KETERANGAN DALAM PRASASTI GUCI BAJAUR

Pada bagian ini akan dilakukan pengkajian terhadap isi kandungan Prasasti Guci Rukhuna (Rukhuna reliquary), atau yang dikenal juga dengan nama Prasasti Guci Bajaur (Bajaur reliquary inscription). Adapun teks prasasti yang terdapat pada bagian dalam tutup guci tersebut, dibuat atas nama Rukhuna, Vijayamitra, dan Indravarman bersama dengan isterinya dan anaknya yang tidak disebutkan nama-namanya secara lebih khusus. Hanya saja, hubungan kekerabatan (genealogi) yang mungkin saja dimiliki antara Indravarman dengan Vijayamitra dalam prasasti tersebut tidak dijelaskan secara lebih lugas, kecuali hubungan jabatan yang terjadi di antara Vijayamitra sebagai raja Apraca dan Indravarman sebagai strategoi (serapan kata Yunani yang berarti panglima perang, atau pejabat setingkat kegubernuran) Apraca. Namun demikian, dapat diketahui bahwa  dalam setiap upacara keagamaan yang melibatkan persembahan dalam bangunan suci (stupa) untuk mengenang arwah leluhur dalam sistem teologi dan kebudayaan Hindu-Budha pada masa silam, pada prinsipnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang terikat sebagai bagian dari keluarga besar yang berasal dari garis silsilah leluhurnya yang sama.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilapirkan keterangan dalam Prasasti Guci Bajaur tersebut, melalui hasil pembacaan yang dilakukan oleh Stefan Baums (Baums, Stefan. 2012. “Catalog and Revised Texts and Translations of Gandharan Reliquary Inscriptions.” In David Jongeward, Elizabeth Errington, Richard Salomon and Stefan Baums, Gandharan Buddhist Reliquaries. Gandharan Studies, Volume 1, pp. 200-51. Seattle: Early Buddhist Manuscripts Project) sebagaimana berikut:

“Vaṣaye sataviśaye -20 4 1 1 1- iśparasa Vijayamitrasa Apacarajasa aṇuśastiye ye vucati,

Ayasa vaṣaye tresatatimaye -20 20 20 10 1 1 1-,

Yoṇaṇa vaṣaye ekaduśatimaye -2 100 1-,

Śravaṇasa masasa divasaye aṭhamaye iśa divasaṃmi pratiṭ́havidu thuve Rukhuṇaye Apacarajabharyae Vijayamitreṇa Apracarajeṇa Iṃdravarmeṇa strategeṇa sabharyarehi sakumarehi”.

(In the twenty-seventh -27- year in the reign of lord Vijayamitra, the king of the Apaca,

in the seventy-third -73- year which is called of Ayasa,

in the two hundred and first -201- year of the Yonana,

on the eighth day of the month of Sravana, on this day was established [this] stupa by Rukhuna, the wife of the king of Apaca, [and] by Vijayamitra, the king of Apraca, [and] by Indravarman, the commander, [together] with their wives and sons.)

Dalam bahasa Indonesia, terjemahan Prasasti Guci Bajaur (Rukhuna reliquary), yang menggunakan bahasa Prakerta dan aksara Karosti tersebut, memiliki makna sebagaimana berikut:

“Pada tahun keduapuluhtujuh -27- dari masa kekuasaan Vijayamitra, yakni raja dari Apaca,

yang bertepatan dengan tahun ketujuhpuluhtiga -73- berdasarkan kalender Ayasa,

yang bertepatan dengan tahun keduaratussatu -201- berdasarkan kalender Yonana,

yakni pada hari kedelapan bulan Sravana, tepat pada hari ini, telah didirikan stupa ini oleh Rukhuna, isteri dari raja Apaca, [dan] oleh Vijayamitra, raja dari Apraca, [dan] oleh Indravarman, panglima perang, [bersama] dengan isterinya dan anaknya”.

