LAPORAN PERDAGANGAN TARUM DALAM ARSIP VOC TAHUN 1764-1780 M
Dalam buku “De Opkomst Van Het Nederlandsch Gezag in Oost-Indie, Verzameling van Onuitgegeven Stukken uit het oud-koloniaal archief, yang disunting oleh JHR. Mr. J.K.J. De Jonge (JHR. Mr. Jan Karel Jacob De Jonge) dan M.L. Van Deventer (Marinus Lodewijk Van Deventer) dan dterbitkan Martinus Nijhoff di ‘S Gravenhage, pada tahun 1883 M, terdapat berita yang berhubungan dengan pembelian indigo di kawasan India-Belanda, sebagaimana berikut:
Laporan tahun 1764 M
Pada pasal III dengan judul “De Gouverneur Generaal Petrus Albertus van der Parra en Rade van Indie aan de Bewindhebbers der Gen. O. I. Compagnie. Batavia, den 31 December 1764”, diperoleh data bahwa di antara tahun 1763 M hingga tahun 1764 M, dari kawasan Blambangan dapat diperoleh indigo sebanyak 7,517 pon (Belanda: ponden), dari Cirebon diperoleh indigo sebanyak 12,625 pon, dan dari pedalaman Jakarta melalui Batavia diperoleh tarum (Belanda: “indigo”) sebanyak 3,527 pon. Laporan tersebut dibuat secara langsung oleh Gubernur Geneeral (Gubernur Jenderal) Petrus Albertus van der Parra bersama dengan Rade van Indie (Dewan Gubernur Jenderal) dan ditujukan kepada Bewindhebbers der Geneeral (Dewan Direktur/Dewan Pemilik Saham) pada Vereenigde Oost-Indische Compagnie (Serikat Perusahaan India-Timur).
Laporan tahun 1765 M
Pada pasal V dengan judul “Memorie door den Raad Extra-ordinaris Mr. Pieter Cornelis Hasselaar, afgaand resident, nagelaten aan zijnen vervanger den Opperkoopman Robbert Hendrik Armenault, geëligeert resident dezes Comptoirs” (Cheribon, 15 October 1765), dijelaskan bahwa Cirebon diperintah oleh kekuasaan yang dibagi menjadi 3 bagian di antara Sultan Sepuh, Sultan Anom (Sultan Cirebon), dan Panembahan. Adapun ketiganya dijelaskan oleh Pieter Cornelis Hasselaar, yang merupakan anggota dewan luar biasa (Raad Extra-ordinaris) Vereenigde Oost-Indische Compagnie, merupakan keturunan dari Susuhunan Gunung Jati (Soesoehoenang Goenoeng Djati), atau Syeh Maulana (Sjeich Moelana), yang merupakan penganut agama Islam (Mahometaansche) dan yang menyebarkannya di Jawa.
Dari Cirebon tersebut, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) memperoleh indigo sebanyak 22,5 pikul (picols), yang diurus oleh pelaksana tugas para pangeran, yakni para Tumenggung Adipati. Selain menjual komoditas indigo, Cirebon juga menjual komoditas berupa padi (pady) dan kopi (coffy) meskipun tidak dalam jumlah yang banyak. Dari sini jelas bahwa masyarakat Eropa pada waktu itu juga menerima pasokan padi dari wilayah India-Timur dan demikian juga kopi, seperti halnya dengan indigo, sebenarnya bukan tumbuhan yang baru saja didatangkan (introdusir) dari belahan bumi lain dan kemudian diperintahkan kepada masyarakat pribumi untuk ditanam oleh VOC, atau pemerintahan India-Belanda, melainkan sudah merupakan komoditas pertanian dan usaha yang dibangun sebagai warisan dari era kesultanan Islam.
