Risalah Tarum Areuy
(3) MARSDENIA DAN MARSDENIA TINCTORIA DALAM CATATAN ROBERT BROWN DAN WILLIAM MARSDEN
Oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)
Pada tulisan Risalah Tarum Areuy sebelumnya (1) MAKNA TARUM DALAM KAMUS BAHASA SUNDA DAN KAMUS BAHASA INDONESIA dan (2) MAKNA BINOMIAL NOMENKLATUR PADA KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN TARUM kita telah memperoleh daftar nama-nama tumbuhan yang termasuk ke dalam kategori tarum, baik dalam istilah bahasa Melayu (vernacular names) maupun dalam istilah bahasa Ilmiahnya (scientific names), yakni antara lain: Tarum Akar (Marsdenia tinctoria R.Br.), Tarum Daun Alus (Indigofera arrecta HOCHST), Tarum Hutan (Indigofera galegoides DC), dan Tarum Kembang (Indigofera suffruticosa MILL).
Dalam buku The Miscellaneaous Botanical Works Karya Robert Brown kita akan mendapatkan keterangan mengenai marga Marsdenia dan jenis Marsdenia tinctoria R.Br. sebagai berikut:
“MARSDENIA
“CHAR. Corolla urceolata 5fida, nune subrotata.
Corona staminea 5phylla, foliolis compressis, indivisis, intus edentulis.
Anherae membrana terminatae.
Massae pollinis erectae, basi affixae.
Folliculi laeves. Semina comosa.
HABITUS. Suffrutices saepius volubiles. Folia opposita, latiuscula, plana. Cymae, nune Thyrsi, interpetiolares.
Stigma saepitus muticum, quandoque rostratum, rostro indiviso vel bifido.
PATRIA. India Orientalis et Nova Hollandia; tarius in America Meridionali, et Syria.
OBS. This genus differs from Pergularia, chiefly in the want of the inner laciniae of the corona: it is therefore an arbitrary separation, and made principally to obtain clearer characterd for both. The two species, with an elongated stigma, are perhaps not truly of this genus, but if separated from it, must form each a distinct genus.
It is named in honour of WILLIAM MARSDEN, ESQ., F.R.S., late Secretary to the Admiralty, and author of a very judicious and learned “History of Sumatra” in which, though it is evidant that he has not made botany his particular study, he has had the merit of turning the attention of botanists to several valuable plants, among others: to the Camphor Tree of Sumatra, and to a species of this genus, Marsdenia tinctoria, said to afford the best indigo in that island
…
2. M. tinctoria, caule volubilis, foliis cordati ovato oblongis acuminatis glabriusculis basi antice glandulosis, thyrsis lateralibus, fauce barbata.
Tarram akkar. Mars. Sumat. 78
HAB. In Insula Sumatra. (v.s. in Herb. Bank)
…” (The Miscellaneous Botanical Works by Robbert Brown, ESQ., D.C.L., F.R.S., Edinburgh, 1811)
Untuk menghindari kerumitan teknis dalam bidang Botani dan Taksonomi kita akan terjemahkan sebagian kalimat saja yang dirasa paling penting dalam memberikan riwayat umum terkait marga Marsdenia dan jenis Marsdenia tinctoria R.Br. tersebut. Dalam kalimat bahasa Inggris di atas, Robert Brown menulis:
“… It is named in honour of WILLIAM MARSDEN, ESQ., F.R.S., late Secretary to the Admiralty, and author of a very judicious and learned “History of Sumatra” in which, though it is evidant that he has not made botany his particular study, he has had the merit of turning the attention of botanists to several valuable plants, among others: to the Camphor Tree of Sumatra, and to a species of this genus, Marsdenia tinctoria, said to afford the best indigo in that island…” artinya “Namanya (maksudnya Marsdenia) diberikan untuk menghormati WILLIAM MARSDEN, ESQ., F.R.S., mantan Sekretaris untuk Angkatan Laut (maksudnya Angkatan Laut Kerajaan Anglikan Inggris), dan penulis “History of Sumatra” yang bijaksana dan terpelajar yang mana, meskipun hal itu membuktikan bahwa dia tidak menjadikan kajian Botani sebagai suatu kajian yang bersifat khusus, dia layak untuk mendapatkan perhatian dari para Ahli Botani atas beberapa tumbuhan bernilai (yang diulasnya), antara lain: pada Pohon Kamper Sumatra, dan pada jenis dari marga tersebut, Marsdenia tinctoria, yang dikatakan menyumbangkan indigo terbaik di pulau tersebut…” (penulis)
Kemudian daripada itu, Robert Brown merinci daftar tumbuhan yang termasuk ke dalam marga Marsdenia tersebut dimana di antaranya adalah Marsdenia tinctoria pada urutan nomor kedua. Dalam catatan tersebut selain istilah teknis dalam bidang Biologi dan Taksonomi, kita dapat melihat adanya suatu keterangan yanng menunjukkan jika Marsdenia tinctoria disebut dengan nama Tarram Akkar (ejahan Inggris untuk menyatakan Tarum Akar) yang disebut juga sebagai Marsdenia Sumatra dengan habitatnya yang menempati Pulau Sumatra. Di sana juga terdapat petunjuk yang mengarahkan pada data bahwa spesimen Tarum Akar atau Marsdenia tinctoria atau Marsdenia Sumatra tersebut terdapat di Herbarium Bank di Inggris.