Melalui keterangan tersebut dapat diketahui bahwa pendirian stupa (Prakerta: thuve), yakni bangunan yang di Indonesia sebangun dengan istilah candi dan pembuatan Prasasti Guci Bajaur tersebut, dilakukan pada tahun 73 Ayasa, yang bertepatan dengan tahun 201 Yonana. Adapun pada tahun 73 Ayasa, atau pada tahun 201 Yonana tersebut, dikatakan di dalam prasasti tersebut, juga bertepatan dengan tahun ke-27 dari masa kekuasaan Vijayamitra itu sendiri di kerajaan Apraca. Melalui keterangan tersebut, dapat dilakukan sebuah penalaran secara logis-matematis, bahwa Vijayamitra untuk pertamakalinya diangkat sebagai raja Apraca, yakni pada tahun 46 Ayasa, atau yang bertepatan dengan tahun 174 Yonana. Melalui perbandingan tersebut dapat diketahui, bahwa selisih yang dimiliki oleh kalender Ayasa terhadap kalender Yonana, berada pada angka 128 tahun (awal perhitungan kalender Yonana lebih tua dari awal perhitungan kalender Ayasa). Dalam rumusan yang dibuat oleh David W. Mac Dowall, dikatakan bahwa kalender Ayasa sama dengan (=) kalender Yoyana dikurangi (-) 128 tahun (Mac Dowall, David W. (2007). The Eras of Demetrius, Eucratides and Azes. Peeters Publishers. pp. 103–110).

Kalender Ayasa (Azes era), merupakan kalender yang merujuk pada nama raja yang pernah berkuasa di kerajaan Indo-Saka (Indo-Scythian kingdom) pada  tahun 47 SM hingga tahun 25 SM. Nama raja tersebut dalam ejahan bahasa Inggris biasa dikenal dengan nama Azes (Harry Falk and Chris Bennett (2009). “Macedonian Intercalary Months and the Era of Azes”. Acta Orientalia (70): 197–215). Adapun dalam ejahan otentik pada zamannya dapat diketahui bahwa Azes (tepatnya Azes I) ditulis dengan nama Aya dalam versi bahasa Prakerta dan aksara Karosti, dan Azoi dalam versi bahasa Yunani dan aksara Yunani (Gardner, Percy (1929). The Coins of the Greek and Scythic Kings of Bactria and India in the British Museum. London: Gilbert & Rivington Ltd. pp. 73-92). Menurut Harry Falk dan Chris Bennett, dapat diketahui bahwa tahun 1 Ayasa dapat diperkirakan berada pada kisaran waktu antara tahun 46 SM hingga tahun 47 SM, atau antara tahun 47 SM hingga tahun 48 SM. Perbedaan mengenai perkiraan waktu tersebut, menurut pendapat Harry Falk dan Chris Bennett, akan sangat bergantung dari mana aspek penentuan dimulainya kalender Ayasa tersebut, apakah sejak dimulainya musim semi (spring), ataukah sejak dimulainya musim gugur (autumn). Namun demikian, dikarenakan belum mencukupinya dasar pengambilan awal perhitungan kalender tersebut, dengan memutuskan melalui pendekatan angka perkiraan rentang waktu rerata yang ada, maka dapat diperoleh angka 47 SM, sebagai tahun alternatif yang paling ideal sebagai awal waktu dimulainya tahun 1 Ayasa. Adapun pada tahun 47 SM itu juga, sebagaimana yang juga telah ditetapkan oleh Harry Falk dan Chris Bennett, akan bertepatan dengan masa dimulainya kekuasaan raja Aya itu sendiri di kerajaan Indo-Saka. Sementara menurut analisa Harry Alf, kalender Ayasa pada dasarnya, kemungkinan merupakan sistem perhitungan kalender yang menginduk dan berkelanjutan dari sistem kalender Arsasid (Arsacid era), yang dimulai sejak masa dimulainya kekaisaran Persia (maksudnya Persia ketika dalam format kekaisaran Parthia dari wangsa Arsacid). Sehingga tahun 1 Ayasa menurut analisa Harry Alf, akan setara dengan tahun 201 dalam kalender Arsasid.