Untuk memenuhi pasokan yang lebih besar dari wilayah Cirebon, seperti kopi (koffy), merica (peper), benang kapas (cattoenen garen), tarum (indigo), dan lain-lain, VOC mulai mengarahkan tujuannya kepada wilayah-wilayah mandiri lainnya yang masih berada di bawah Cirebon, seperti Losari yang berada di bawah pemerintahan Pangeran Rangga Jagawasita, Indramayu yang berada di bawah pemerintahan Pangeran Ingabehi Wira Lodra yang masih kanak-kanak (berada dalam perwalian Patih Tanujiwa dan Patih Wirantaka karena orang tuanya dimakzulkan) dan kawasan Parahiyangan seperti Utama, Ciamis, Imbanagara, Limbangan, Sukapura, Parakanmuncang, dan Sumedang yang masih berada di bawah Cirebon. Namun demikian, khusus wilayah Parakanmuncang dan Sumedang yang selama tujuh tahun sebelumnya berada di bawah Cirebon, sejak Resolutie van 28 Mei 1765, dikembalikan ke bawah pemerintahan Gubernur Jenderal VOC di Batavia.
Dari wilayah Gebang yang diperintah oleh Pangeran Gebang, kemudian diperoleh indigo sebanyak 4 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 8 pikul dan dari wilayah Indramayu di bawah pemerintahan Pangeran Ingabehi Wira Lodra (dalam perwaian Patih Tanujiwa dan Patih Wirantaka) diperoleh indigo sebanyak 4 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 8 pikul. Sementara dari kawasan Parahiyangan, yakni dari Utama diperoleh indigo sebanyak 4,5 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 19,5 pikul, dari Ciamis diperoleh indigo sebanyak 7 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 29 pikul, dari Imbanagara diperoleh indigo sebanyak 8 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 39 pikul, dari Limbangan diperoleh indigo sebanyak 4 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 20 pikul, dari Sukapura diperoleh indigo sebanyak 18 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 59 pikul (tahun 1764 M) dan dari Utama diperoleh indigo sebanyak 5 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 14 26/133 pikul, dari Ciamis diperoleh indigo sebanyak 5 107/133 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 10 pikul, dari Imbanagara diperoleh indigo sebanyak 8 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 15 67/133 pikul, dari Limbangan diperoleh indigo sebanyak 3 44/133 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 13 81/133 pikul, dari Sukapura diperoleh indigo sebanyak 17 16/133 pikul (picols) dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 23 pikul (tahun 1765 M).
Adapun catatan perdagangan dari kawasan Cirebon dan Parahiyangan sejak 1739 M hingga tahun 1763 M, menurut Pieter Cornelis Hasselaar, tidak diketahui sehingga tidak bisa dilaporkan.
Laporan tahun 1766 M
Pada pasal VII dengan judul “De Gouverneur-Generaal Petrus Albertus van der Parra en Rade van Indie aan Z.D.H. den Prince van Oranje, Opperbewindhebber en Opper-Gouvern. Generl., en aan de Bewindhebbers der Gen. O. I. Comp. Batavia, 31 dec. 1766”, dari kawasan pedalaman Jakarta (Jaccratrasch Bovenlanden) diperoleh indigo sebanyak 22 35/250 pikul 2767,5 pon dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 87 15/128 pikul dan 10893 pon. Khusus untuk indigo rinciannya diperoleh sebagaimana berikut: dari Pamanukan 12 pon, dari Pagaden 11 pon, dari Cibalagong 38 pon, dari Sumedang 2 pikul 49,5 pon, dari Parakanmuncang 13 pikul, dari Bandung 1 pikul 32 pon, dari Cianjur, Jampang, kawasan laut selatan 5 pikul.
Laporan tersebut dibuat oleh A. A. van Tets, disetujui oleh B. Reijke, atas nama Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra untuk Pangeran Orange (kemungkinan dijabat William V), yang merupakan Opperbewindhebbers (Direktur Utama dalam Dewan Direktur/Dewan Pemilik Saham) dan Opper-Gouvern. Generl. (Gubernur Jenderal Tertinggi) dan Bewindhebbers (Dewan Direktur/Dewan Pemilik Saham) lainnya pada Vereenigde Oost-Indische Compagnie (Serikat Perusahaan India-Timur/VOC).
