Kata Indikon, Indikon Melan, Indikon Khroma, dan Indikon Pharmakon yang merujuk pada benda yang sama yang tiba ke dalam bahasa Inggris modern sebagai kata Indigo (Sanskrit: Nila) telah termaktub dalam naskah berbahasa Yunani dengan judul “Periplous tes Erythras Thalasses” yang dalam terjemahan bahasa Rumawi judulnya menjadi Periplus Maris Erythraei; sementara dalam bahasa Inggris judulnya menjadi Periplus of the Erythraean Sea yang maksudnya dalam bahasa Indonesia adalah Pelayaran Keliling Laut Merah.

Dalam pengertian bahasa Yunani, Erythras Thalasses (Laut Merah) adalah laut yang membentang luas antara Benua Afrika di Barat dan Anak Benua India di Timur, yang pada saat ini menyusut pengertiannya menjadi Laut Merah modern yang berada di antara pesisir Timur Benua Afrika dan pesisir Barat Semenanjung Arab. Dengan demikian Erythrea Thalasses pada masa modern ini adalah merujuk pada apa yang kita sebut sebagai Laut Merah dan Samudra Hindia yang menghubungkan Eropa Barat dan Laut Tengah, malalui Afrika Timur, Semenanjung Arab, Persia, Anak Benua India, hingga memasuki wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Sementara Periplous maksudnya adalah Pelayaran Keliling, di mana di dalamnya merupakan catatan perjalanan, pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi, aspek kekuasaan dan bangsa-bangsa yang menempati suatu wilayah tersebut, dan komoditas perdagangan unggulan yang dimiliki daerah-daerah tersebut.

Para pakar menduga taksiran waktu pembuatan naskah berbahasa Yunani (Greek) dengan aksara Yunani (Koine) yang tidak diketahui pengarangnya tersebut berkisar antara abad ke-1 M sampai ke-3 M dengan kemungkinan dugaan yang paling kuat ditulis pada abad ke-1 Masehi. Pada abad-abad tersebut bangsa Yunani dan koloni-koloninya yang tersebar luas di Laut Tengah (Mediterania), Bosporus, dan pesisir Afrika Utara telah berada dalam naungan kewarganegaraan Romawi. Namun demikian, budaya dan bahasa Helenis masih tetap memegang nilai strategisnya yang kuat dalam sistem kekuasaan Romawi, hingga wilayah Asia Barat Daya, Asia Tengah, dan Asia Selatan sejak masa kekuasaan Aleksander dari Makedonia.

Ada yang menarik dalam catatan Periplous tes Erythras Thalasses tersebut, bahwa Indigo selain dapat digunakan dalam fungsi umumnya sebagai zat pewarna alam, bisa juga digunakan sebagai obat (kosmetik); namun demikian tidak diberitakan secara spesifik dari jenis tumbuhan apa Indigo yang datang dari Anak Benua India tersebut dibuat (para pakar modern menduganya berasal dari jenis Indigofera tinctoria). Selain itu diberitakan juga jika harga dari Indigo tersebut berkisar antara 7-20 Dinari/Litra. Litra (Yunani) atau Libra (Romawi) atau Argyre Litra (Silver Pound), adalah setara dengan 333 gram.

Kita sesungguhnya dapat mengkonversinya ke dalam bentuk mata uang rupiah hari ini misalnya, dengan catatan telah mengetahui secara pasti standar nilai mata uang Dinari (Latin: Denarius) yang berkembang dan di keluarkan oleh Romawi tersebut. Kemungkinan besar, Denarius Romawi yang dikembangkan dari Dinari Yunani tidak memiliki ukuran dan bahan yang sama dengan Dinar (Arab) yang dikembangkan dunia Islam yang meskipun memiliki akar bahasa yang sama namun secara teknis berakar dari istilah Dinar Persia (Sasanid). Jika Dinari Yunani dan Dinari Romawi menggunakan bahan dasar Perak, maka Dinar Persia (Sasanid) sebagaimana juga Dinar Kusan dan Dinar Kidarit berbahan dasar Emas.

Bisa jadi, Dinar dan Dirham pada masa Nabi Muhammad SAW dan periode awal Khilafah Islam, merujuk pada standar nilai Dinari (Denarius) dan Dirham (Drakhma) Persia (Sasanid). Namun satu hal yang pasti, harga Indigo melalui standar Dinari Romawi (Perak) tersebut pastilah cukup menawan; hanya saja tidak akan mencapai harga yang cukup spektakuler jika dibandingkan Dinari Sasanid (Emas). Gelar Taufiq Kusumawardhana

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".