Pada tanggal 12 Januari 2022 M, saya telah mempublikasikan hasil pembacaan terhadap dokumen keluarga besar Dr. Chye Retty Isnendes M. Hum., dengan judul “Pembacaan Terhadap Dokumen Surat Pernyataan Garis Silsilah Raden Asmadiredja Asal Nagrak Cibadak Sukabumi”. Melalui hasil pembacaan terhadap dokumen keluarga tersebut, diperoleh mata rantai silsilah keluarga yang dimulai dari Raden Asmadiredja hingga Sultan Abdul Patahi Bantan.

Apabila disusun maka tata urut garis silsilahnya dari tokoh yang berada pada periode kemudian hingga menuju kepada tokoh dari periode yang terdahulu, adalah sebagaimana berikut

Raden Kahfi Asmadiredja asal Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (1) putra Raden Hamdan/Samdan Raksapradja asal Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (2) putra Raden Ismail Kartadinata asal Dessa Tjiheulang District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (3) putra Raden Ahmad Idris seorang Pangoeloe Tanah Baroe Afdeeling Bogor (4) putra Raden Kanon seorang Demang Hoeloe District Tjibinong Afdeeling Bogor (5) putra Raden Kojong Djatinagara Meester Cornelis Batavia (6) putra Raden Arip/Sarip Tadjoel Aripin Djatinagara (7) putra Pangeran Sageri Djatinagara District dan Afdeeling Meester Cornelis (8) putra Sultan Abdoel Patah/Sarip Abdoel Patahi Bantan (9).

Berdasarkan keterangan dokumen  yang dibaca, maka tahun pembuatan surat keterangan silsilah Raden Kahfi Asmadiredja tersebut tertera 24 Agustus 1923 M, 15 Oktober 1923 M, dan 16 Oktober 1923 M. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa Raden Kahfi Asmadiredja dapat dipastikan hidup dalam tahun 1923 M.

Adapun berdasarkan penelusuran terhadap “Surat-Surat Diplomatik 1625-1812” pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), terdapat sebanyak 18 pucuk surat diplomatik yang ditulis atas nama penguasa Sultan Ageng Tirtayasa yang dalam keterangan ANRI tersebut memiliki nama lain sebagai Pangeran Surya, Abul Fatah Agung, Ageng, dan Abul Fath Abul Fatah. Sehingga kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa Sultan Abdul Fatah (“Sultan Abdoel Patah”) yang memiliki nama lain sebagai Sultan Syarif Abdul Fatahi Banten (“Sarip Abdoel Patahi Bantan”) di dalam dokumen keluarga besar Dr. Chye Retty Isnendes M.Hum., pada tahun 1923 M adalah sama dengan Sultan Ageng Tirtayasa yang memiliki nama lain sebagai Pangeran Surya, Abul Fatah Agung, Ageng, dan Abul Fath Abul Fatah dalam dokumen ANRI. Sementara di dalam catatan-catatan sejarah lainnya biasa juga dikenal dengan nama Pangeran Adipati/Dipati, Sultan Abdul Fatah Al Mafaqih, Abu Al Fath Abdul Fatah.

Di dalam dokumentasi ANRI, Sultan Ageng Tirtayasa menulis surat diplomatik pada 23 November 1657 (1), 26 November 1657 (2), 5 Desember 1657 (3), 25 Desember 1657 (4), 20 Juli 1659 (5), 18 Oktober 1661 (6), 28 Juni 1663 (7), 4 Mei 1678 (8), 14 Mei 1678 (9), 11 Agustus 1678 (10), 15 Agustus 1678 (11), 5 Oktober 1678 (12), 5 Oktober 1678 (13), 7 Oktober 1678 (14), 2 November 1678 (15), 19 Desember 1678 (16), 16 Maret 1682 (17), dan 3 Maret 1684 (18). Melalui surat-surat yang langsung dibuat oleh tokoh yang bersangkutan, maka kita dapat mengetahui kepastian bahwa Sultan Ageng Tirtayasa hidup pada tahun 1657, 1659, 1661, 1663, 1678, 1682, dan 1684.

Melalui analisa tersebut kita dapat mengetahui bahwa Raden Kahfi Asmadiredja yang hidup berdasarkan bukti surat yang dibuat oleh otoritas pihak ke tiga, yakni Raden Haji Hasan Pangoeloe Tanah Baroe dan Raden Darsad Commandant Pensioen Pendjaringan Batavia yang tinggal di Djatinagara Meester Cornelis pada tahun 1923 M dan Sultan Ageng Tirtayasa yang hidup berdasarkan bukti surat yang dibuatnya sendiri sebagai pihak pertama pada tahun 1657 M-1684 M merupakan sama-sama tokoh yang nyata bersifat historis.

***

Adapun mengenai garis silsilah Sultan Ageng Tirtayasa sebagai mata rantai keturunan dari Syarif Hidayatullah, yang dikenal juga dengan nama Sultan Syarif Hidayatullah, Sultan Syarif Maulana Muhammad Hidayatullah, Sayid Kamil, Susuhunan Gunung Djati, dan Sunan Gunung Djati bisa dikatakan telah bersifat mutawatir dan masyhur. Keterangan tersebut bisa dilajak melalui keterangan dari pihak sultan-sultan Banten itu sendiri sebagai pihak pertama, maupun keterangan dari pihak-pihak ketiga seperti keterangan alim-ulama yang semasa dengan masa hidup sultan-sultan Banten, dan termasuk melalui keterangan-keterangan dalam dokumen kolonial Eropa.

