Pijakan awal pendidikan Johan Hendrik Caspar Kern dilaksanakan untuk pertamakalinya di kawasan De Graafschap, Doetinchem, Gelderland, Nederland dalam menempuh pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertamanya. Pada masa pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertamanya dia telah menunjukkan minatnya pada bahasa Latin yang secara kurikulum dipelajarinya di sekolah. Namun demikian, dia mulai tertarik dan mempelajari juga bahasa Inggris dan bahasa Italia secara mandiri, yang pada saat itu secara kurikulum belum menjadi bagian dari matapelajaran pilihan yang dilayani sekolah-sekolah di Belanda.
Pada tahun 1850 M, Johan Hendrik Caspar Kern atau biasa disebut juga Hendrik Kern dinyatakan lulus dari sekolah menengah atas (Gymnasium) di Zutfen, Gelderland, Nederland. Dimana seharusnya, apabila menempuh pendidikan secara normal dan regular, maka dia baru akan lulus dari Gymnasium pada tahun 1852 M. Namun demikian, Hendrik Kern telah diizinkan masuk ke Gymnasium pada tahun 1849 M langsung pada kelas dua, dan kemudian pada tahun berikutnya, yakni pada tahun 1950 M, Johan Hendrik Caspar Kern melakukan lompatan kembali dengan cara mengikuti ujian sekolah kelas tiga dan kemudian dinyatakan lulus. Dengan demikian, Johan Hendrik telah menyintas waktu sebanyak dua tahun dalam menyelesaikan seluruh rangkaian jenjang sekolahnya (sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atasnya), yang seharusnya ditempuh secara normal dan regular selama 12 (dari tahun 1840 M hingga tahun 1852 M).
Pada tahun 1850 M, setelah menyelesaikan sekolah Gymnasium, Johan Hendrik Caspar Kern melanjutkan kuliah ke Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht) dan mengambil jurusan Humaniora (Letterenstudie). Pada masa ini, Johan Hendrik telah menaruh minat yang besar pada bahasa (Taal) dan Sastra (Letterkunde), terutama dari rumpun bahasa-bahasa Timur (Oosterse Talen). Johan Hendrik Caspar Kern, hanya menempuh pendidikan di Universitas Utrecht selama satu tahun, hingga menyelesaikan ujian (Mathesisexamen) pada tahun 1851 M. Dari Universitas Utrecht, Hendrik Kern kemudian melanjutkan studi ke Universitas Leiden (Universiteit Leiden), karena di sana terdapat suguhan kesempatan untuk mempelajari bahasa Sanskrit (Sanskriet) di bawah pengajaran A. Rutgers yang merupakan seorang ahli Ibrani (Hebraicus).
Ahli Ibrani (Hebraicus) adalah seseorang yang secara khusus dan akademik mempelajari bahasa (Taal) dan naskah-naskah (Literatuur) dari khazanah komunitas yang biasa disebut Ibrani (Heebreuwse), Yahudi (Joodse), dan Semit (Semitische). Selain dipicu oleh adanya polemik, gairah pengkajian Ibrani di Eropa; berkembangnya kajian Ibrani juga berkembang karena adanya temuan-temuan Hieroglif (Hierogliefen), Sanskrit (Sankriet), dan temuan-temuan Arkeologi (Archeologische) di Asia Barat Daya atau dalam sudut pandang Eropa adalah Timur Dekat (Nabije Oosten) yang terhubung dengan berita-berita di dalam Alkitab (Bijbelse).
Selain mempelajari Sanskrit di bawah pengajaran A. Rutgers, Johan Hendrik Caspar Kern juga mempelajari bahasa Yunani (Grieks) di bawah pengajaran C.G. Cobet yang memiliki reputasi besar pada bidangnya, dan juga bahasa Belanda (Nederlands) dari Matthijs de Vries; seorang pengajar muda yang memberikan gairah dan inspirasi romantis dari bawah bayang-bayang pengaruh Filolog (Filoloog), ahli Mitologi (Mytholoog), ahli Cerita (Folklore) dan penulis Dongeng (Sprookje) asal Jerman (Duitse), yakni Jacob Ludwig Carl Grimm.
