“Aku adalah Darayavahus Sang Raja putra Vistaspa, dari Wangsa Hakhamanisiya, Raja dari Segala Raja. Aku adalah Raja di Parsa. Ayahku adalah Vistaspa. Ayah Vistaspa adalah Arsama, ayah Arsama adalah Ariyaramna, ayah Aryaramna adalah Cispis, dan ayah Cispis adalah Hakhamanis.” (Behistun Inscription of Darius)

Kita telah menengok awal-mula sejarah India Kuno yang dimulai oleh Ashoka dengan dibuatnya inskripsi-inskripsi pada batu, dinding gua, dan tiang yang biasa dikenal di dunia Barat sebagai The Edicts of King Ashoka. Kerajaannya bernama Jambudvipa atau Prathivi dan wangsanya bernama Maurya. Abadnya adalah abad ke-3 SM.

Jumlah inskripsi keseluruhannya berjumlah 33 buah. Bahasa yang digunakannya ada tiga buah yakni bahasa Aram (Aramaic language), bahasa Yunani (Greek language), dan bahasa Prakerta (Prakrit language). Aksara yang digunakannya ada empat buah yakni aksara Ibrani Kuno (Paleo Hebrew script), aksara Yunani (Greek script), aksara Karosti (Kharosthi script), dan aksara Brahmi (Brahmi script). Sebarannya berada di India, Pakistan, Afghanistan, Nepal, dan Banglades.

Bahasa Aram dan aksara Ibrani Tua bersama bahasa Yunani dan aksara Yunani digunakan di sebelah Barat, yakni di kawasan Afganistan dan Pakistan. Sementara bahasa Prakerta digunakan di wilayah anak benua India. Aksara Karosti berada di kawasan Utaranya, sementara aksara Brahmi berada di kawasan Selatannya.

Cara pemasangannya adalah bahasa Aram dengan menggunakan aksara Ibrani Kuno, bahasa Yunani dengan menggunakan aksara Yunani, dan bahasa Prakerta dengan menggunakan aksara Karosti dan aksara Brahmi.

Sekarang kita akan mengarahkan pandangan ke wilayah Iran Kuno sebagai wawasan tambahan. Iran Kuno memasuki babak sejarah kunonya dengan dibuatnya inskripsi-inskripsi pada batu dan logam oleh Daryavahus.

Sebarannya terdapat di Iran, Armenia, Romania, Turki, Bahrain, Irak, dan Mesir. Yang paling monumental sebagai patokan adalah apa yang di dunia Barat dikenal sebagai Behistun Inscription yang terdapat di Gunung Bisitun bagian dari rangkaian pegunungan Zagros di Provinsi Kermansyah, sekitar 525 KM dari kota Teheran ke arah Barat. Nama kerajaannya adalah Parsa, sementara nama wangsanya adalah Hakamanisiya.

Abad pembuatannya adalah pada abad ke-6 SM. Jadi sejarah Iran Kuno berdasarkan bukti inskripsi keras pada batuan dan logam (Epigrafi) terpaut waktu sekitar 300 tahun lebih awal dari sejarah di India Kuno dimulai.

Seperti yang digunakan oleh Ashoka, Daryavahus yang dalam bahasa Inggris disebut Darius dari bahasa Yunani Dareios atau Dareiaos juga menggunakan tiga buah bahasa dalam pembuatan inskripsi-inskripsinya, yakni bahasa Akkadia (Akkadian language) dengan dialek khas Babilonia (Babylonian language), bahasa Elam (Elamite language), dan bahasa Persia Tua (Old Persian language).

Berbeda dengan Ashoka yang menggunakan empat buah aksara dalam menuliskan inskripsi-inakripsinya, Daryavahus hanya menggunakan satu buah aksara yang dapat mensuport bahasa yang digunakannya tersebut yakni dengan aksara Paku Persia Tua (Old Persian Cunaiform).

Aksara Paku Persia Tua tersebut didasarkan atas aksara Paku Sumeria-Akkadia (Sumero-Akkadian cunaiform), lebih khususnya lagi melalui aksara Paku Akkadia (Akkadian cunaiform) dan lebih khususnya lagi adalah aksara Paku Babilonia (Babilonian cunaiform).

