Pada suatu kesempatan diskusi di dalam grup WhatsApp “The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda”, salah-satu anggota grup yakni Zaki Umar asal Bogor membagikan sebuah tulisan yang dibuat oleh Ahmad Ginanjar Sya’ban dengan judul “Manuskrip Kitab ‘Fath al-Muluk’ Karya Syaikh Abdullah bin Abdul Qahhar Banten Bertahun 1183 H (1769 M)”. Menurut keterangan Ahmad Ginanjar Sya’ban, kitab dengan judul lengkap “Fath al-Muluk li Yashil ila Malik Al-Muluk ‘ala Qa’idah Ahl al-Suluk” tersebut, ditulis oleh seorang ulama Banten dengan nama Abdullah bin Abdul Qahar pada tahun 1183 Hijriah (sama dengan 1769 Masehi) di istana Banten atas permintaan Sultan Abu Nasar Muhammad Arif Zainal Asyiqin. Pada saat ini naskah asli kitab tersebut, tersimpan di lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dengan kode A. 111.
Adapun hal yang menarik perhartian saya secara pribadi dalam tulisan Ahmad Ginanjar Sya’ban adalah pernyataan Abdullah bin Abdul Qahar tentang pribadi Sultan Abu Nasar Muhammad Arif Zainal Asyiqin yang dikutipkan secara langsung. Dalam kutipan tersebut, dengan sangat terang-benderang bahwa Abdullah bin Abdul Qahar mengatakan bahwa asal-usul silsilah dari Sultan Abu Nasar Muhammad Arif Zainal Asyiqin merupakan bagian dari kalangan Sayid, Habib, dan Maulana, yakni masih dari kalangan Bani Muthalib dan Bani Hasyim. Tentu saja, keterangan Abdullah bin Abdul Qahar tersebut menjadi suatu keterangan yang bernilai sangat penting dalam sudut pandang perkembangan ilmu silsilah, nasab, atau genealogi. Karena pada tulisan Ahmad Ginanjar Sya’ban itu sendiri, titik tekannya bukan dalam persoalan ilmu silsilah, nasab, atau genealogi, melainkan pada persoalan untuk mengenalkan kitab “Fath al-Muluk”; maka titik tekan persoalan silsilah, nasab, atau genealogi tidak menjadi suatu penelaahan khusus dalam tulisannya.
Sehingga untuk kepentingan dalam melihat dan mendudukan perspektif silsilah, nasab, atau genealogi yang terkandung dalam pernyataan Abdullah bin Abdul Qahar terhadap pribadi Sultan Abu Nasar Muhammad Arif Zainal Asyiqin, maka terjemahan yang disajikan oleh Ahmad Ginanjar Sya’ban kemudian saya coba sesuaikan dengan maksud tersebut, menjadi sebagaimana berikut:
“Dan selanjutnya. Sungguh [dia] merupakan bagian dari kalangan sayid-sayid yang bijaksana dan sahabat-sahabat dari kalangan habib-habib yang tulus dalam persaudaraannya; dan sahabat dari kalangan sayidnya para sayid-sayid; raja yang agung (al-muazam), yang jaya (al-muzafar), yang megah (al-mufakham) yang mendapatkan pertolongan dari Raja Yang Maha Pengampun (Malik al-Ghaffar); [dia merupakan] maulana kami, sayid kami, habib dari kalangan kerabat kami; yang suci asalnya (al-ashal) dan leluhurnya (al-nasl); dari silsilah Bani Hasyim dan Bani Mutalib; [dia adalah] Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainal Asyiqin; sultan putra almarhum Sultan Abu al-Fath Syifa Zainul Arifin; [dia merupakan] khalifah dari Allah ta’ala di muka bumi, khalifah dari tarikat Qadiriah dan Rifaiah dan tarekat yang selain dari itu [Naqsabandiah dan Sathariah]; semoga Allah selalu menyucikan rahasia hati mereka, semoga mereka semua diberikan usia yang panjang”.
Melalui keterangan tersebut Abdullah bin Abdul Qahar menyatakan bahwa Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainal Asyiqin bin Sultan Abu al-Fath Syifa Zainul Arifin (almarhum) berdasarkan sudut pandang ilmu nasab merupakan bagian dari kalangan: (1) sayid; (2) habib; (3) maulana; (4) Bani Hasyim; (5) Bani Muthalib.
Bani Hasyim secara umum memang bermakna seluruh anak-cucu keturunan Hasyim bin Abdul Manaf. Namun secara khusus yang dianggap masyhur dari garis silsilah Hasyim bin Abdul Manaf bersifat lestari hingga hari ini merupakan anak-cucu Nabi Muhammad SAW melalui hasil penikahan antara Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf dan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Demikian juga dengan Bani Muthalib secara umum bermakna seluruh anak-cucu keturunan Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Namun secara khusus yang dianggap masyhur dari garis silsilah Hasyim bin Abdul Manaf bersifat lestari hingga hari ini merupakan anak-cucu Nabi Muhammad SAW melalui hasil penikahan antara Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Sehingga jelas bahwa yang dimaksudkan dengan Bani Hasyim dan Bani Muthalib maksudnya adalah “itrati Ahlul Bait”, yakni garis keturunan yang dilahirkan dari hasil pernikahan dalam rumah tangga Nabi Muhammad SAW. Begitu juga dengan istilah sayid, habib, dan maulana. Secara umum memang dapat diartikan tuan, kekasih, dan penguasa. Namun demikian, istilah tersebut juga memiliki maknanya yang khusus sebagai “itrati Ahlul Bait”, yakni garis keturunan yang dilahirkan dari hasil pernikahan dalam rumah tangga Nabi Muhammad SAW. Yakni melalui garis keturunan Hasan dan Husain yang merupakan dua putra dari pasangan Fatimah binti Muhammad bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib yang dianggap bersifat lestari hingga hari ini.
Keterangan yang dibuat oleh Abdullah bin Abdul Qahar tersebut, memang tidak memuat keterangan yang lebih khusus mengenai percabangan khusus dari marganya. Apakah misalnya dari kalangan Azmatkhan dan Ba’Alawi ataukah melalui jalur percabangan lainnya. Namun demikian, dengan menimbang betapa jernih dan jelasnya bahwa garis silsilah Sultan terang-benderang dan penuh keyakinan Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainal Asyiqin bin Sultan Abu al-Fath Syifa Zainul Arifin dinyatakan sebagai sayid, habib, maulana, dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muthalib; maka hanya soal waktu data-data internal yang menyatakan kedudukan silsilah mereka secara lebih khusus berasal dari percabangan mana akan segera tersingkap. Apabila arah kajian-kajian mulai memanfaatkan petualangan intelektual pada khazanah yang dihasilkan melalui kalangan mereka dan kerabat dekat mereka sendiri.
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.