Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Indigofera tinctoria L. dinamai dengan Tarum Biji, sementara di dalam Kamus Umum Bahasa Sunda dinamai dengan nama Tarum Siki. Siki dalam bahasa Sunda, berarti sama dengan biji dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Tarum Biji dengan demikian jenis tumbuhan Tarum yang memiliki biji karena dia masuk ke dalam kelompok tumbuhan biji-bijian atau polong-polongan dan bentuk tubuh yang merupakan tumbuhan perdu.
Perlu untuk dipelajari lebih mendalam apakah Tarum Biji ini sudah ada di Tanah Air sebelum dilakukan pertanian yang lebih massif pada masa kolonialisme bangsa Eropa, ataukah baru diintrodusir baru setelah hadirnya masa kolonialisme Eropa di Tanah Air. Satu hal yang jelas, dunia Eropa sejak masa Yunani Kuno, Romawi Kuno, Bizantium, Eropa Abad Pertengahan, hingga awal kehidupan modern sepakat menyebutnya berasal dari India.
Asal-usul kata Indigo sendiri dalam bahasa Eropa sesungguhnya berasal dari bahasa Yunani Kuno Indikon yang berarti “come from India” atau sesuatu yang datang dari India. Jadi jenis pewarnaan Tarum atau Nila tersebut didatangkan ke Eropa oleh komunitas perdanganan pada masa Yunani Kuno dari India. Nama lain dalam bahasa Yunani Kuno adalah Indikon Melan yang artinya sesuatu yang berwarna hitam dari India, Indikon Pharmakon, sesuatu yang berupa obat dari India, atau Indikon Chroma, sesuatu berupa zat pewarna dari India.
Karena jenis tumbuhan yang dikembangkan dari India tersebut berasal dari jenis Tarum Biji atau Indigofera tinctoria L., maka jenis Tarum Biji atau Indigofera tinctoria L. tersebutlah yang disepakati sebagai the Truly Indigo atau Tarum yang Sebenarnya. Dan sekaligus menjadikan Tarum Biji atau Indigofera tinctoria L. tersebut sebagai Indian Indigo atau Tarum India.
Pada Abad Pertengahan, orang Arab yang menjadi mata rantai perdagangan menamainya Al-Nil (an-Nil) yang diambil dari bahasa Sanskrit Nila. Dan kemudian orang Eropa Barat menamainya Anil. Pada waktu menjelang abad ke-16 M, istilah Anil pada masyarakat Eropa bergeser kembali dengan merujuk pada terminologi yang dikembangkan pada masa Yunani Kuno dan Bizantium yakni Indikon yang kemudian berubah ke dalam bahasa Inggris menjadi Indigo.
Meskipun massif di induatrialisasi pada masa kuno hingga Abad Pertengahan di India Selatan, namun demikian tumbuhan Tarum Biji memiliki sebaran yang lebih luas hingga di Asia Barat Daya, Afrika, Iran, dan kawasan bekas Uni Soviet. Di Iran, namanya dikenal dengan Basman. Jika merujuk pada bahasa Inggris popular, Indigofera tinctoria L. akan disebut Indian Indigo yang berarti Tarum India. Namun demikian karena dalam khazanah kebudayaan kita telah dinamai dengan Tarum Biji, maka untuk kepentingan tulisan ini kita gunakan keduanya untuk saling dipertukarkan agar memuliki asosiasi yang kuat sebagai Tarum Biji dan Tarum India.
Dan dengan demikian sebagai catatan tambahan maka Tarum Akar juga bisa dipertukarkan dengan Tarum Jawa atau Tarum Sumatra atau Tarum Bengkulu yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut lagi.
Tarum India hingga saat ini masih lestari dan dikembangkan terutama di kawasan Jogjakarta dan Jawa Tengah seperti di Temanggung. (Gambar: koleksi Gelar Taufiq Kusumawardhana dan Mas Hanif Sufyan)
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.