Sebenarnya, jika patokannya terhadap inskripsi-inskripsi berbahasa Akkadia yang percabangannya meliputi bahasa Babilonia dan bahasa Asyiria (rumpun bahasa Semit) dan juga bahasa Elam (rumpun bahasa khusus) di kawasan Mesopotamia sebelum masa Daryavahus tentu saja sudah banyak.

Berita-berita dari sumber penulisan bahasa Sumeria tentang bahasa Akkadia telah dimulai sejak tahun 3000 SM. Sementara penulisan bahasa Akkadia lewat aksara Paku Akkadia yang dirakit dari aksara Paku Sumeria sendiri telah dibuat pada masa 2500 SM-1950 SM. Bahasa Akkad Tua dalam percabangannya masing-masing sebagai bahasa Asyiria Tua dan bahasa Babilonia Tua telah dibuat pada masa 1950 SM-1530 SM. Bahasa Akadia Pertengahan dengan masing-masing cabangnya sebagai bahasa Asyiria Pertengahan dan bahasa Babilonia Pertengahan telah dibuat pada 1530 SM-1000 SM. Bahasa Akkadia Baru dengan masing-masing percabangannya sebagai bahasa Asyiria Baru dan bahasa Babilonia Baru telah dibuat pada 1000 SM-600 SM. Dan bahasa Akkadia Akhir hanya dengan percabangannya sebagai bahasa Babilonia Akhir telah digunakan pada 600-100 SM.

Sementara itu, pada masa perkembangan bahasa Akkadia Baru, di dalam tahap perkembangan bahasa Asyiria Baru sejak tahun 800 SM secara bertahap telah dikembangkan bahasa Aram (Aramaic language). Bahasa Aram adalah tahap perkembangan bahasa Akkadia Baru lebih khususnya bahasa Asyiria Baru dengan menggunakan aksara Aram (Aramaic script) yang dikembangkan dari aksara Punisia (Phoenician script). Pada tahap ini, bahasa Asyiria Baru telah berkembang menjadi bahasa Aram.

Namun demikian, inskripsi-inskripsi Daryavahus pada abad ke-6 SM telah menjadi tonggak penting terutama dalam hal meletakkan dasar-dasar dimana bahasa Persia Tua (Old Persian language) mulai muncul secara tertulis dalam sejarah dunia. Suatu tahap perkembangan bahasa yang pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi tahap perkembangan bahasa Persia Pertengahan (Middle Persian language) dan Persia (Persian language) modern ini.

***
Pada tahun 1000 M Inskripsi Behistun telah menjati mitos. Mitos tersebut terabadikan dalam buku Syahnameh karya Firdausi yang merupakan buku bernilai puisi dan sastra Persia yang berisi topik kumpulan sejarah dan cerita Persia sejak masa mitologi hingga kehancurannya di tangan masyarakat Arab Islam.

Tersebutlah Farhad yang mencintai Syirin seorang isteri dari Khosrow (Khosrow II Raja Persia dari Wangsa Sasanid). Khosrow menghukumnya dengan suatu perintah untuk menemukan sumber air dengan cara membela gunung. Namun demikian jika berhasil, maka Syirin akan diberikan kepadanya. Setengah bagian gunung telah berhasil dipapas dan sumber air telah ditemukan. Sehingga seketika itu Khosrow memberitakan lewat utusannya bahwa Syirin telah meninggal.

Farhad yang menjadi gila melemparkan kapak, dia lalu mencium tanah untuk terakhir-kalinya dan kemudian mati. Di dalam cerita Khosrow dan Syirin karya Nizami Ganjari, tepat di tempat kapak yang dilemparkan oleh Farhad, tumbuhlah pohon delima yang dapat menjadi obat bagi orang yang sakit. Sementara di dinding gunung tepahatkan tulisan Farhad Tarasy yang artinya Pahatan Farhad.

Pada tahun 1598 M, Robert Sherley seorang Inggris atas nama Austria yang mengunjungi Persia membuat suatu laporan yang menarik perhatian masyarakat Eropa Barat dan memberikan praduga sebagai penemuan akar Kekristenan awal. Gardanne seorang Jendral Perancis kemudian menyimpulkannya sebagai gambaran Yesus bersama kedua belas muridnya. Sementara Sir Robert Ker Porter menduganya sebagai suku-suku Israil yang hilang bersama Salmannasir sebagai Raja Asyiria yang menaklukkannya (Kerajaan Israil Utara yang beribukota di Samaria dan dimotori suku Efraim sebagai salah-satu keturunan Yusuf). Pada tahun 1621 M Dietro Della Valle asal Italia mengunjungi Behistun Inscription. Dan pada tajun 1764 M, Carsten Biebuhr seorang surveyor Jerman berhasil membuat transkripsinya untuk Raja Frederick V dan berhasil memecahkan 10 dari 37 simbol aksara Paku Persia Tua bersama sistem silabinya.