Sekarang mari kita coba mengkorespondensikan berita yang terdapat dalam buku The Miscellaneaous Botanical Works karya Robert Brown tersebut dengan The History of Sumatra, Containing an Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants, with a Description of the Natural Prodactions, and Relation of the Ancients Political State of That Island karya William Marsden. Di dalam buku The History of Sumatra tersebut, William Marsden menulis:
“Tarum or indigo (indigofera tinctoria) being the principal dye-stuff they employ, the shrub is always found in their planted spots; but they do not manufacture it into a solid substance, as is the practice elsewhere. The stalks and branches having lain for some days in water to soak and macerete, they then boil it, and work among it with their hands a small quantity of chunam (quick lime, from shells), with leaves of the paku sabba (a species of fern) for fixing the colour. It is afterwards drained off, and made use of in the liquid state.
There is another kind of indigo, called in Sumatra tarum akar, which appears to be peculiar to that country, and was totally unknown to botanists to whom I shewed the leaves upon my return to England in the beginning of the year 1780. The common kind is known to have small pinnated leaves growing on stalks inperfecty ligneous. This, on the contrary, is a vine, or climbing plant, with leaves from three to five inches in length, thin, of a dark green, and in the dried state discoloured with blue stains. It yields the same dye as the former sort; there are prepared also in the same manner, and use indiscriminately, no preference being given to the one above the other, as the natives informed me; excepting inasmuch as the tarum akar, by reason of the largeness of the foliage, yields a greater proportion of sediment. Conceiving it might prove a valuable plant in our colonies, and that it was of importance in the firt instance that its identity and class should be accurately ascertained, I procurade specimens of its fructification, and deposited them in the rich and extensively useful collection of my friend Sir Joseph Banks. In a paper on the Asclepiadeae, highly interesting to botanical science, communicated by Mr. Robert Brown (who has lately explored the vegetable productions of New Holland and other parts of the East) to the Wernerian Society of Edinburg, and printed in their Transactions, he has done me the honour of naming the genus to which this plant belongs, MARSDENIA, and this particular species Marsdenia tinctoria.” (The History of Sumatra by William Marsden, F.R.S., London, 1811)
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, seluruh keterangan dari William Marsden tersebut jika diterjemahkan akan berbunyi demikian:
“Tarum atau indigo (Indigofera tintoria) adalah bahan pewarna utama yang digunakan penduduk lokal. Semaknya selalu dapat ditemukan di tempatnya tumbuh, tetapi penduduk tidak mengolahnya menjadi zat padat sebagaimana yang umum dilakukan di tempat lain. Tangkai dan dahannya biasa direndam dalam air selama beberapa hari untuk kemudian direbus dan diolah dengan sejumlah chunam (batu kapur dari cangkang) dan daun-daun dari paku saba (spesies tumbuhan pakis) untuk mengeluarkan warnanya. Setelah dikeringkan, substansi tersebut siap digunakan dalam bentuk cairan.