Pada tahun 1855 M, Johan Hendrik Caspar Kern berhasil untuk mendapatkan gelar Doktor di bawah bimbingan A. Rutgers dengan topik menyajikan bukti sejarah dari sumber laporan-laporan Yunani (Griekse berichten) yang banyak, untuk dijadikan informasi pelengkap dalam menafsirkan berita-berita yang terkandung dalam prasasti-prasasti Persia (Perzische inscriptie) yang terpahat dalam sebuah monumen Persia dari masa dinasti Akhemid. Topik tersebut dikerjakan olehnya dalam bahasa Latin dengan judul Bukti Sejarah dari Kumpulan Naskah-Naskah Yunani Mengenai Laporan-Laporan Monumen Persia Masa Akhemid (Specimen Historicum Exhibens Scriptores Graecos de Rebus Persicis Achaeme-nidarum Monumentis Collatos).
Masih pada tahun 1855 M, setelah menuntaskan gelar Doktor di Universitas Leiden; Johan Hendrik Caspar Kern pergi ke Berlin, Jerman untuk memperdalam kembali bahasa Sanskrit terutama di bawah bimbingan Albrecht Weber; yang lainnya adalah F. Bopp dan Grimm bersaudara (Jacob Ludwig Carl Grimm dan Wilhelm Ludwig Carl Grimm). Selain mendalami bahasa Sanskrit, Johan Hendrik juga mempelajari rumpun bahasa-bahasa Jerman (Germaanse) yang kurang begitu diminati, dan juga rumpun bahasa-bahasa Slavia (Slavische) yang jauh lebih tidak diminati lagi. Di bawah bimbingan Albrecht Weber tersebut, Johan Hendrik berhasil mengerjakan naskah Brhat-samhita dari Varahamihira, sebuah karya Filologi (Filologische) yang berhubungan dengan Astronomi (Sterrenkunde) dan Astrologi (Astrologisch) dari India (Indische). Reputasi Johan Hendrik Caspar Kern terus merangkak membesar, terlihat masih pada tahun yang sama, yakni 1855 M; dimana Otto Bohtlingk dan Rudolph Roth mengajak dia bekerjasama dalam pengerjaan kamus bahasa Sanskrit (Sanskritische woordenboek) di Jerman.
Pada tahun 1857 M, setelah dua tahun mukim di Jerman, Johan Hendrik pulang ke Belanda. Namun demikian, dia tidakdapat menemukan jenis pekerjaan yang cocok dan nyaman untuk menyokong vitalitas dirinya. Johan Hendrik Caspar Kern, kemudian mulai mengajar sebagai Dosen (Privaatdocent; setara Professor) dalam bahasa Gotik (Gotisch) dan Belanda (Nederlands) di Universitas Utrecht. Satu tahun kemudian, yakni pada tahun 1858 M, Hendrik Kern diangkat juga Dosen (Docent) bahasa Yunani dan bahasa Belanda di Koninklijk Athenaeum di kawasan Maastricht, Limburg, Nederlandsch. Pada tahun 1859 M, iamendapatkan pukulan besar atas musibah kehilangan isterinya, yakni Hendrika Anna Wijnveldt dan putrinya yang meninggal masih kecil. Namun demikian, pada tahun tersebut, yakni tahun 1859 M hingga tahun 1860 M, Johan Hendrik Caspar Kern masih mampu mengerjakan dua jilid buku panduan pengajaran bahasa Belanda (Handleiding Bij het Onderwijs der Nederlandsche Taal) yang terus dicetak ulang sampai tahun 1883 M.
Pada tahun 1861 M, Johan Hendrik Caspar Kern memutuskan untuk pergi ke London, Inggris (Engeland). Di London tersebut, dia berhasil mengerjakan sebuah kurasi (commentaar) mengenai naskah Brhat-samhita dari Varahamihira yang sebelumnya secara Filologi telah berhasil dikerjakan. Di Inggris, Caspar Kern ditawari kemungkinan untuk bisa mengisi sebuah jabatan akademik di India-Inggris (Brits-Indie) asalkan mau untuk lebih lama untuk menetap di sana. Namun demikian, dia memutuskan untuk kembali ke Belanda. Pada tahun 1862 M di Belanda, Johan hendrik berhasil menerbitkan pekerjaan penerjemahan naskah cerita Sakuntala yang biasa dinisbatkan pada pengarang India Kuno abad ke-5 M, Kalidasa. Dan pada tahun yang sama, A. Rutger dan Matthijs de Vries yang merupakan dosen-dosen pada masa kuliah di Universitas Leiden, dengan baik mengabari kemungkinan untuk Johan Hendrik Caspar Kern dapat menduduki jabatan akademik sebagai Professor (hoogleraarschap).
Namun demikian karena tidak adanya suatu tindak lanjut yang pasti dari para walinya tersebut, Johan Hendrik Caspar Kern pada tahun tersebut (pada 1862 M), memutuskan untuk kembali ke Inggris (Engeland).
