Risalah Tarum Areuy
(2) MAKNA BINOMIAL NOMENKLATUR PADA KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN TARUM
Oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)
Pada Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diterbitkan oleh PN BALAI PUSTAKA Jakarta (cetakan kelima tahun 1976), halaman 1023 dikatakan bahwa: “Tarum: 1 n tumbuh-tumbuhan yang daunnya dibuat nila, ada bermacam-macam; seperti –akar, Marsdenia tinctoria R.Br.; –daun alus, Indigofera arrecta HOCHST; –hutan, Indigofera galegoides DC; –kembang, Indigofera suffruticosa MILL; 2 + hitam; biru tua; mis. harimau–; padi–.”
Melalui keterangan kamus bahasa Indonesia tersebut kita akan mengetahui jika tarum merupakan konsep yang bersifat umum (generik/general), sehingga tidak bersifat khusus (spesial/spesifik) merujuk pada satu tumbuhan yang bersifat tunggal, melainkan merujuk pada beberapa tumbuhan antara lain: Tarum Akar (Marsdenia tinctoria R.Br.), Tarum Daun Alus (Indigofera arrecta HOCHST), Tarum Hutan (Indigofera galegoides DC), dan Tarum Kembang (Indigofera suffruticosa MILL).
Melalui kajian Ilmu Klasifikasi Tumbuhan (Taxonomi) kita akan mengetahui bahwa kamus bahasa Indonesia tersebut telah merujuk pada dua buah genus (genus) dan tiga buah spesies (species) yang berbeda. Genus dari kata genera juga artinya umum, sehingga dalam keumumannya tersebut mencakup kekhususan-kekhususan yang banyak yang biasa disebut dengan spesies. Dalam bahasa Indonesia genus tersebut biasa diterjemahkan sebagai marga dan spesies biasa diterjemahkan sebagai jenis. Di dalam jenis biasanya masih terdapat keanekaragaman yang bersifat kecil dan tidak signifikan yang biasa disebut dengan istilah varian (variant/variety), perbedaan.
Marsdenia adalah marga, demikian juga Indigofera. Sehingga antara Marsdenia dan Indigofera berbeda dalam marganya. Jika kita telusur lagi pada rantai klasifikasi lebih umum, di atas marga Marsdenia masih ada keluarga (family) Apocynacea dan ordo Gentianale sementara marga Indigofera menginduk pada keluarga Fabacea dan ordo Fabales. Kita masih harus menelusur ke atas hingga marga Marsdenia dan marga Indigofera berada dalam atap kekeluargaan yang sama. Satu hal yang dapat digambarkan dari adanya perbedaan rantai kekeluargaan yang panjang tersebut, bahwa marga Marsdenia dan marga Indigofera terpisah jauh dalam aspek kekeluargaannya. Sehingga implikasinya, antara kedua marga tersebut akan memiliki perbedaan fisik atau anatomi tetumbuhan yang berlainan.
Jika nama depan merupakan penanda marga, maka bersama nama belakangnya; rangkaian nama tersebut akan menjadikannya suatu identitas yang khusus sebagai suatu jenis. Marsdenia tinctoria berdasarkan Binomial Nomenklatur (Sitem Penaman Dua Kata) yang telah dirintis oleh Bapak Taksonomi asal Swedia, Carolus Linnaeus (1707-1778 M) dalam buku Systema Naturae dengan demikian adalah nama jenis. Demikian juga Indigofera arrecta, Indigofera galegoides, dan Indigofera suffruticosa dengan demikian adalah nama-nama suatu jenis. Baik Indigofera arrecta, Indigofera galegoides, dan Indigofera suffruticosa meskipun memiliki perbedaan pada tingkat jenisnya, namun demikian ketiganya tersebut masih berada dalam marga yang sama sebagai marga Indigofera dan membuatnya berbeda dengan Marsdenia tinctoria yang berada dalam marga Marsdenia.
Pertanyaan mendasarnya, apa dan kenapa tumbuhan pada tingkat marga dan jenis yang jauh berbeda tersebut masih sama-sama dikatakan sebagai tarum? Pada kamus bahasa Sunda dan kamus bahasa Indonesia sebenarnya telah terjawab dengan sendirinya, yakni dikarenakan keseluruhan tumbuhan tersebut mampu menghasilkan warna yang sama, yakni menghasilkan warna biru untuk kepentingan pewarnaan dalam tradisi tekstil kuno sebelum masa penemuan zat pewarna sintetik ditemukan. Di sini, melalui sistem binomial nomenklatur isyarat yang sama juga dapat ditemukan. Tinctoria yang berakar dari bahasa Latin Tinctorum dari akar kata Tinctus artinya adalah zat pewarna itu sendiri. Dengan adanya kode tinctoria pada jenis Marsdenia tinctoria dan Indigofera pada keempat jenis tumbuhan dari dua marga berlainan tersebut terikat dari aspek substansi dan esensinya yang dapat menghasilkan zat pewarna dan dapat mengkasilkan warna pada benda yang diwarnainya, meskipun secara aksidensi memiliki bentuk anatomi tumbuhan yang berlainan. Mengenai makna Indigofera akan ditelusuri pada tulisan selanjutnya. Dan satu hal yang tertunda untuk dijelaskan, dibelakang dua kata dalam Binomial Nomenklatur tersebut, pada umumnya adalah kode nama dari Ahli Botani yang diabadikan atas jasanya yang telah mampu melakukan usaha dalam proses identifikasi dan klasifikasi dalam taksonominya.

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.