
Johan Hendrik Caspar Kern, dilahirkan di Poerworedjo, Midden-Java, Nederlandsch-Indie, pada 6 April 1833 M dan meninggal di Utrecht, Utrecht, Nederlandsch pada 4 Juli 1917 M; dalam usia 84 tahun.
Ayah Johan Hendrik Caspar Kern bernama Johan Hendrik Kern, yang dilahirkan di Groningen, Groningen, Nederlandsch pada 14 April 1799 M dan meninggal di Groenlo, Gelderland, Nederlandsch pada 25 Juli 1863 M. Johan Hendrik Kern ini pernah bekerja sebagai tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) dari tahun 1859 M hingga tahun 1863 M dengan pangkat terakhir sebagai Mayor (Majoor).
Ketika Johan Hendrik Kern berpangkat Mayor (Majoor) tersebut, kedudukannya adalah sebagai Komandan Mayor (Majoor Commandant) di Makassar. Johan Hendrik Kern, dengan demikian adalah seorang Komandan Mayor, Komandan Umum, Pimpinan Umum, atau kemungkinan yang secara teknis biasa dikenal sebagai Komandan Batalion yang bertugas untuk membawahi kekuatan unit tempur setidaknya sejumlah 400-2000 orang (Bataljon) KNIL di Makassar.
Namun demikian pada tahun 1839 M, karena suatu alasan kesehatan yang kurang baik, Johan Hendrik Kern, bersama isterinya yang bernama Maria Conradina von Schindler, dan anak semata wayang mereka Johan Hendrik Caspar Kern yang pada waktu itu baru berusia 6 tahun; kemudian memutuskan untuk pulang kembali ke tanah air (patria) mereka dan memutuskan menetap di Doesburg, Gelderland, Nederlandsch setibanya mereka di sana pada tahun 1840 M. Setelah itu, pada tahun 1843 M, keluarga Johan Hendrik Kern pindah kembali dari Doesburg, Gelderland, Nederlandsch menuju ke Groenlo, Gelderland, Nederlandsch.
Kakek Johan Hendrik Caspar Kern dari garis ayah (Johan Hendrik Kern), memiliki nama yang sama dengan nama ayahnya sendiri; yakni bernama Johan Hendrik Kern, yang kemungkinan dilahirkan di Ritthem, Zeeland, Nederlandsch sekitar tahun 1766 M dan meninggal di Ritthem, Zeeland, Nederlandsch pada 3 Februari 1823 M.
Isteri dari Johan Hendrik Kern, kakek Johan Hendrik Caspar Kern dari garis ayah tersebut, bernama Maria Nieuwenhuis (yakni nenek Johan Hendrik Caspar Kern), yang dilahirkan sekitar tahun 1735 M dan meninggal sekitar tahun 1795 M.
Ibu dari Johan Hendrik Caspar Kern, yakni Maria Conradina von Schindler, dilahirkan di Vierlingsbeek, Boxmeer, Noord-Brabant, Nederlandsch sekitar tahun 1804 M dan meninggal di Groenlo, Gelderland, Nederlandsch pada 20 Maret 1894 M.
Sementara itu, kakek Johan Hendrik Caspar Kern dari garis ibu (yakni Maria Conradina von Schindler), memiliki nama Caspar Balthazar von Schindler, yang dilahirkan sekitar tahun 1739 M dan meninggal pada tahun 1799 M.
Isteri dari Caspar Balthazar von Schindler, kakek Johan Hendrik Caspar Kern dari garis ibu, bernama Maria Katharina Schilmer (yakni nenek Johan Hendrik Caspar Kern), yang diperkirakan lahir sekitar tahun 1739 M dan meninggal pada tahun 1799 M.
Nama belakang Caspar Kern yang berada di belakang namanya (Johan Hendrik Caspar Kern), dengan demikian dapat diperkirakan berasal dari dua buah nama kakeknya; yakni Caspar (Caspar Balthazar von Schindler) dari garis ibunya dan Kern (Johan Hendrik Kern) dari garis ayahnya.
Pada kasus ini, cukup sulit untuk melihat kontinuitas garis silsilah (genealogi) Johan Hendrik Caspar Kern selanjutnya, kecuali dilakukan suatu investigasi dokumen dan kearsipan yang jauh lebih memadai. Hanya saja, satu hal yang jelas bahwa nama-nama seperti Schindler dan Kern, jika merujuk pada sebuah marga atau nama keluarga (family name) dari nama nenek-moyangnya, maka memang akan berkaitan dengan kelompok masyarakat yang mendiami kawasan Belanda dan Jerman (Jermanik).
Namun demikian, tidak seperti karakteristik pada garis silsilah Abraham Benjamin Cohen Stuart yang dapat terlacak secara jauh lebih jelas hingga pada puncak genealogi persilangannya, antara basis keluarga komunitas perdagangan dan bankir Yahudi (Jewish) dan basis keluarga komunitas bangsawan Nasrani (Christian) Eropa (Skotlandia, Irlandia, Inggris, dan Inggris Raya; terhubung juga kekerabatannya dengan keluarga Oraje-Nassau di Belanda) pada masa lalu.