Laporan tahun 1767 M
Pada pasal XI dengan judul “De Gouverneur-Generaal Petrus Albertus van der Parra en Raden van Indie aan Z. D. H. den Prins van Oranje, Opperbewindhebber, en de Bewindhebbers der Gen. O. Ind. Comp. Batavia, 31 Dec. 1767”, diperoleh indigo sebanyak 5312,5 pon dari Blambangan. Sementara dari kawasan pedalaman Jakarta (Jacatrasche bovenlanden) dan Parahiyangan (Preanger landen), diperoleh indigo sebanyak 22 81/125 pikul 2831 pon dan benang kapas (cattoenen garen) 143 34/135 pikul 17909 pon.
Laporan tahun 1768 M
Pada pasal XV dengan judul “De Gouverneur-Generaal Petrus Albertus van der Parra en Rade van Indie aan Z. D. H. den Prins van Oranje en de Bewindhebbers der Gen. Oost. Ind. Comp. Batavia, dd. 31 Dec. 1768”, diperoleh indigo sebanyak 7175 pon dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 44465 pon dari Madura, melalui pangeran muda, yang merupakan putra mendiang Raden Tumenggung Natadiningrat.
Laporan tahun 1769 M
Pada pasal XVII dengan judul “De Gouverneur-Generaal Petrus Albertus van de Parra en Rade van Indie aan Z. D. H. en aan de Bewindhebbers der Gen. Oost. Ind. Comp. Batavia 31 Dec. 1769”, diperoleh indigo sebanyak 6750 pon dan benang kapas (cattoenen garen) sebanyak 44875 pon dari Madura, melalui Raden Tumenggung Ranadiningrat, yang baru dipulangkan dari wilayah pengasingannya di Srilangka, saudara pangeran muda Madura yang meninggal dunia.
Laporan tahun 1771 M
Pada pasal XXV dengan judul “Memorie door den oppercoopman en oud sabandhaar van Batavia Robbert Hendrik Armenault, afgaande resident deses comptoirs, nagelaten aan zyn vervanger den koopman titulair Evert Jan van Nieuwkerken, genaamt Nyvenheim” Cheribon, ultimo Augustns 1771, merupakan laporan akhir masa jabatan selama berdinas 5 tahun 10 bulan yang dilakukan oleh Robbert Hendrik Armenault sebagai kepala perdagangan (oppercoopman) dan kepala pelabuhan (sabandhaar) di Batavia. Di sini dapat terlihat bahwa kedudukan syahbandar di Jayakarta, yang semula berada di tangan para pangeran dari kesultanan telah diambilalih secara mutlak oleh VOC.
Dalam memoirnya, Robbert Hendrik Armenault menyebutkan para syahbandar VOC sebelumnya seperti Jongbloet, Gobius, van Tets, Tersmitten, Donker van der Hoff, Landsheer, van Soesdyk, van de Zeedert, von Glan, van der Heyden, van Suehtelen, Ingerssen, dan yang terpenrting menurut Robbert Hendrik Armenault adalah Pieter Cornelis Hasselaar. Selain mempelajari laporan-laporan akhir para pendahulunya, kecuali van de Zeedert dan van der Heyden yang tidak meninggalkan cacatan), Robbert Hendrik Armenault mengikuti jejak Pieter Cornelis Hasselaar, yang mengulas banyak hal terkait dunia perdagangan dan berbagai pengamatan lainnya yang menunjang strategi perdagangan.