Usaha pembacaan terhadap Inskripsi Behistun memuncak dalam keberhasilan Sir Henry Rawlinson seorang petingggi militer Inggris yang bekerja untuk British East India Company. Rawlinson telah berhasil menerjemahkan kerja panjang ilmuan pada tahun 1838 M untuk inskripsi berbahasa Persia Tua. Pada tahun tersebut Rawlinson mempresentasikan temuan dan sedikit hasil pembacaannya atas inskripsi Persia Tua tersebut yang didasarkan atas sistem silabi yang dikembangkan oleh George Friderich Grotesend di Royal Asiatic Society (London) dan Societe Asiatique (Paris).

Pencapaiannya diraih melalui hasil pengerjaan penelitian terdahulu bersama dengan adanya kedekatan sistem aksara dan bahasa Persia Tua dengan sistem aksara dan bahasa Persia Pertengahan dan kontemporer dan juga melalui naskah-naskah berbahasa Avesta dan Pahlevi yang dikembangkan dari aksara Aram. Pada tahun 1843 M sekembalinya dari tugas di Afghanistan, Rawlinson berhasil menuntaskan penyalinan bahasa Elam dan Babilonia dengan bantuan anak muda pribumi yang menariknya ke dinding tebing dengan menggunakan sistem tali pemanjatan. Dalam pembacaan transkripsi bahasa Elam dan bahasa Babilonia, Rawlinson dibantu oleh Edward Hincks, Juliusoppert, Wiliam Henry Fox Talbot, dan Edwina Morris.

Inskripsi Behistun berada pada bidang tebing pegunungan kapur (limstone/karst) yang dipapas dengan ukuran 15 M x 25 M dengan jarak ketinggian ke dasar tebing sejauh 100 M. Bahasa Persia Kuno dibuat saling bersebelahan dengan bahasa Elam, sementara bahasa Babilonia dibuat dibawahnya. Panjang baris bahasa Persia Kuno sebanyak 414 baris, panjang baris bahasa Elam sebanyak 593 baris, dan panjang baris bahasa Babilonia sebanyak 112 baris. Selain berupa aksara, pada tebing batuan kapur tersebut juga ditorehkan gambar-gambar sebagai penguat ilustrasinya. Di sana dipaparkan nama-nama raja yang berkuasa sebelum Daryavahus, silsilah kebangsawanan Daryavahus, wilayah-wilayah yang telah ditundukkan Daryavahus, dan juga nama-nama raja yang telah ditundukkannya.

Selain ketiga bahasa tersebut, ditemukan juga salinan inskripsi Behistun di Mesir yang dibuat pada lembaran gulungan papirus yang diperkirakan tiba lewat tradisi kepenulisan di wilayah Samaria (wilayah Israil Utara Kuno, saat ini jalur Gaza Palestina) dengan menggunakan bahasa Aram dan aksara Aram pada abad yang sama (abad ke-6 SM). Sebagai suatu bukti dimana bahasa Aram tengah bertumbuh-kembang pada fase tersebut sebagai suatu bahasa yang aktif dalam pergaulan keseharian (lingua franca). Suatu bahasa dari masa Kerajaan Asyuria Baru yang kemudian diambil-alih Wangsa Hakamanisiya dari Kerajaan Parsa sebagai official language.
***
Daryavahus masuk ke dalam bahasa Yunani sebagai Dareiaios, ke dalam bahasa Latin sebagai Dareus, masuk ke dalam bahasa Elam sebagai Dariamauis, ke dalam bahasa Babilonia sebagai Darariamus, ke dalam bahasa Aram sebagai Drywhws, dan ke dalam bahasa Ibrani sebagai Dareyaves.

Daryavahus muncul dalam buku Historia karya Herodotus seorang Yunani. Daryavahus juga muncul dalam Kitab Perjanjian Lama (Old Testament) Nashrani yang juga sekaligus sebagai Kitab Masoret pada peristilahan Yahudi, yakni pada bagian dari Kitab Ezra, Kitab Daniel, dan Kitab Haggai.

