Bagian (I)

Risalah Kapundung
SUATU LANDASAN TEORETIK UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PENANAMAN KEMBALI POHON KAPUNDUNG PADA ALIRAN SUNGAI CI KAPUNDUNG

Oleh, Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)

Sekilas Perihal Kajian Nama-Nama Tempat

Dalam kajian ilmu kebahasaan (lingustic) terdapat topik yang berkaitan dengan penelaahan nama-nama tempat (toponymy), yang mencakup hal-hal seperti asal-usulnya (origins), maknanya (meanings), kegunaannya (use), dan pengelompokkannya (typology).

Istilah toponimi (toponymy) sendiri berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni topos yang berarti tempat dan onoma yang berarti nama. Selain disebut dengan istilah toponimi, istilah lain untuk topik ini
adalah toponomastik (toponomastics) yang cenderung lebih bercitarasa Yunani.

Berdasarkan Oxford English Dictionary (Kamus Bahasa Inggris Oxford), kata toponymy (toponimi) untuk pertamakalinya muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1876 M, sehingga sejak saat itu
toponymy telah menggeser istilah place-name (nama tempat dalam bahasa Inggris) pada kesempatan diskusi-diskusi profesional di antara para Penggambar Bumi (Geographer).

Induk dari topik toponimi sendiri dalam kajian ilmu kebahasaan berada dalam kerangka onomastik
(onomastics) atau onomatologi (onomatology), yakni kajian yang meliputi penelaahan nama-nama yang bersifat umum (generik), yang meliputi hal-hal seperti istilah (etymology), sejarah (history), dan kegunaan dari nama-nama yang bersifat khusus (proper names).

Topik lain yang dianggap penting dalam kajian nama-nama (onomastik), selain daripada toponimi yang berkaitan dengan nama-nama tempat adalah anthroponymy (antroponimi) atau anthroponomastics (antroponomastik) yang berkaitan dengan nama-nama manusia.

Dapat diduga bahwa para ahli toponimi untuk pertamakalinya berdasarkan analisis kesejarahan adalah para pendongeng (storytellers) dan para penyair (poets) pada akar tradisi
yang berlangsung di Yunani (Greek) di mana mereka orang-orang pertama yang telah berusaha menjelaskan asal-usul dan nama-nama khusus tempat sebagai bagian dari dongeng dan syair yang mereka kemukakan di balik pertanyaan kenapa dan bagaimana suatu penamaan telah
dilakukan oleh orang terdahuu (etiological legends).

Dikarenakan penamaan tempat-tempat telah terjadi sejak jauh-jauh hari dilakukan umat manusia sebelum masa di mana tradisi tertulis terbentuk, maka kajian toponimi akan dihadapkan pada istilah-istilah yang telah terbentuk
melalui rantai perkembangan tradisi lisan (folk etymology) dan bukannya tradisi tertulis
(manuscript etymology).

Dengan kenyataan demikian, maka seorang pakar diharapkan mampu
memilah dan memberikan pertimbangan akhir melalui aspek penalaran yang lebih kritis dan ilmiah (scientific) untuk menghindari bentuk penyelewengan dan kesalah-pahaman yang mungkin terjadi melalui aspek menangkap pesan suatu cerita lisan yang dapat diterima terlalu lugas dan apa adanya.

Namun demikian lain halnya dengan kasus-kasus-kasus penamaan suatu tempat yang telah berkembang pada masa yang lebih kemudian, di mana tradisi pencatatan dan pengarsipan telah
terbangun dengan baik, meskipun daya kritis ilmiah masih tetap harus dilakukan dengan baik dan
bijaksana.

Melalui pemaparan demikian dapat terlihat jika toponimi yang merupakan cabang onomastika pada kajian kebahasaan telah memberikan jasa penting sebagai salah-satu pisau bedah dalam perkembangan dan upaya pembuatan Gambar Bumi (Geography) yang dilakukan oleh para Penggambar Bumi (Geographer).

Bahkan dalam perkembangan selanjutnya di alam modern telah terbentuk United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN), atau Kelompok Ahli Nama-Nama Penggambaran Bumi Persatuan Bangsa-Bangsa yang menaruh perhatian tidak hanya pada nama-nama tempat yang termaktub dalam peta (maps) dan sejarah setempat (locals), tapi juga melengkapinya dengan melakukan upaya wawancara dengan
penduduk di setiap daerah untuk mencercap penekanan nama-nama tempat melalui sudut pandang dan penggunaanya yang asli.

Suatu prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur telah dibuat
untuk merekam seakurat mungkin hal-hal seperti bahasanya, pengucapannya, asal-usulnya, dan maknanya sepanjang melakukan kegiatan survei di lapangan.

Nama-nama tempat adalah identitas dan sejarah yang melekat pada kebudayaan masyarakat manusia yang menghubungkannya dengan alam dan kehidupan yang mereka jalani pada suatu tempat yang mereka tinggali.

Perusakan warisan nama-nama tempat atau perubahan nama-nama tempat secara sembarangan dan tidak bijaksana yang kerap kali terjadi pada suatu masyarakat dapat mengakibatkan dampak tercerabutnya keterikatan batin dan ingatannya secara historis, psikologi, sosial, dan budaya sehingga menjadi orang-orang yang terasing dan hampa dalam menjejakkan kakinya di wilayahnya sendiri yang telah mereka warisi secara syah dari para orang tua dan leluhur-leluhurnya sejak dahulu kala.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".