Sementara kalender Yonana yang disebut Yonana vasaye dalam bahasa Prakerta, maksudnya merupakan kalender Yunani. Yonana merupakan istilah Prakerta yang merujuk pada identitas bangsa Yunani (Greek), yang dalam bahasa Sanskerta disebut dengan istilah Yavana. Adapun penetapan kalender Yonana tersebut, menurut Harry Falk (Falk, Harry (2007). “Ancient Indian Eras: An Overview”. Bulletin of the Asia Institute. 21: 135–136), kemungkinan dimulai sejak akhir abad ke-2 SM, lebih tepatnya pada kisaran tahun 174 SM. Tahun 174 SM tersebut, merujuk pada masa kekuasaan Eukratides yang berkuasa sejak tahun 171 SM hingga tahun 145 SM di kerajaan Bachtria (Greco-Bachtrian kingdom) dari wangsa Eutidemus (Euthydemid dynasty). Namun demikian, apabila mempertimbangkan pendapat David W. Mac Dowall sebelumnya, yang menyatakan bahwa rumusan kalender Ayasa sama dengan (=) kalender Yoyana dikurangi (-) 128 tahun, dengan asumsi bahwa tahun 1 Ayasa seperti yang telah diketahui sebelumnya, berada pada angka tahun 47 SM. Maka untuk mengetahui tahun 1 Yonana, dapat dihitung secara matematis dengan cara menambahkan angka 47 (47 SM = 1 Ayasa) dengan angka 128 (selisih tahun Ayasa dan tahun Yonana), sehingga dihasilkan angka tahun 175. Dengan merujuk pada rumusan David W. Mac Dowall dapat diketahui bahwa tahun 1 Yonana, sebenarnya dimulai sejak tahun 175 SM, sehingga memiliki selisih kecil perhitungan sebanyak 1 tahun dengan menggunakan penetapan yang didasarkan kepada Harry Falk yang menduganya berasal dari tahun 174 SM. Sehingga untuk menjaga konsistensi dengan penalaran sebelumnya, tahun 1 Yonana akan merujuk pada hasil yang diperoleh melalui rumusan Harry Falk, yakni tahun 1 Yonana akan bertepatan dengan tahun 174 SM.

Melalui rumusan yang dibuat oleh Harry Falk tersebut, dapat diketahui bahwa pendirian stupa dan pembuatan Prasasti Guci Bajaur, yang dilakukan oleh Vijayamitra pada tahun 73 Ayasa, yang bertepatan dengan tahun 201 Yonana, akan bertepatan dengan tahun 1 SM (tahun 73 Ayasa dikurangi tahun 74 SM). Sementara tahun pengangkatan Vijayamitra sebagai raja Apraca, yang dilakukan pada tahun 46 Ayasa, yang bertepatan dengan tahun ke-27 masa kekuasaannya, dengan demikian akan bertepatan dengan tahun 28 SM (tahun 46 Ayasa dikurangi tahun 74 SM).

Melalui pembacaan terhadap Prasasti Guci Bajaur, dapat diketahui bahwa pada tahun 28 SM telah berdiri kerajaan Apracaraja dengan rajanya yang bernama Vijayamitra. Adapun Vijayamitra memiliki isteri bernama Rukhuna. Pembuatan Prasasti Guci Bajaur tersebut dilakukan oleh Vijayamitra bersama dengan isterinya, yakni Rukhuna pada tahun 1 SM ketika Vijayamitra telah berkuasa selama 27 tahun. Selain Vijayamitra dan Rukhuna, terlibat juga dalam upacara keagamaan dan pembuatan prasasti tersebut, yakni Indravarman yang berkedudukan sebagai panglima perang Apraca bersama dengan isterinya dan anaknya yang tidak disebutkan namanya. Hubungan antara Vijayamitra dengan Indravarman tidak dijelaskan secara lugas, hanya saja dapat diasumsikan sebagai keluarga besar penguasa Apracaraja, yakni Vijayamitra. Selain karena kegiatan keagaman merupakan domain keluarga, kedudukan panglima perang yang sekaligus penguasa daerah kegubernuran dalam sistem monarki pada masa silam biasanya akan diduduki oleh para pangeran dari penguasa pusat kerajaannya itu sendiri. Dengan kata lain dapat diasumsikan untuk sementara bahwa Indravarman merupakan putra dari Vijayamitra.