Terdapat jenis tanaman lainnya yang disebut tarum akar di Sumatra. Spesies ini tampaknya merupakan tumbuhan khas di pulau itu dan tidak dikenali oleh ahli botani mana pun yang saya konsultasikan sepulang saya ke Inggris pada awal 1780. Namun, tumbuhan ini justru merupakan tumbuhan rambat dengan daun selebar tiga hingga lima inci, tipis dan berwarna hijau tua dengan corak biru bila dikeringkan. Tarum akan menghasilkan pewarna yang sama dan dipakai secara cuma-cuma. Seperti yang diinformasikan penduduk lokal kepada saya, tidak ada jenis tertentu yang lebih diutamakan walau pun tarum akar memproduksi lebih banyak sedimen karena ukuran dedaunan yang lebih lebar.
Dengan mempertimbangkan bahwa tumbuhan ini dapat menjadi aset berharga bagi koloni Inggris dan bahwa sangat penting untuk menentukan identitas dan kelasnya, saya mengambil sebuah spesimen tarum akar yang telah berbuah dan memberikannya kepada teman saya, Sir Joseph Banks yang memiliki koleksi tumbuhan sangat banyak. Dalam penelitiannya yang sangat menarik di bidang ilmu botani mengenai Asclepiadeae, Robert Brown (yang belakangan mengeksplorasi vegetasi di New Holland dan daerah lainnya di Timur) dari Wernerian Society of Edinburgh memberi nama genus kepada tumbuhan tersebut sesuai dengan nama saya, Marsdenia, dengan nama spesies Marsdenia tintoria.” (William Marsden: Sejarah Sumatra. Komunitas Bambu. Depok. Cetakan kedua. Juni 2012)
Melalui keterangan William Marsden kita dapat mengetahui padanan kata tarum dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia pada saat itu, di dalam bahasa Inggris disebut dengan Indigo. Melalui keterangan William Marsden kita juga mengetahui bahwa di Sumatra, lebih khususnya lagi adalah di Bengkulu tempat dimana tumbuhan tersebut diamati; terdapat dua jenis dari dua marga yang berbeda yang digunakan oleh masyarakat setempat. Pertama, Indigofera tinctoria L. yang tampak dalam isyarat William Marsden telah familiar dalam khazanah pengetahuan Barat pada masa itu. Indigofera tinctoria L. tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai indigo. Kita dapat melihat strata pemaknaan dalam khazanah Barat bahwa yang disebut indigo atau tarum itu selain bersifat longgar untuk merujuk pada jenis-jenis lain, namun pada hakikatnya secara khusus adalah merujuk pada jenis Indigofera tinctoria L. L. sendiri adalah kode untuk Carolus Linnaeus yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa proses identifikasi dan penentuan kelasnya telah dilakukan sejak masa pembangunan awal modern Ilmu Botani dan Taksonomi itu sendiri, langsung oleh pendiri keilmuannya.
Kedua selain terdapat tarum dari jenis Indigofera tinctoria L. terdapat juga tarum dari jenis Marsdenia tinctoria R.Br. yang pada saat itu masih belum teridentifikasi dan terklasifikasikan aspek Botani dan Taksonominya sehingga sekembalinya William Marsden ke Inggris membawa spesimennya untuk diberikan kepada Sir Joseph Banks. Melalui Sir Joseph Banks ini kemudian, spesimen tersebut tiba kepada tangan Robert Brown yang dikemudian hari setelah melakukan ekspedisi penelitian secara menyeluruh di New Hollandia (Australia) untuk Sir Joseph Banks mampu membangun pengetahuan dalam subjek Botani dan Taksonomi dalam cabang bangsa (sub-family) Asclepiadaceae dimana Marsdenia sebagai salah-satu marganya (dan Marsdenia tinctoria R.Br. sebagai salah-satu jenis dari marga Marsdenia tersebut).