Apabila disusun, mata rantai garis silsilah Sultan Ageng Tirtayasa Banten hingga Sultan Syarif Hidayatullah Cirebon adalah sebagaimana berikut

Sultan Ageng Tirtayasa/Sultan Syarif Abdul Fatahi Banten (1) putra Sultan Abu Al Ma’ali Ahmad (2) putra Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Qadir (3) putra Sultan Maulana Muhammad (4) putra Sultan Maulana Yusuf (5) putra Sultan Maulana Hasanuddin (6) putra Sultan Syarif Hidayatullah (7).

Melalui keterangan tersebut dapat diketahui apabila jarak dari Sultan Syarif Abdul Fatahi Banten menuju ke Sultan Syarif Hidayatullah berjarak sejauh 7 buah generasi.

Nama Sultan Syarif Abdul Fatahi sebagaimana telah dikemukakan terdahulu memiliki nama lain sebagai Pangeran Surya, Pangeran Adipati/Dipati, Sultan Abdul Fatah, Sultan Abul Fatah Agung, Sultan Ageng, Sultan Abu Al Fath Abdul Fatah, dan Sultan Abdul Fatah Al Mafaqih.

Sultan Abu Al Ma’ali Ahmad biasa dikenal juga dengan nama Sultan Anom dan Sultan Kilen.

Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Qadir biasa dikenal dengan nama Pangeran Ratu dan Sultan Agung.

Sultan Maulana Muhammad biasa dikenal dengan nama Pangeran Sedangrana dan Prabu Seda ing Palembang.

Sultan Maulana Yusuf biasa dikenal dengan nama Pangeran Pasarean.

Sultan Maulana Hasanuddin biasa dikenal dengan nama Pangeran Sabakingkin.

Dan Sultan Syarif Hidayatullah sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dikenal juga dengan nama Sultan Syarif Hidayatullah, Sultan Syarif Maulana Muhammad Hidayatullah, Sayid Kamil, Susuhunan Gunung Djati, dan Sunan Gunung Djati.

***

Melalui kajian di atas, kemudian saya akan mencoba untuk menyusun mata rantai garis silsilah yang membentang dari Raden Asmadireja hingga menuju kepada Sultan Syarif Hidayatullah sebagaimana berikut ini

Raden Kahfi Asmadiredja asal Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (1) putra Raden Hamdan/Samdan Raksapradja asal Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (2) putra Raden Ismail Kartadinata asal Dessa Tjiheulang District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi (3) putra Raden Ahmad Idris seorang Pangoeloe Tanah Baroe Afdeeling Bogor (4) putra Raden Kanon seorang Demang Hoeloe District Tjibinong Afdeeling Bogor (5) putra Raden Kojong Djatinagara Meester Cornelis Batavia (6) putra Raden Arip/Sarip Tadjoel Aripin Djatinagara (7) putra Pangeran Sageri Djatinagara District dan Afdeeling Meester Cornelis (8) putra Sultan Abdoel Patah/Sarip Abdoel Patahi Bantan/Sultan Ageng Tirtayasa (9) putra Sultan Abu Al Ma’ali Ahmad Banten (10) putra Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Qadir Banten (11) putra Sultan Maulana Muhammad Banten (12) putra Sultan Maulana Yusuf Banten (13) putra Sultan Maulana Hasanuddin Banten (14) putra Sultan Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Djati Cirebon (15).

Adapun setelah disusun maka jarak yang membentang dari Raden Kahfi Asmadiredja hingga Syarif Hidayatullah seluruhnya berjumlah 15 generasi. Suatu mata rantai yang sangat beruntung masih terdokumentasikan secara jelas dan baik yang mampu disokong dengan data-data dan analisa-analisa sejarah yang jauh lebih baik lagi untuk kedepannya.

***

Sebagai catatan tambahan, sebagaimana Sultan Ageng Tirtayasa yang dapat dibuktikan dengan 18 surat diplomatik melalui dokumentasi ANRI, demikian juga dengan kakeknya Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Qadir yang dapat dibuktikan dengan 2 buah surat diplomatik yang terdokumentasikan pada ANRI dengan nama penguasa sebagai Sultan Abdul Mufahir pada 17 Agustus 1634 (1) dan 17 Februari 1637 (2).

Analisa eksploratis sementara tersebut menunjukkan bahwa konstruk sejarah masa lalu masih optimis untuk bisa digali dan dijelaskan dengan lebih baik lagi apabila ada semangat, kemauan, dan kerja keras untuk menggali, menterjemahkan, membaca, dan menganalisa data-data primer yang sangat penting peranannya yang sejauh ini belum mampu dimaksimalkan baik oleh para akademisi maupun oleh peminat sejarah secara umum.

Dengan mengkaji wacana garis silsilah, pancakaki, trah, sajarah, atau genealogi, pada kenyataannya bukan semata-mata dapat melihat dengan jelas pohon silsilah sebuah keluarga besar secara jelas dan meyakinkan, melainkan dapat membawa implikasi-implikasi baik secara langsung maupun tidak langsung pada wacana-wacana sejarah lainnya yang bersifat lebih umum dan impersonal.

Gambar salah-satu surat diplomatik yang ditulis oleh Sultan Ageng Tirtayasa/Sultan Abdul Fatahi Banten.

 

 

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".