Salah-satu yang paling menarik adalah pemetaan garis silsilah kesultanan Cirebon yang diberi sub judul khusus “Genealogie” dan implikasinya terhadap pemekaran wilayah-wilayah dan daftar penguasa-penguasa dari pusat hingga ke daerahnya. Adapun seluruhnya dianggap berpangkal pada “Soesoehoenan Goenoeg Djati”, atau “Chec Maulana”. Karena mengandung informasi yang bersifat teliti, lengkap, dapat diandalkan, sebagai keterangan yang bersifat pengakuan dari pihak eksternal pada zaman tersebut, maka dibutuhkan ruangan khusus dalam bentuk ulasan tersendiri. Termasuk garis silsilah sultan-sultan Banten dalam tulisan lain, yang langsung merupakan transkripsi dari bahasa Melayu dari salah-satu sultan yang bersangkutan pada masa tersebut.
Kembali kepada persoalan komoditas tarum (indigo), sebagaimana yang sudah pernah diulas pada tulisan sebelumnya, yakni pada tanggal 18 Januari 1752 M, telah diterima kiriman indigo dari Cirebon, sebanyak 10 pikul dari Tumenggung Bratadiredja sebagai pelaksana kerja yang mewakili Sultan Anom (dijabat oleh Sultan Anom Abil Khairi Muhammad Khairuddin buyut dari Sultan Anom Abil Manasri Badruddin/Pangeran Kartawijaya), 10 pikul dari Tumenggung Kartadiredja sebagai pelaksana kerja yang mewakili Sultan Sepuh (dijabat oleh Sultan Sepuh Tajul Arifin Muhammad Zainuddin buyut Sultan Sepuh Syamsyuddin/Pangeran Martawijaya), dan 2,5 pikul dari Tumenggung Sacadipura sebagai pelaksana kerja yang mewakili Panembahan (dijabat oleh Panembahan Cirebon Tajul Arisin Muhammad Tahir Jarini Sabirin buyut dari Panembahan Cirebon Abdul Kamil Muhammad Nasruddin/Pangeran Wangsakerta).
Sebenarnya terdapat juga sultan yang lain yang berkuasa secara bersamaan, yang sama-sama merupakan generasi buyut dari garis keturunan Sultan Sepuh Syamsyuddin/Pangeran Martawijaya, selain dari Sultan Sepuh Tajul Arifin Muhammad Zainuddin, yakni Sultan Cirebon Abil Muharram Muhammad Khairuddin. Dari sini dapat terlihat bahwa selain dari keberadaan kanoman dan panembahan, berkembang juga kasepuhan menjadi dua rumah tangga berbeda, yakni kasepuhan dan kacirebonan. Adapun andil Sultan Cirebon Abil Muharram Muhammad Khairuddin dalam transaksi perdagangan dengan VOC di atas tidak diberitakan.
Kemudian, dari kawasan Parahiyangan (Preanger landen) yang masih berada di bawah Cirebon, pada tanggal 10 November 1765 M, telah diterima kiriman indigo dari Sukapura sebanyak 18 pikul dan benang kapas sebanyak 56 pikul dari Tumenggung Wiradadaha. Pada tanggal 18 Maret 1732 M, telah diterima kiriman indigo dari Galuh (terdiri dari Imbanagara, Ciamis, dan Utama), sebanyak 8 pikul dan benang kapas sebanyak 39 pikul dari Patih Kusumadinata (Imbanagara), hanya saja setelah melalui pemeriksaan kualitas, yang berhasil diterima indigo hanya sebanyak 6 pikul dan benang kapas sebanyak 