Di Inggris, Johan Hendrik Caspar Kern berkenalan dengan yang menjadi pengawas dan mentor barunya, Monnier-Williams merupakan Profesor Sanskrit kedua yang pernah dimiliki Universitas Oxford (Oxford University), dan ahli bahasa-bahasa Timur terutama Sanskrit, Persia, dan Hindustan (kelahiran Bombay, India), dan F. Max Muller, seorang Filusuf, Filolog India, pendiri Studi Agama-Agama, dan ahli bahasa (asal Jerman). Pada tahun selanjutnya, yakni pada tahun 1863 M, Hendrik Kern diangkat sebagai Profesor Anglo-Sanskrit di Brahmana College dan Queen’s College di Benares, India. Di India, dia pun, mendapatkan tugas untuk melakukan pengajaran bahasa Sanskrit dalam pengantar bahasa Inggris dan dalam suatu pendekatan dan metode Inggris.
Pada kesempatan India, Johan Hendrik mulai mempelajari rumpun bahasa-bahasa Dravida (Dravidische) melalui persentuhannya dengan para Brahmana (Brahmanen), juga mempelajari bahasa Arab (Arabisch) dan Ibrani (Hebreeuws), dan bahasa Hongaria (Hongaars) alakadarnya untuk sekedar menghabiskan waktu membaca novel dalam bahasanya. Di India, dia juga mengembangkan pola kajian Perbandingan Ilmu Bahasa (Vergelijkende Taalwetenschap). Johan Hendrik Caspar Kern juga pengerjaan naskah-naskah India seperti Brhatsamhita dan naskah Astronomi dari Aryabata yang kemudian akan dipublikasikan di Eropa pada tahun 1874 M oleh Bill di Leiden, yang merupakan naskah pertama dimana di dalamnya ditulis bersama dengan aksara Dewanagari (Nagari Schrift).
Pada tahun 1865 M (sampai tahun 1903 M), yakni dua tahun setelah mengajar di India, Johan Hendrik Caspar Kern kemudian diangkat sebagai Profesor (hoogleraar) pada bidang bahasa Sanskrit dan Perbandingan Bahasa. Dengan disandangnya Profesor Sanskrit olehnya, secara resmi Universitas Leiden kini telah menjadi kampus berikutnya di Eropa yang memiliki pakar pada bidang bahasa Sanskrit. Dalam pidato pengukuhannya, Johan Hendrik Caspar Kern menyampaikan pidato dengan judul Mengenai Peranan India Dalam Sejarah Peradaban dan Pengaruh Kajian Bahasa Sanskrit dalam Ilmu Bahasa (Over Het Aandeel van Indie in de Geschiedenis der Beschaving en de Invloed der Studie van het Sanskrit op de Taalwetenschap).
Di Eropa, pada tahun 1882 M sampai tahun 1884 M, Johan Hendrik Caspar Kern sempat menyelesaikan Sejarah Budha di India (Geschiedenis van het Buddhisme in Indie) yang sangat cermat dan dipublikasikan ke dalam bahasa belanda, Jerman, dan Perancis. Namun demikian, dia juga mendapatkan kritik atas bukunya tersebut oleh C.C. Uhlenbeck dimana ulasan-ulasan yang bersifat teori-teori mitologi astrologi khas timur dianggap tidak mampu diresapi dengan baik oleh cara pandang Johan Hendrik Caspar Kern yang terlalu Positifistik dan “selalu sepihak untuk menempatkan dirinya sepenuhnya dalam kerangka kesalehan anak Eropa Abad Pencerahan yang terpisah dari timur” (altijd te zeer een kind der eenzijdige Europeesche verlichting [is] gebleven om zich ooit geheel in de geconcentreerde vroomheid van den oosterling te kunnen verplaatsen).
Pada Tahun 1879 M, Johan Hendrik menjadi perintis pembacaan data Epigrafi (Epigrafiek) di Kamboja (Kambodja) dan berhasil membaca dan mengulasnya untuk prasasti-prasasti di kawasan tersebut. Pada tahun 1886 M, dia juga mengerjakan analisa dengan topik Membandingkan Bahasa Fiji Dengan Kerabatnya di Indonesia dan Polinesia (De Fidji-taal vergeleken met hare verwanten in Indonesie en Polynesie), dimana diperoleh kesimpulan jika bahasa Fiji terhubung dan berkerabat dengan bahasa-bahasa di Indonesia dan Polinesia. Dan pada tahun 1889 M, Johan Hendrik Caspar Kern juga mengerjakan analisa Data Bahasa Untuk Menentukan Tanah Asal Orang-Orang Penutur Bahasa Melayu-Polinesia (Taalkundige Gegevens Ter Bepaling van het Stamland der Maleisch-Polynesische Volken). Yang menarik, Hendrik Kern melakukan analisa dalam penentuan bahasa Melayu dan Polinesia tersebut melalui komparasi kata-kata identifikasi hewan, tumbuhan, dan benda-benda. Sementara pada tahun 1900 M, dia mengerjakan publikasi Ramayana dari versi bahasa Kawi, suatu jenis bahasa yang terbilang tua di Jawa.
