhananya, zakat (pensucian) hanya meliputi dua hal. Satu zakat Fitrah dan dua zakat Maal. Tidak ada zakat penghasilan, tidak ada zakat tanah, tidak ada zakat kendaraan, dan seterusnya. Semuanya diinventarisir dalam akumulasi nilai Dinar dan Dirham. Atau dengan alat bantu proporsi lain jika harta berupa aset ril seperti pertanian, peternakan, dan seterunya.

Tapi maksudnya sama total akumulasi kekayaan dalam satu tahun. Jika telah lolos pada haul dan nisab 20 Dinar dan atau setara 200 Dirham maka masuk pada standar minimum kewajiban berzakat.

Jika menggunakan komparasi uang fiat saat ini maka 20 Dinar setara dengan 20 Dinar x 4,24 gram x 450.000 x 1 gram sama dengan 38.250.000 rupiah. Jika telah mencapai 20 Dinar maka tunaikanlah 1/2 Dinarnya yang setara dengan 2,5% dari akumulasi 38.250.000 maka hasil perhitungan zakat yang harus dikeluarkannya adalah 956.250 rupiah.

Jika menggunakan perhitungan Dirham maka nisabnya adalah 200 Dirham maka keluarkan 5 Dirhamnya ( proporsi yang sama 2,5%). Cara menghitungnya adalah 200 Dirham x 2,975 gram x 8500 rupiah x 1 gram sama dengan 5.057.500. Maka tunaikanlah zakatnya berupa 5 Dirham atau 2,5% dari akumulasi 5.057.500 rupiah yang berarti zakatnya adalah 126.437,5 rupiah.

Namun disini muncul persoalan fiskal. Bukankan Nabi Muhammad SAW telah menetapkan bahwa perbandingan kesetaraan atau rasio nilai nominal Dinar dan Dirham itu 20:200 atau dengan mata lain 2:20 atau dengan kata lain 1:10. Artinya nilai nominal 1 Dinar harus sama dengan nilai nominal 10 Dirham (kalau rasio timbangan material Dinar dan Dirhamnya 7:10).

Jika harga 1 Dinar adalah 1.912.500 rupiah maka seharusnya 10 Dirham itu berarti sama senilai 1.912.500 rupiah. Namun pada kenyataannya harga 1 Dirham (maksudnya harga perak) saat ini 25.287,5 rupiah, sehingga jika 10 Dirham hanya mencapai angka 252.875 rupiah.

Suatu perbandingan keseimbangan yang sangat jomplang sekali 1.912.500 rupiah (1 Dinar):252.857 rupiah (10 Dirham) yang berarti harga 10 Dirham saat ini hanya setara dengan 7,56% (1) Dinar saja. Dan jika dihitung lebih rinci dalam nilai beli Dinar terhadap benda-benda ril perdagangan berupa komoditas bisa jadi mengalami pergeseran juga hanya saja mungkin masih dianggap pada batas keseimbangan yang cenderung stabil.

Misalnya saja rasio Dinar dan Dirham masa Nabi Muhammad SAW dijaga diangka 1:10. Pada masa Khulafa Al Rasyidin bergerak ke angka rasio 1:12 hingga pada masa Abad Pertengahan bergerak ke angka 1:16. Pergeseran rasio dari 1:10 ke angka rasio 1:12 hingga 1:16 masih dianggap cukup ideal. Jika 1 Dinar harganya 1.912.500 rupiah banding 1 Dirham harganya 25.287,5 rupiah maka rasionya adalah antara 1:75 hingga 1:76. Artinya adalah suatu kesetimbangan yang buruk.

Sehingga patokan ideal yang masih bisa digunakan adalah Mas. 2,5% dari akumulasi minimal 38.250.000 rupiah maka hasil perhitungan zakat maal yang harus dikeluarkannya adalah 956.250 rupiah dan kelipatan seterusnya jika lebih dari itu. Yang kurang dari standar pencapaian kesejarteraan minimal itu secara teoretik artinya tidak wajib berzakat atau dengan kata lain menjadi salah-satu pos alokasi atau asnaf yang berhak menerima zakat.

Zakat sangat sederhana, hanya dua saja. Zakat Fitrah yang hanya melibatkan makanan pokok 4 Mud atau 1 Sha dalam satu tahun. Dan zakat Maal yang melibatkan standar minimum kesejahteraan 20 Dirham Mas sebanyak 1/2 Dirham. Sangat kecil proporsinya, namun akan terasa sangat besar dan menguras kekayaan pada kelipatan konstanta selanjutnya jika hanya berupa kekayaan yang sifatnya statis, diam, dan tidak produktif.

Dan idealnya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) ditunaikan melalui perantaraan institusi tertinggi umat (bukan sporadis), yakni Pemerintah. Dan bukan secara sukarela, tapi suatu hal yang bersifat imperatif.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".