29 pikul. Pada tanggal 3 Mei 1756 M, telah diterima kiriman indigo sebanyak 7 pikul dan benang kapas sebanyak 29 pikul dari Tumenggung Wirautama (Ciamis), hanya saja setelah melalui pemeriksaan kualitas, yang berhasil diterima indigo hanya sebanyak 5 pikul dan benang kapas sebanyak 20 pikul. Pada tanggal 10 November 1762 M, telah dikirim indigo sebanyak 4,5 pikul dan benang kapas sebanyak 19,5 pikul dari Tumenggung Wiramantri (Utama). Sebagaimana dengan kiriman barang dari kedua tumenggung sebelumnya, kiriman barang dari Tumenggung Wiramantri juga sebagian tidak diterima setelah melalui hasil pemeriksaan kualitas, hanya saja tidak disebutkan jumlah awal indigo dan benang kapasnya. Adapun kegiatan pemeriksaan kualitas indigo secara langsung dilakukan di Galuh oleh Lodewyk Angely, yang bekerja sebagai indigo-sorteerder (pemeriksa tarum). Pada tanggal 28 April 1763 M, telah diterima kiriman indigo dari Limbangan, sebanyak 4 pikul dan benang kapas sebanyak 20 pikul dari Tumenggung Wangsadiredja. Di bawah pengawasan R.H. Armenault, kinerja Tumenggung Wangsadiredja dianggap kurang baik. Sehingga pada tahun-tahun awal R.H. Armenault bertugas, hanya mendapatkan sedikit kiriman dan pada tahun 1771 M, kirimannya yang berhasil diperoleh hanya memuat indigo sebanyak 2 pikul dan benang kapas sebanyak 60 pon. Meskipun telah mendapatkan teguran oleh R.H. Armenault dan pembuat indigo (indigo-makers), baik pembuat indigo sebelumnya, dan pembuat indigo selanjutnya, yakni Jacobus van Bommel. Pada tanggal 4 Agustus 1714 M, 27 Mei 1719 M, dan 5 Maret 1721 M, telah diterima kiriman indigo dari Gebang, sebanyak 4 pikul dan benang kapas sebanyak 8 pikul dari Pangeran Sutalaya. Sebagaimana dengan Tumenggung Wangsadiredja dari Limbangan, demikian juga dengan Pangeran Sutalaya dari Gebang, cenderung sulit untuk diberikan teguran oleh R.H. Armenault. Pada tanggal 16 September 1764 M, telah diterima kiriman indigo dari Indramayu, sebanyak 4 pikul dan benang kapas sebanyak 8 pikul dari Ingabehi Wiralodra (Indramayu), melalui dua orang walinya karena yang bersangkutan masih kanak-kanak, yakni Ingabehi Tanujiwa dan Tanuwijaya (penguasa Wirantaka). Adapun berdasarkan laporan tanggal 3 Januari 1747 M, dapat diketahui melalui keterangan R.H. Armenault, bahwa terdapat juga petugas pembuat indigo (indigo-maker) di Indramayu, dengan nama Jan Hendrik Christoffel.
Pada pasal XXVIII dengan judul “De Gouverneur-Generl. Petrus Albertus van der Parra en Rade van Indie aan Z. D. II. en de Bewindhebbers der Gen. O. Ind. Cornp. Batavia, 31 dec. 1771”, diberitakan dari kawasan pedalaman Jakarta (Jaccatrasche Bovenlanden) dan Parahiyangan (Preangerlanden) yang merupakan satu kesatuan wilayah, diperoleh indigo sebanyak 48 7/10 pikul dan benang kapas (cattoene garen) 140,5 pikul.