Herodotus menuliskan jika Darius adalah putra Hystaspes putra Arsamenes putra Ariaramnes putra Teispes putra Akhaemenes. Dalam inskripsi Behistun sendiri catatan Herodotus tersebut tidak meleset, Daryavahus adalah putra Vistaspa putra Arsama putra Ariyaramna putra Cispis putra Hakhamanis.

Dalam inskripsi Behistun tercatat wilayah yang mampu ditundukkannya adalah Parsa (Persia), Uvja (Elam), Babirus (Babylonia), Athura (Assyiria), Arabaya (Arab), Mudraya (Egypth), Tyaiy Drayahya (kota-kota laut), Sparda (Lydia), Yauna (Ionia/Greek), Mada (Media), Armina (Armenia), Katpatuka (Cappadocia), Parthava (Parthia), Zraka (Drangiana), Haraiva (Aria), Uvarazmiy (Khorasania), Bakstris (Bactria), Suguda (Sogdiana), Gadara (Gandara), Saka (Scythia), Thatagus (Sattagydia), Harauvatis (Arakhosia), dan Maka (Maka).

Jumlah seluruh kota-kota tersebut menurut Daryavahus sendiri berjumlah sebanyak 23 kota. Selain itu, Darayavahus mengklaim dirinya dengan gelaran sebagai Raja dari Raja, Raja Besar, Raja Persia, Raja Babilonia, Firaun Mesir, dan Raja Kota-Kota. Sementara beberapa raja yang disitir telah ditundukkannya adalah Assina dari Elam, Nidintu-Bal dari Babilonia, Arakhan dari Babilonia, Tritantaekhmes dari Sagartia, Frada dari Margiana, dan Skunkha dari Sacan.

Bahasa Imperial Aram yang dijadikannya official language dan lingua franca di seluruh wilayah Kekaisaran Parsa Wangsa Hakamanisya pada waktunya akan terlihat mempengaruhi salah-satu bahasa inskripsi Ashoka di India Kuno. Namun berbeda dengan paket aksara Aram yang dikembangkan oleh Kekaisaran Asyiria dan juga Parsa sebagai kelanjutannya; justru Ashoka masih menggunakan aksara Ibrani Tua (Paleo Hebrew script) yang digunakan oleh komunitas Israil jauh lebih tua dari masa aksara Aram dikembangkan dikemudian hari di mana di Asia Barat Daya sendiri, komunitas Israil kemudian hari menggunakan bahasa Ibrani dalam paket aksara Aram yang pada gilirannya melahirkan aksara Ibrani modern ini.

Selain bahasa Aram, Ashoka juga dipengaruhi oleh tahap perkembangan aksara Aram yang kemudian hari menjadi aksara Kharosthi di belahan Utara dan aksara Brahmi di belahan Selatan anak Benua Indianya. Dan tentu saja, babak di antara Kekaisaran Parsa dengan Kekaisaran Jambudvipa/Prathivi di antarai oleh penundukkan wilayah Kekaisaran Parsa oleh Alehandros ho Magos dari Makedonia (Yunani/Helenis). Melalui pengaruh budaya Helenis ini, bahasa Yunani (Greek language) dan aksara Yunani (Greek script) juga merembes ke India Kuno dimana Ashoka juga menggunakannya. Khusus mengenai aksara Yunani dan aksara Yunani dan bahasa Arama dengan aksara Ibrani Tua digunakan Ashokavardhana di kawasan yang meliputi wilayah Afghanistan dan Pakistan modern ini. Sebagaimana sempat diulas pada tulisan sebelumnya, Satrap (Parsa) atau Arkhon (Yunani) yang merupakan kegubernuran yang ditinggalkan oleh Alehandros ho Magos meninggalkan sebaran budaya Helenistik yang sangat luas, termasuk di belahan Timur yang melahirkan Satrap Seleukos dan Satrap Bactria yang berkembang secara mandiri-mandiri akibat lemahnya kepemimpinan penerus dari Kerajaan Makedonia di wilayah pusat. Sistem pengelolaan wilayah imperium ke dalam Satrap/Arkhon telah dimulai sejak masa Kurushasta (Inggris: Cyrus) berkuasa di Parsa pada masa sebelum Darayavahus berkuasa. (Gelar Taufiq Kusumawardhana/Varman Institute)

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".