Melalui karakteristik bangunan peribadatan berupa stupa ditambah dengan analisa khusus terhadap benda-benda peninggalannya berupa guci dan termasuk mata uang koin yang diduga dibuat pada masa Vijayamitra dengan menggunakan simbol Triratna, menunjukan bahwa Vijayamitra merupakan penganut agama Budha (Senior, R.C. (2006). Indo-Scythian coins and history. Volume IV. Classical Numismatic Group, Inc.). Melalui sistem pertanggalan yang digunakan oleh kerajaan Apraca yang merujuk pada tahun Ayasa, dapat terlihat bahwa aspek kebudayaan Apracaraja tidak dapat dipisahkan dari aspek kebudayaan Indo-Saka dan juga pengaruh yang diberikan oleh kekaisaran Persia dari wangsa Arsacid, sejak didirikan oleh Arsaces I Parthia (Kia, Mehrdad (2016). The Persian Empire: A Historical Encyclopedia [2 volumes]. ABC-CLIO). Arsaces merupakan nama dalam versi bahasa Latin yang diambil alih kedalam bahasa Inggris. Adapun namanya dalam bahasa Yunani disebut dengan Arsakes, sementara dalam bahasa Persia (Parthia) disebut dengan Arsak (Olbrycht, Marek Jan (2021). Early Arsakid Parthia (ca. 250-165 B.C.). Brill.). Menurut para ahli sejarah, Arsak semula merupakan pemimpin suku Parni, yang merupakan bagian dari induk suku Dahae. Adapun suku Dahae, dalam keterangan kitab klasik Majusi (Inggris: Zoroaster) merupakan salah-satu suku penganut agama Majusi, dengan nama suku Daha, atau Danha. Menurut Janos Harmatta, Dahae dalam keterangan literatur Yunani-Romawi dikatakan merupakan bagian dari induk suku Saka, yakni melalui percabangan suku yang disebut Massagetae, atau Saka Tigeaxauda, yang semula mendiami kawasan di antara sungai Amu Darya dan Sir Darya, atau yang menurut keterangan sejarawan Arian asal Nikomedia, mendiami kawasan di sekitar Massagetae dan Dahae (Harmatta, János (1999). “Alexander the Great in Central Asia”. Acta Antiqua Academiae Scientiarum Hungaricae. 39 (1–4): 129–13). Melalui tangan Arsak tersebut muncul kerajaan Persia, yang secara akademik lebih khusus disebut dengan periode Kekaisaran Partia (Parthian Empire), atau Kekaisaran Arsacid (Arsacid Empire) (Brosius, Maria (2006), The Persians: An Introduction, London & New York: Routledge). Selain dipengaruhi oleh aspek kebudayaan Indo-Saka dan Persia dari wangsa Arsacid yang dapat diketahui juga sebenarnya masih sama-sama dibangun oleh suku Saka, Apracaraja juga sebenarnya dipengaruhi oleh aspek kebudayaan Yunani, yang secara teknis merujuk pada periode berkuasanya Eukratides yang berkuasa di kerajaan Bachtria (Greco-Bachtrian kingdom) dari wangsa Eutidemus (Euthydemid dynasty).

Pada keterangan prasasti Guci Bajaur (Bajaur reliquary inscription), dapat diketahui bahwa aspek penamaan raja dengan akhiran (suffix) –varman tidak bisa dilepaskan dari konteks latar belakang etnik yang mendasarinya, selain aspek pengaruh latar belakang sistem politik dan administrasi kekuasaan yang terhubung dengan aspek kekuasaan masyarakat Saka atas wilayah Persia dan India dan juga aspek kekuasaan masyarakat Yunani di India. Vijayamitra, meskipun memiliki latar belakang sebagai masyarakat Apraca, Kamboja, dan Saka, tidak terlihat menggunakan gelar –varman. Namun demikian sebaliknya, maka Indravarman sebagaimana yang akan dilihat pada keterangan prasasti-prasasti selanjutnya sudah menggunakan gelar –varman. Sehingga aspek latar belakang etnik dan kondisi politik dan administrasi yang melingkupinya, dapat menjadi suatu aspek pengkajian tersendiri (seperti adanya kemungkinan, bahwa gelaran –varman secara teknis dapat diasumsikan, semula dipengaruhi oleh konsep satrap dalam sistem administrasi kerajaan Persia dan strategos dalam sistem administrasi kerajaan Yunani, yang semula sama-sama merujuk pada gelaran sebagai panglima perang dan pejabat kegubernuran yang dipimpin oleh para pangeran dari kerajaan pusat). Namun demikian, meskipun tidak seluruh masyarakat Saka menggunakan gelar –varman, maka gelar –varman secara lebih khusus pada gilirannya akan menjadi sesuatu gelaran yang identik dengan sebagian para penguasa suku Saka.

Keterangan poto: Rukuna reliquary with inscription, dated to the 1st century CE dalam A New Inscription dated in the “Yona” (Greek) Era of 186/5 B.C., 2005 (Richard Salomon)

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".