Laporan tahun 1773 M
Pada pasal XXXIV dengan judul “Geleeverde producten uit dezelfde Regentschappen, van Anno 1769 tot 1773”. Batavia, ultimo December 1773. A.V. Helsdingen, dari kawasan pedalaman Jakarta (Jaccratrasch Bovenlanden) dan Parahiyangan (Preangerlanden), diperoleh indigo sebanyak ¼ pon dan benang katun 1 pikul dari Ciasem, diperoleh indigo sebanyak ¼ pon dan benang katun 1 pikul dari Pamanukan, diperoleh indigo sebanyak ¼ pon dan benang katun 1 pikul dari Pagaden, diperoleh indigo sebanyak ½ pon dan benang katun 1 pikul dari Cibalagong, diperoleh indigo sebanyak 2 pikul dan benang katun 15 pikul dari Karawang, diperoleh indigo sebanyak 7 pikul dan benang katun 25 pikul dari Sumedang, diperoleh indigo sebanyak 15 pikul dan benang katun 35 pikul Parakanmuncang, diperoleh indigo sebanyak 10 pikul dan benang katun 35 pikul dari Bandung, diperoleh indigo sebanyak 15 pikul dan benang katun 35 pikul dari Cianjur, Jampang, dan pesisir selatan. Kemudian pada waktu yang berbeda diperoleh juga indigo 1 pon dan benang kapas ½ pon dari Pamanukan, indigo 0 pon dan benang kapas 1 pikul dan 105/125 pon dari Pagaden, indigo 8 pon dan benang kapas 0 pon Cibalagong, indigo 0 pon dan benang kapas 74/125 pon Cikalong, indigo 0 pon dan benang kapas 11 pikul Karawang, indigo 4 pikul dan 19/125 pon dan benang kapas 11 pikul dan 53/125 pon Sumedang, indigo 3 pikul dan 61/125 pon dan benang kapas 34 ¾ pon Parakanmuncang, indigo 6 pikul dan 37/125 pon dan benang kapas 19 pikul Bandung, dan indigo 3 pikul dan 118/125 pon dan benang kapas 32,5 pikul Cianjur, Jampang dan pesisir selatan.
Pada pasal XXXV dengan judul “Acte van verband voor Poespo Negara, Regent van het district Brebes, omtrent het doen van heeren- diensten en de verpligte leverantie van producten”, Tagal den 12n July 1773, J.R. van der Burgh, dari kawasan Tegal, diperoleh indigo sebanyak 5 pikul dan benang katun 5 pikul.
Laporan tahun 1774 M
Pada pasal XXXVI dengan judul “De Gouverneur van Java’s Noord-Oostkust aan Gouverneur-Generaal en Rade van Indie. Samarang, 5 February 1774”, J.R. van der Burgh, diperoleh indigo sebanyak 58 pikul dan benang katun sebanyak 277 pikul dari kawasan Batang dan Kendal. Sementara pada kawasan Brebes, Tegal dan Pemalang, Wiradesa, dan Pekalongan, dapat diperoleh benang katun. Namun demikian, tidak terdapat cacatan mengenai diperolehnya indigo.
Pada pasal XXXIX dengan judul “De Gouverneur-Generaal Petrus Albertus van der Parra en Rade van Indië aan Z. D. H. en de Bewindhebbers der Gen. O. Ind. Comp. Batavia, 31 December 1774”, diperoleh 1375 pon indigo dan 39200 pon benang kapas dari Batavia pada tanggal 31 Maret 1774 M.
Laporan tahun 1778 M
Pada pasal LI dengan judul “Memorie van den koopman Arnoldus Constantyn Mom, afgaande resident deeses comptoirs, nagelaten aan zyn vervanger den oud raad ordinair van justitie en oud water fiscaal van Batavia Mr. Joachim Wicherts”. Cheribon, primo September 1778, diberitakan bahwa VOC memperoleh indigo dari Sultan Anom Cirebon melalui Tumenggung Natanagara dan dari Sultan Sepuh Cirebon melalui Tumenggung Kartadirja, masing-masing 12,5 pikul, dari Aria Sutajaya di Gebang 4 pikul indigo dan 8 pikul benang kapas, dari Ingabehi Wiralodra di Indramayu 4 pikul indigo dan 8 benang kapas, dari Tumenggung Wiradadaha di Sukapura 18 pikul indigo dan 15 pikul benang kapas, dari Adipati Kusumadinata di Imbanagara (Galuh) 6 pikul indigo dan 29 pikul benang kapas, dari Tumenggung Jayangpati di Ciamis (Galuh) 5 pikul indigo dan 20 pikul benang kapas, dari Tumenggung Wiramantri di Utama (Galuh) 4,5 pikul indigo dan 19,5 pikul benang kapas, dari Tumenggung Wangsadireja di Limbangan 4 pikul indigo dan 20 pikul benang kapas. Adapun di Galuh secara khusus diberitakan terdapat Johan George Sengebushch yang menangani sebagai indigoomaaker (pembuat indigo).
