I SAKA PANCA PANDAWA NGEMBAN BUMI:
Memajukan kembali diskursus waktu

Penanda waktu dalam bentuk Candra Sangkala pada Prasasti Batu Tulis semula dibaca I SAKA PANCA PANDAWA BAN BUMI. Kemudian disempurnakan menjadi I SAKA PANCA PANDAWA E(M)BAN BUMI. Selanjutnya disempurnakan kembali menjadi I SAKA PANCA PANDAWA NGE(M)BAN BUMI.

Sepakat seluruh ahli bahwa I SAKA berarti pada tahun Saka. Sepakat seluruh ahli bahwa PANCA dan PANDAWA mengandung nilai angka 5. Dan bisa dikatakan sepakat seluruh ahli bahwa baik kata ban, emban, ngemban terkait dengan kata teman, pengiring, pengikut (semua berasosiasi dengan panakawan), atau berkembang menjadi makna memikul tanggung jawab (ngemban).

Masalahnya tidak semua ahli sepakat bahwa kata BAN, EMBAN, NGEMBAN memiliki nilai angka yang sama. Purbacaraka mengajukan nilai angka 2, C.M. Pleyte mengajukan nilai angka 4, Husein Jayadiningrat mengajukan nilai angka 3. Jika disusun maka tahun yang diajukan Purbacaraka adalah 5521 Saka (setara tahun 1333 Masehi). Tahun yang diajukan C.M. Pleyte 5541 Saka (setara tahun 1533 Masehi). Dan tahun yang diajukan Husein Jayadiningrat adalah 5531 Saka (setara tahun 1433 Masehi).

Semuanya spekulatif, angka 2 diajukan karena jumlah panakawan dianggap 2. Angka 3 diajukan karena jumlah panakawan dianggap 3. Dan angka 4 diajukan karena jumlah panakawan dianggap 4. Finalisasi angka tahun 1533 Masehi (dari 1433 Saka) memuncak ditangan pemikiran raksasa Saleh Danasasmita. Sementara Saleh Danasasmita berpijak pada pundak yang kokoh milik Amir Sutaarga.

Dalam karyanya Amir Sutaarga mengakhiri polemik secara akademis dengan mekoherensikan bahwa tokoh Prabu Siliwangi dalam sastra itu sama dengan Sribaduga Maharaja Ratu Haji d Pakuan. Tidak merujuk pada tokoh 1, 2, 3, dan lainnya. Dengan kata lain hanya satu saja, yakni Sri Baduga. Dengan bekal koherensi sastra dan prasasti itulah (dan termasuk naskah bernilai sejarah seperti Carita Parahiyangan), kronologi waktu raja-raja disusun Amir Sutaarga yang kemudian disokong oleh Saleh Danasasmita hingga hari ini.

Sebelum ditutup oleh Amir Sutaarga dan Saleh Danasasmita Prasasti Batutulis Bogor masih secara terbuka dalam diskursus ilmiah dengan merujuk pada karya Sri Baduga itu sendiri, merujuk pada leluhur Sri Baduga, dan merujuk pada keturunan Sri Baduga dalam rantai yang lebih bawah dari Surawisesa. Selain menyempurnakan pembacaan BAN, EMBAN, menjadi NGEMBAN meskipun tidak secara lugas Mang Hasan juga menyokong formulasi akhir bahwa Prasasti Batutulis dibuat oleh Surawisesa pada tahun 1533 Masehi (dari 1455 Saka).

Jika nilai jumlah angka BAN, EMBAN, NGEMBAN disepakati tidak bersifat eksak sehingga perlu dikonfrontasi dengan sumber-sumber lainnya, sebagaimana yang sudah dirintis oleh Amir Sutaarga dengan naskah Carita Parahiyangan yang memuat angka-angka tahun kekuasaan raja-raja Sunda (hanya saja berpijak pada angka 1533 Masehi sebagai angka final dalam membangun koherensi kesejarahannya).

Maka upaya kerja Amir Sutaarga dan Saleh Danasasmita sebenarnya juga masih terbuka untuk dikritisi dan disempurnakan. Sepakat para ahli bahwa naskah Bujangga Manik dan naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian berasal dari perkiraan abad ke-15 M. Sementara didalamnya memuat nama Siliwangi yang menurut Amir Sutaarga itu sendiri bersifat tunggal dan personal.

Dan memang benar tunggal dan personal, dalam naskah Bujangga Manik Siliwangi adalah orang yang dikatakan tampan dan orang yang dianggap membuat karya monumental berupa sakakala di ujung perbatasan Sunda. Di dalam naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian juga dikatakan bahwa Siliwangi merupakan tokoh yang dijadikan inspirasi sastra pantun.

Apakah pada abad 15 Masehi itu Siliwangi masih hidup ataukah sudah meninggal, tidak menjadi masalah yang krusial dan signifikan. Pada hakikatnya dapat dibaca bahwa Siliwangi setidaknya sudah jelas hidup pada abad ke-15 Masehi. Sebagai konsekuensi jika tidak mau ditarik lagi ke belakang menjadi abad ke-14 Masehi sebagaimana yang Amir Sutaarga dan Saleh Danasasmita proteskan pada Purbacaraka karena akan menjadi abad hidupnya Maharaja Lingga Buana).

Membawa wacana penafsiran terhadap angka tahun 1433 Masehi terhadap angka 1355 Saka menjadi kembali terbuka tentu saja masih memiliki dasar akademik yang perlu dipertimbangkan. I SAKA PANCA PANDAWA NGEMBAN BUMI yang diartikan: Pada tahun Saka 1355 (atau tahun 1433 Masehi) menurut saya pribadi tampak terlihat lebih ideal. Terutama dapat menempatkan kedudukan Siliwangi dan termasuk Surawisesa pada anakronisme waktu sejarah yang bertumbukan dengan era pelayaran Portugis. Bahkan seharusnya jika mau bukankah era pelayaran Cina (wangsa Ming) menjadi jauh lebih ideal! (Gelar Taufiq Kusumawardhana/YBVS)

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".