Nama keluarga Kern dan nama keluarga Schindler, bisa jadi memang murni genealogi Indo-Eropa (maksudnya masyarakat pra migrasi dan diaspora Askhenazi), tapi bisa jadi masih memang telah terhubung juga dengan persilangan genealogi Jewish sebagaimana pada garis silsilah keluarga Abraham Benjamin Cohen Stuart.
Karena sebenarnya cukup sulit untuk memilah tahap perkembangan Jewish, dari masyarakat Belanda dan Jerman itu sendiri, yang telah terinternalisasi secara masif berabad-abad sebelumnya sebagai bagian dari lapisan dasar Indo-Eropanya.
Terutama kemudian, akan semakin sulit untuk menyelidikinya setelah adanya kebijakan di Eropa (terutama di kawasan tengah dan timur), dimana keluarga dari basis komunitas Jewish diharuskan untuk mulai membakukan nama garis silsilah dari keluarga yang mereka miliki.
Nama-nama keluarga Jewish di kawasan Belanda, German, dan terutama kawasan Eropa tengah dan timur lainnya (Ashkenazi) yang berbahasa Yiddish (bahasa Jerman Barat dengan campuran kuat bahasa Hebrew sejak abad ke-9 M), kemudian akan semakin terlihat bercitarasa, berbunyi, dan berbentuk dalam tata bahasa dari bahasa Eropa pada umumnya.
Namun demikian, terdapat pola budaya, bahasa, dan logika yang sesungguhnya telah digunakan di dalam pengambilan nama-nama keluarga mereka yang masih dapat dipelajari tapak-lacak dan asal-usulnya jika dilakukan secara seksama.
Nama keluarga Kern misalnya, istilah tersebut akan mereka perhubungkan dengan kata Kernel atau Core dalam bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris disebut Grain atau Corn, yang merujuk pada jagung dan atau aneka tepung-tepungan.
Biasanya penamaan tersebut akan berkaitan dengan jenis pekerjaan leluhur mereka yang berhubungan dengan basis perdagangan jagung dan aneka tepung-tepungan.
Namun demikian, nama Kern juga akan sekaligus diperhubungkan dengan istilah Cohen atau Kohn dalam bahasa Hebrew, yang berarti Imam. Suatu istilah pada masa lalu Bani Israel yang berhubungan dengan tanggung jawab dan jabatan khusus yang diemban oleh suku Lewi (Levi).
Demikian juga dengan Schindler, akan terhubung dengan kata Shingle atau Slate dalam bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris disebut Roof, yang merujuk pada atap rumah atau atap rumah dari bahan kayu.
Biasanya penamaan tersebut akan berkaitan dengan pekerjaan leluhur mereka yang merupakan penyedia jasa dan keahlian dalam bidang perbaikan atap rumah dan atau perdagangan material atap rumah.
Namun demikian, kata Schindler sekaligus akan mereka perhubungkan dengan kata Schein, Shein, atau Syeyin dalam bahasa Yiddish dan pada gilirannya pada bahasa Hebrew yang berarti indah, cantik, atau tampan; yang dalam bahasa Jerman disebut Schoen.
Dengan demikian akan sulit untuk bisa membedakan dan memburaikan suatu tatanan yang telah terpintal dalam sebuah proses terasimilasi panjang antara garis silsilah Jewish dan masyarakat Eropa pada umumnya, terutama dalam studi kasus di kawasan Eropa tengah dan timur (kawasan Jermanik), yang biasa juga disebut kawasan Ashkenazi (nama klasik untuk kawasan Jerman dan sekitarnya).
Pertalian yang telah terlihat kohesif tersebut kemudian akan terburai kembali kesetimbangannya pada masa Perang Dunia ke-1 dan ke-2 dengan adanya kebijakan politik pemerintahan pada masa Kekaisaran Jerman (Deutsches kaiserreich) dan kemudian pada masa setelah‘Kerajaan Jerman’ (Deutsche Reich), yakni ‘Kerajaan Jerman Raya’ yang dikembangkan setelah masa konstitusi republik Weimar, yakni pada masa kekuasaan partai NAZI (Nationalsozialistische; lengkapnya Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei).
Dari masa Perang Dunia ke-1 dan ke-2 itulah, di Jerman benih-benih perselisihan dan pertentangan dumulai, hingga munculnya suatu polarisasi yang berkembang semakin keras dalam bentuk gagasan Positive Christianity, Aryanisme, dan Antisemitism untuk meredam gagasan Jewish, Hebrew, dan atau Semit.
Bekal ingatan masa lalu dari India-Belanda (Nederlands-Indie) dan bahasa Melayu (Maleisische Taal), yang masih terlalu sayup untuk anak berusia 6 tahun itu, kemudian akan segera tergantikan dengan ingatan masa remaja yang tumbuh lebih dewasa di Belanda (Nederlands) dan dengan bahasa Belanda (Nederlandse Taal).
Namun demikian, suatu hari nanti, takdir akan membawa Johan Hendrik Caspar Kern kembali ke negeri tempat dimana dia dilahirkan dan berkontribusi dalam banyak risalah dan kajian analitik yang melibatkan data dari kawasan India-Belanda (walau mungkin hanya dengan lebih banyak melakukan analisanya dari India dan atau dari Belanda). Di kemudian hari, namanya akan dikenal dalam tulisan-tulisan yang dipublikasikannya dengan nama J.H.C. Kern, H. Kern, dan atau Prof. Dr. Kern.
***

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.