Pada pasal LIV dengan judul “Samentrekking vau de inwoners en plantagien der Jacatrasche Beneden-, Boven- en Preangerlanden.” 31 December 1778, istilah indigo mengalami pergeseran dengan digunakannya kata indigotuinen, sementara benang kapas yang biasa disebut dengan cattoene garen, digunakan kata kappastuinen. Adapun perolehan indigo dan benang kapas antara tahun 1777 M hingga 1778 M di kawasan pedalaman Jakarta dan Parahiyangan adalah sebagaimana berikut: (1) Cianjur (Balubur, Gunung Parang, Cimahi, Pagedongan, Jampang, Cikalong, Cibalagong) diperoleh 406 pikul indigo dan 891 pikul benang kapas khusus dari wilayah Cimahi sementara yang lainnya kosong (2) Bogor (Kampung Baru, Dermaga), seluruhnya kosong (3) Tangerang (Ciampea, Pajarongan), seluruhnya kosong (4) Girinding (Batulayang, Bandung-Timbanganten-Wanayasa, Parakanmuncang, Sumedang, Pamanukan-Pagaden, Ciasem, Karawang-Adiarsa), diperoleh 38 pikul indigo dan 40 pikul benang kapas. Adapun rincian dari kawasan Girinding tersebut, khusus diperoleh dari wilayah Batulayang (2 pikul indigo dan 4 pikul benang kapas), Bandung-Timbanganten-Wanayasa 10 pikul indigo dan 16 pikul benang kapas), Sumedang (14 pikul indigo dan 9 pikul benang kapas), dan Pamanukan-Pagaden 12 pikul indigo dan 10 pikul benang kapas).
Adapun wilayah-wilayah lain bukan berarti seluruhnya kosong dari komoditas, melainkan hanya difokuskan pada ulasan indigo dan benang kapas saja. Wilayah-wilayah lain tersebut, sebagaimana dengan wilayah-wilayah yang mampu menghasilkan indigo dan benang kapas, memiliki andil dalam produksi kopi (coffy), lada (peper), dan kapulaga (cardamon). Sangat menarik, bahwa selain indigo, bahkan termasuk kopi dan kapas (karena ketika berbicara kapuk memiliki istilah yang berbeda), atau beberapa komoditas lainnya yang selama ini dianggap hasil introdusir oleh VOC, sebenarnya sudah merupakan warisan komoditas dan praktik pengebunan sejak sebelum era VOC (era kesultanan).
Pada pasal LVI dengan judul “Kort sommarium der producten, welke de onder noemen Regentschappen jaarlyks moeten uytleveren volgens de resolutien van den 4n February 1763 en 3 July 1767 en hebben dezen jare geleverd”. Batavia den 31n December 1778, dengan wilayah pemetaan yang meliputi Cipamingkis, Ciasem, Pamanukan, Pagaden, Karawang, Sumedang, Parakanmuncang, Cimahpar dan Jatinagara, Bogor, Kampung Baru, Cianjur-Jampang-pesisir selatan, Bandung, Cikalong, Cibalagong, Tangerang, dan Girinding diperoleh data secara akumulatif dari seluruh wilayah-wilayah tersebut, yakni 50 ¼ pikul indigo dan 149 pikul benang kapas pada putaran pertama dan 9 pikul dan 122 pon indigo dan 122 pikul dan 115 pon benang kapas pada putaran kedua.
