Apakah Islam Dapat Memberikan Jawaban Terhadap Fakta Adanya Kebutuhan Masyarakat dalam Rangka Upaya Pengembangan Aspek Kebudayaan dan Peradaban?

Oleh Chye Retty Isnendes & Gelar Taufiq Kusumawardhana

Islam merupakan sistem keyakinan yang bersifat total dan menyeluruh (dien). Islam tidak semata-mata memberikan tuntunan mengenai aspek ketuhanan (teologi) dan tata peribadatan (ritus) belaka, melainkan mencakup seluruh spektrum pengetahuan (kaffah) yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia. Sehingga Islam dengan demikian telah menjadi jalan hidup (way of life) yang bersifat mapan dan final.

Dikarenakan Islam telah menyuguhkan segala kebutuhan akan pengetahuan manusia di dalam memecahkan masalah-masalah hidup kesehariannya baik dalam hal kebutuhan dunia maupun kebutuhan akhirat, maka Islam tidak menghendaki umatnya untuk berlaku tidak total dan separuh-separuh di dalam memegang standar nilai dan prinsip-prinsip yang dijalaninya.

Umat Islam tidak boleh di satu sisi mengakui berkeyakinan Islam namun demikian di sisi lain mengambil sistem keyakinan lain di luar Islam di dalam aspek-aspek lainnya seperti sistem politik dan ekonomi yang berlandaskan pada basis nilai dan ideologi lainnya.

Karena dengan bersifat mendua (double standard) telah memecah-belah komitmen batinnya menjadi suatu hal yang bersifat ironi dan paradoks di dalam meyakini kebenaran Islam itu sendiri sebagai satu-satunya jalan dan penyelamat di dalam memecahkan persoalan-persoalan hidupnya.

Umat Islam tidak bisa meyakini sistem keyakinan Islam di satu sisi, sementara di sisi lain meyakini solusi konseptual dan paradigmatik dari sudut pandang ekonomi dan politik berbasiskan ideologi Marxisme/Marxian (Sosialisme dan Komunisme) dan Smithisme/Smithian (Liberalisme dan Kapitalisme).

Karena hal ini bisa membuktikan adanya keterpecahan jiwa dan pemikiran konseptual yang gagal di dalam mengoperasionalisasikan dan memformulasikan Islam sebagai gagasan yang sempurna di dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan umat manusia ke dalam tingkatan yang bersifat teknis dan praktis.

Demikian juga ketika Islam dihadapkan pada wacana kebudayaan (culture) dan peradaban (civilization), maka Islam harus berhasil tumbuh dan dimaknai sebagai basis sistem nilai (core value system) dan basis ideologi (core ideology) yang dapat memberikan tuntunan aspek paradigma (paradigm) dan aspek pendekatan (approach) di dalam pengembangan konstruk pengetahuan (knowledge) yang dimiliki oleh umat Islam (muslim) itu sendiri.

Sementara pada gilirannya aspek paradigma dan pendekatan tersebut akan mampu menjadikannya sebuah bangunan pengetahuan (body of knowledge) yang sehat, kuat, sempurna dan utuh di dalam memberikan aspek pemanduan (leading) dan pembimbingan (guiding) terhadap seluruh perspektif dan spektrum kebutuhan hidup manusia yang dalam hal ini bisa dimaknai dan dirangkum sebagai gagasan kebudayaan (ats-tsaqofah) dan peradaban (al-hadhoroh).

Kebudayaan merupakan manifestasi pengetahuan yang bersifat abstrak (seperangkat nilai dan pandangan) sementara peradaban merupakan manifestasi pengetahuan yang bersifat kongkret (pranata) yang diturunkan dari aspek kebudayaan itu sendiri. Gagasan Pendidikan akan melahirkan praktik dan pranata Pendidikan, gagasan Ekonomi akan melahirkan praktik dan pranata Ekonomi, gagasan Politik akan melahirkan praktik dan pranata politik dan seterusnya.

Yang menjadi persoalannya adalah, bahwa seluruh kebutuhan manusia yang dijawab oleh perangkat pengetahuan itu sebenarnya tidak benar-benar bersifat bebas nilai dan bebas ideologi. Seluruh aspek pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban umat manusia pada dasarnya dibangun oleh basis sistem nilai, basis ideologi, basis paradigma, dan basis pendekatan yang seluruhnya mengabdi pada skema dan sistem keyakinan yang ada dan diyakini oleh masing-masing komunitas manusia.

Inilah kenapa umat Islam harus mampu menjawab dan memandu aspek perkembangan pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban sesuai dengan tuntunan keyakinan agamanya itu sendiri, yakni agama Islam (dienul Islam). Dan mampu melihat secara jeli dan teliti terhadap aspek ruhani/jiwa (nomena) yang melandasi aspek jasmani/ragawi (fenomena) yang ada dalam penglihatan yang kasat semata-mata.

Dengan tidak mengambil dan membaurkan sistem keyakinan Islam dengan sistem keyakinan yang lain di luar Islam, tidak berarti bahwa Islam bersifat ekstrim dan kaku, melainkan dikarenakan adanya keyakinan yang telah teruji bahwa hanya dengan Islam lah seluruh pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban akan berjalan dalam tata nilai yang bersifat benar dan fitrah.

Dengan cara berpijak pada Islam, maka umat Islam telah berlaku moderat dan cerdas. Karena Islam justru adalah jalan berpikir dan sistem keyakinan yang bersifat alamiah (fitrah) dan manusiawi (moderat). Sementara basis sistem nilai dan ideologi yang lainnya justru berpijak pada sikap dan pandangan yang cenderung ekstrim dan kaku pada margin yang cenderung kiri (Sosialisme-Komunisme) dan margin yang cenderung kanan (Liberalisme-Kapitalisme). Islam dengan demikian justru adalah jalan tengah dan keselamatan, bukan jalan yang perlu untuk dimoderasi dan dideradikalisasi apabila benar-benar berpijak pada fitrah dan kesejatian tata nilai Islam itu sendiri.

ditulis oleh

Varman Institute

Pusat Kajian Sunda - The Varman Institute (TVI) merupakan unit unggulan yang berada di bawah Bidang Pendidikan Pengajaran dan Pelatihan (Department of Education, Teaching, and Training) dari Yayasan Buana Varman Semesta (BVS).