Senatus Romanus Roma

Senex, artinya Tua (Old). Senex, juga bisa diartikan Orang Tua (the Elder atau the Old Man). Dari kata Senex terbentuk kata Senatus, yang merubah kata Senex yang semula kata benda yang berarti Tua atau Orang Tua, menjadi kata sifat yang berarti Yang Tua atau Yang Dipertua atau Yang Dituakan atau Tetua, yang dengan kata lain Senatus itu sendiri adalah sosok Ketua atau Pemimpin atau Kepala.

Sebagai perbandingan, dalam bahasa Melayu Senatus akan disebut dengan istilah Tetua, Ketua, atau Datuk. Dalam bahasa Sunda akan disebut Kolot atau Kokolot. Dalam bahasa Arab akan disebut Syeikh. Dalam bahasa Ibrani akan disebut Zaqin. Dalam bahasa Sanskrit akan disebut Sana (Sunu berarti Putra). Dan dalam bahasa Yunani akan disebut Enos.

Senatus Romanus, artinya orang-orang yang dituakan di Roma, yang duduk sebagai anggota majelis syuro (consultative assembly) Roma. Senatus adalah Pater yang dalam bahasa Inggris disebut Father yang dalam bahasa Sanskrit disebut Patara, yang masuk ke dalam bahasa Sunda menjadi Batara.

Senatus dengan kata lain adalah Pater atau Ayah dalam sebuah Genea atau Keluarga, yang dalam bahasa Sanskrit disebut Jati, Gotra, atau Vamsa/Vansa yang melahirkan kata Wangsa dan Bangsa.

Ini adalah prinsip paling dasar dalam sistem tata negara paling kuno dan alamiah. Bahwa seluk-beluk struktur birokrasi paling rumit dan besar sekalipun, haruslah disusun dari dasar sebagai perwakilan, yakni dari Pemimpin suatu keluarga, marga, suku, atau bangsa.

Senatus yang mewakili struktur birokrasi daerah dan seluk-beluk etnik akan berkumpul dan duduk bersama (Con-Sell) untuk menentukan kepentingan dan masalah-masalah umum. Consell yang membetuk kata Consul itu dalam bahasa Ibrani disebut Sanhedrin, yang juga berarti duduk bersama untuk berembug.

Hedrin itu dalam bahasa Arab terhubung dengan kata Hadir atau Hadirin yang berarti ada atau berkumpul, yang dengan kata lain maksudnya sama dengan istilah Majelis atau Syuro (Indonesia: Majelis Permusyawaratan Rakyat).

Dalam bahasa Sunda yang dipengaruhi Sanskrit, Consul, Sanhedrin, Majelis, atau Syuro ini akan disebut dengan kata Sawala atau Gotra Sawala (Musyawarah Keluarga atau Bangsa). Para anggotanya adalah Bares Kolot, jajaran para tetua dari seluruh seluk-beluk daerah dan cabang keluarga yang ada.

Senatus Romanus inilah yang pada prinsipnya akan memilih Pimpinan Umum untuk diri mereka sendiri yang telah dilakukan untuk pertamakalinya pada masa ketika Roma berdiri sebagai Politeia (City State) dan kemudian pada masa Roma berdiri sebagai ‘Republica’ (sebenarnya harus dibaca: Senatus Populus Que Romanus).

Kedudukan Senatus pada masa Roma sebagai Regnum dan Imperium kemudian akan lebih bertindak sebagai murni Lembaga Konsultasi (Consultative Assembly) untuk Raja (Rex) atau Kaisar (Imperat).

Cicero adalah Senatus yang sebelumnya menjabat sebagai Preator. Pada masa Cicero ini Senatus Populus Que Romanus sedang mengalami krisis besar dengan hadirnya kesetimbangan labil Triumvirat (Tiga Consul) yang kemudian berujung pada lahirnya model Kekaisaran. Dalam suasana itulah Cicero menulis De Re Publica untuk mengartikulasikan gagasannya soal Tata Negara ideal yang merujuk pada Politeia karya Plato.

Nama Pimpinan Umum pada masa Politeia dan Senatus Populus Que Romanus ini disebut dengan kata Consul (bukan dalam citarasa modern sebagai Konsulat). Dia adalah seorang pemimpin yang tidak didasarkan pada garis keturunan dan tidak akan mewariskan pada garis keturunannya (Hereditas), melainkan secara add hoc dikembalikan dan dilakukan pemilihan ulang oleh Senatus.

Ketika Consul meninggal dalam masa yang tidak normal, sebagai suatu kondisi darurat akan dipilih Consul Sufet. Dari sini mulai tersibak, bahwa Roma juga berada di bawah bayang-bayang gagasan soal gaya kepemimpinan Sufet yang telah diterapkan pada masa sebelumnya oleh kebudayaan Funisia dan Ibrani.

Transisi dan pengaruhnya adalah kebudayaan Ibrani kemudian Funisia kemudian Yunani kemudian Romawi sebelum mengalami bentuk degradasi ke dalam struktur Monarkhi (Kerajaan dan Kekaisaran). Sufet inilah yang dalam bahasa Ibrani disebut Syofet yang jamaknya disebut Syofatim. Suatu tipologi leadership yang dianggap berbeda dengan Melekh yang jamaknya disebut Melakhim.

Model Senatus Populis Que Romanus adalah suatu model tata Pemerintahan dan Tata Negara yang dipengaruhi khazanah Syofet dan Syofatim yang termaktub beritanya dalam tradisi Alkitab Judeo-Christian (prinsip yang sama pada Polis Yunani dan Kabilah Arab). Namun demikian, pada catatan ini belum tereksplorasi secara gamblang perihal gagasan De Re Publika yang sinonim atau ekivalen dengan Politea.

Satu hal yang pasti, Politeia adalah gagasan yang generik, general, atau umum bukan gagasan yang spesifik, spesial, atau khusus. Karena gagasan khusus dari Politeia kemudian akan dibicarakan misalnya saja oleh Plato dan Aristoteles antara lain Monarkhi, Aristokrasi, Demokrasi, Timokrasi, Oligraki, Anarki dan seterunya.

Eksplorasi perihal ini barangkali akan dilanjutkan pada catatan selanjutnya bersama dengan pengujian kata Populus yang telah dekat akarnya dengan kata Politeia itu sendiri pada akar pembentukan katanya

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".