Laporan tahun 1780 M
Pada pasal LXI dengan judul “Memorie tot narigt voor den Heer Johannes Siberg, aankomend Gouverneur en Directeur van Java’s Noord-oostkust , ingerigt en overgegeven door Joliannes Robert van der Burgh, Raad extraordinair van Nederlands-Indie, afgaande Gouverneur en Directeur, by desselvs vertrek naar Batavia in anno 1780”, Samarang, den 19 September 1780, bahwa dari Brebes di bawah Tumenggung Puspanagara diperoleh indigo 5 pikul dan benang katun 5 pikul, dari Pamalang di bawah Tumenggung Rakunagaradiperoleh indigo 7 pikul dan benang katun 6 pikul, dari Wiradesa di bawah Tumenggung Joyodiwijaya diperoleh indigo 12 pikul dan benang katun 2 pikul, dari Pakalongan di bawah Tumenggung Wiryadinagara diperoleh indigo 6 pikul dan benang kapas 4 pikul, dari Japara di bawah Tumenggung Raksaraja diperoleh indigo 20 pikul dan benang kapas 20 pikul, dari Kudus diperoleh indigo 10 pikul dan benang katun 12 pikul, dari Pati di bawah Raden Tumenggung Aria Magatsari dan Mangkukusuma diperoleh indigo 18 pikul, dan terdapat juga ulasan bahwa pada tahun 1779 dari kawasan Pakalongan, Wiradesa, Pamalang dan Brebes diperoleh 5550 pon indigo pada kali pertama dan 5929 pon indigo pada kali yang kedua.
Pada pasal LXII dengan judul “Memorie van de producten, dewelke de regenten en pagters respective in het presente jaar 1780 gehouden zyn te leveren, daarop reeds
voldaan hebben, en nog schuldig gebleven zyn, ultimo Augustus jongstleeden”, Samarang, ult. Augustus 1780, J. van Santen, pada ruang lingkup wilayah Mataram yang pada masa tersebut berada di bawah Susuhunan Pakubuwana Senapati Ingalaga Abdurrahman Sahidin Panatagama di Surakarta Adiningrat dan Sultan Hamengkubuana Senapati Ingalaga Abdurrahman Sahidin Panatagama Khalifatullah di Yogyakarta Adiningrat, yang meliputi Madura, Pamekasan, Sumenep, Surabaya, Pasuruan, Basuki, Blambangan, Lumajang, Porong, Malang dan Anting, Puger, Bangil, Jember, Prayakan, Centong, Sabrang, Gresik, Lumajang, Sedayu, Tuban, Lasem, Rembang, Panjangkungan, Palo, Yana, Pati, Cingkelsewu, Japara, Kudus, Demak, Samarang, Kaliwungu, Kendal, Batang, Pakalongan, Wiradesa, Ulujami, Tegal, Pamalang, dan Brebes, diperoleh keterangan bahwa indigo tidak diperoleh dan benang kapas diperoleh sebanyak 376 (tahun 1780 M), indigo diperoleh sebanyak 45 1/50 pikul dan benang kapas diperoleh sebanyak 314 3/6 pikul (tahun 1781 M), dan indigo tidak diperoleh dan benang kapas diperoleh sebanyak 61 2/5 pikul. Adapun indigo tersebut diperoleh di kawasan Pasuruan, Malang dan Anting, Samarang, Kaliwungu, Ulujami, dan Pamalang.
Dari sekian bentang wilayah, kawasan pedalaman Jakarta dan Parahiyangan memiliki nilai strategis dalam pengembangan pasokan indigo dan benang katun dan termasuk beberapa komoditas utama lainnya yang dibutuhkan dalam alur perdagangan VOC pada masa tersebut. Sebagai catatan, secara umum 1 pikul dapat dikonversi sebanyak 30 kg dan 1 pon sebanyak 500 kg. Untuk konversi Real Spanyol yang digunakan sebagai standar perhitungan sistem keuangan VOC pada era tersebut, kita tunda dilain kesempatan.
Bandung, 11 Desember 2023 M
Gelar Taufiq Kusumawardhana/The Varman Institute
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.