Ulasan tersebut untuk sedikit memberikan gambara perjalanan akademik Johan Hendrik Caspar Kern. Titik kemampuan akademiknya sebenarnya Filologi, namun dengan modal tersebut dan rasa ingin tahu yang kuat dan tidak berbatas Hendrik Kern berhasil tumbuh sebagai akademisi Polymath (analis pada banyak rumpun disiplin ilmu) dan juga bersifat polyglot (analis pada banyak sumber rumpun bahasa). Reputasi ilmiahnya bukan sekedar dikenal di Indonesia, atau di Belanda saja; namun demikian bersifat internasional. Johan Hendrik Caspar Kern adalah orang yang merintis jalur ke arah penyelidikan Iran Kuno melalui analisa bahasa Iran Kuno dan Avesta (Epigrafi) melalui pintu masuk bahasa Yunani (Filologi). Dia juga merintis kajian Indonesia Kuno lewat pembacaan atas banyak prasasti (Epigrafi) di mulai dari Tarumanagara, Kutai, Sriwijaya, Mataram Kuno, dan seterusnya. Johan Hendrik Caspar juga yang merintis pembacaan Epigrafi di kawasan Kamboja dan Indo-Cina pada umumnya.
Johan Hendrik juga mengerjakan banyak pekerjaan pada bidang Filologi dari naskah-naskah Kawi dan Jawa Kuno di Jawa. Dia pun yang merintis teori rumpun bahasa Dravida, Melayu, Polinesia, dan Austronesia dimana bahasa-bahasa di Indonesia dimasukkan kedalam kelompoknya. Di Belanda, kajian soal Austronesia ini kemudian didirikannya berdampingan dengan kepakaran dalam bahasa Sanskrit, dan kajian Timur (Orientalisme), dan Indologi yang menjadi karakteristiknya; dimana Hendrik Kern juga telah menempuh dasar-dasar penguasaan bahasa Yunani, Latin, Jermanik, Slavia, dan bahasa indo-Eropa secara umum. Johan Hendrik Caspar Kern, juga merupakan peletak dasar kajian perbandingan bahasa dan Paleo-linguistik, dimana risalah-risalah gramatika dan etimologi telah menjadi saksinya sebagai sebuah sikap yang tidak meremehkan landasan kajian kajian kebahasaan.
Johan Hendrik Caspar Kern, pensiun dari Universitas Leiden pada tahun 1903 M. Namun demikian aktifitas menulis dan menganalisanya tidak berhenti. Dia terus berkecimpung dalam berbagai perkumpulan ilmiah dan akademik baik di Eropa, India, maupun di Indonesia. Johan Hendrik mulai berhenti melakukan aktifitas ilmiah pada tahun 1916 M, sepeninggal isterinya yang kedua yang dia nikahi selepas isterinya yang pertama meninggal; yang bernama Annete Marie Therese de chateleux. Satu tahun setelah isterinya meninggal, Johan Hendrik Caspar Kern juga kemudian meninggal. Dari pernikahan yang kedua tersebut, Johan Hendrik Caspar dikaruniai beberapa anak, yakni Johan Hendrik Kern yang mengambil nama kakek dan buyutnya kembali (akan dikenal sebagai Prof. Dr. Johan Hendrik Kern), Berta Kern, dan Rudolf Arnoud Kern.
Untuk menyatakan seluruh rangkaian hidup Johan Hendrik Caspar Kern dan kehidupan akademik dan keilmuannya dimata generasi ilmuan dan akademik Belanda selanjutnya, maka Johan Huizinga berkata Jika kehidupan yang diabadikan untuk pengetahuan bisa menjadikannya pahlawan, maka Kern lah orangnya (Indien een leven aan de wetenschap gewijd heroïsch kan zijn, dan is dat van Kern het geweest). Sebegitu besarnya peran dan makna Kern yang telah meletakkan dan meraih strata pengetahuan yang secara kolektif mengangkat reputasi dan kedudukan keilmuan masyarakat Belanda di kancah internasional.
***
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.