Ketiga, kita dapat mengetahui secara konsisten bahwa pengambilan nama Marsdenia sebagai nama marga tumbuhan pada sub bangsa/suku Asclepiadaceae telah diambil dari nama Marsden pada nama William Marsden oleh Robert Brown. Robert Brown sendiri sebagai Ahli Botani terabadikan namanya dalam kode Botani dan Taksonomi sebagai R.Br. Dari ratusan jenis yang terdapat dalam marga Marsdenia yang tersebar luas di kawasan tropis dan sub tropis Asia, Afrika, Australia, dan Amerika; Marsdenia tinctoria R.Br. adalah satu-satunya yang dapat menghasilkan warna biru untuk kepentingan pewarnaan tekstil kuno. Sebagaimana terindikasi dalam namanya tinctoria yang berakar dari tinctorum artinya adalah zat pewarna alam. Kata tinctoria atau tinctorum dari bahasa Latin tersebut tiba ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata tinta.
Sebagai gambaran reputasi kedua tokoh yang menaruh perhatian pada Tarum Akar atau Tarum Sumatra atau Marsdenia tinctoria tersebut adalah, Robert Brown (1773-1858 M) merupakan seorang Skotlandia-Inggris. Dia menyandang gelar kehormatan akademik FRS, FRSE, FLS, dan MWS. Alamaternya adalah University of Edinburg dan University of Aberdeen. Robert Brown tumbuh sebagai Ahli Botani terkemuka Inggris. Sementara itu, William Marsden (1754-1836 M) merupakan seorang Inggris. Dia memiliki gelar kehormatan akademik FRS, DCL. Almamaternya adalah University of Oxford. Memulai karir sebagai pekerja pada umur 16 tahun pada East India Company (EIC) milik Inggris dan bertugas di Bengkulu. Karir puncaknya menduduki orang nomor dua di pemerintahan kolonial Inggris di Bengkulu sebagai Sekretaris. Hingga pada tahun 1779 M ditugaskan sebagai Wakil Sekretaris di Angkatan Laut Inggris dan pada tahun 1805-1807 M sebagai Sekretaris Angkatan Laut Inggris. Setelah melalui masa kedinasan, William Marsden lebih fokus dalam dunia intelektual dan akademik dengan menghasilkan karya-karya penelitian dan tergabung dalam perkumpulan-perkumpulan ilmiah. Dia berhasil dikenal lewat reputasinya sebagai Ahli Bahasa, Numismatik, Orientalisme, dan perintis kajian Indonesia. Karir William Marsden mendahului karir Sir Thomas Stamford Raffles yang kemudian menduduki Lieutenant Governur di Bengkulu (1811-1816 M) dan Lieutenant Governor Hindia Belanda (1818-1824 M). Jika William Marsden dialihkan tugas untuk memperkuat Angkatan Laut Inggris dalam menundukkan Perancis yang pada saat itu dipimpin oleh Napoleon Bonaparte, maka Stamford Raffles menduduki buah kemenangan Inggris atas Perancis termasuk Belanda yang secara otomatis menjadi jatuh ketangannya. Pengaruh William Marsden terhadap Stamford Raffles dalam hal kekaryaan adalah menjadikan The History of Sumatra sebagai inspirasi kekaryaan dalam penulisan The History of Java yang menjadi karya monumentalnya.
Melalui tulisan sebelumnya dan ulasan pada tulisan saat ini, kita kemudian memperoleh daftar tambahan dimana tarum kemudian merujuk pada Tarum Akar (Marsdenia tinctoria R.Br.), Tarum Daun Alus (Indigofera arrecta Hochst), Tarum Hutan (Indigofera galegoides DC.), dan Tarum Kembang (Indigofera suffruticosa MILL), dan tarum (Indigofera tinctoria L.) yang dalam tulisan-tulisan lain dapat dikenal juga namanya sebagai Tarum Biji. Melalui identifikasi Pitogeografi yakni ilmu sebaran tumbuhan dalam bentang kewilayahan di muka bumi, kita akan mengetahui lebih lanjut dari mana dan sejak kapan keanekaragaman tumbuhan tarum tersebut berada di Tanah Air. Mana sajakah tumbuhan yang merupakan hasil introdusir oleh pemerintahan kolonial Barat di Nusantara dan mana saja yang merupakan warisan kebudayaan yang telah dibudidayakan sejak masa Praaksara, masa kuno Hindu-Budha, dan masa Islam. Pengetahuan tersebut akan menjadi penting untuk menjawab persoalan-persoalan terkait topik tarum tersebut pada spektrum dan bidang-bidang telaahan yang lainnya.
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.