SILSILAH KESULTANAN CIREBON BERDASARKAN MEMOAR ROBBERT HENDRIK ARMENAULT TAHUN 1771 M
OLEH GELAR TAUFIQ KUSUMAWARDHANA/THE VARMAN INSTITUTE
Seorang kepala dagang (oppercoopman) dan kepala pelabuhan (sabandhaar) di Batavia, Robbert Hendrik Armenault, pernah membuat sebuah memoar (sebagai sebuah catatan kenang-kenangan dari masa berdinas untuk pemangku jabatan baru yang akan menggantikannya) pada akhir bulan Agustus tahun 1771 M di Cirebon, tanpa disebutkan tanggal tepatnya,. Memoarnya tersebut diberi judul “Memorie door den oppercoopman en oud sabandhaar van Batavia Robbert Hendrik Armenault, afgaande resident deses comptoirs, nagelaten aan zyn vervanger den koopman titulair Evert Jan van Nieuwkerken, genaamt Nyvenheim”. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah “Memoar seorang kepala perdagangan dan kepala pelabuhan lama di Batavia Robbert Hendrik Armenault, yang habis masa tugasnya dalam menduduki pos perdagangan, yang diwariskan kepada seorang pedagang dengan nama Evert Jan van Nieuwkerken, dengan sebutan Nyvenheim”.
Memoar tersebut diperoleh melalui publikasi buku “De Opkomst van het Nederlandchs Gezag in Oost-Indie, Verzameling van Onuitgegeven Stukken uit het Oud-Koloniaal Archief, Oorspronkelijke Stukkon 1764-1781 (Met en Stuk van 1752)”, yang disusun oleh JHR. MR. J.K.J. De Jonge dan M.L. Van Deventer (khusus untuk pasal XI), yang diterbitkan oleh Martinus Nijhoff di ‘S Gravenhage (Den Haag) pada tahun MDCCCLXXXIII (1883 M), yang dimuat pada halaman 179-199, melalui pasal XXV (25), dengan judul yang sama.
Diluar hal-hal yang sifatnya politik, administrasi, dan perdagangan. Ada hal menarik lainnya, yakni dalam memoarnya tersebut, terdapat bagian pembahasan yang dibuat secara khusus, untuk menjelaskan garis silsilah keluarga besar kesultanan Cirebon hingga para pemangku jabatan kesultanan Cirebon terakhir secara rinci, dengan judul “genealogie”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “silsilah”.
Agar lebih jelas, tulisan mengenai “genealogie” yang dibuat oleh Robbert Hendrik Armenault tersebut, akan diterjemahkan secara apa adanya sebagaimana berikut:
Silsilah
Susuhunan Gunung Jati, atau Kangjeng Sinuhun, yang sebelumnya bernama Syeh Maulana, merupakan seorang ulama Islam asal Mekah. Dari sana dia pergi menyebarkan Islam kepada orang-orang, kemudian tiba di Cirebon, pulang lagi sebanyak dua kali ke Mekah, dan tiba kembali untuk yang ketigakalinya di Cirebon. Selanjutnya dia memutuskan untuk menetap dan menghabiskan seluruh masa hidupnya di sana. Adapun Sultan Demak, setelah memperdalam Islam kepada Syeh Maulana, selanjutnya mengangkat dia menjadi Susuhunan di Cirebon. Dia kemudian mendapatkan anak-anak (tidak terhitung anak-anak perempuan).
Dari isterinya Ratu Kawung Anten (menjadi isteri setelah dijodohkan oleh kakak laki-lakinya, yang merupakan seorang Pangeran Pajajaran, yang telah masuk Islam), mendapatkan Pangeran Saba Kingking, yang mengikuti teladan ayahnya dalam menyebarkan Islam kepada masyarakat. Dia ditempatkan di Banten dan kelak akan menjadi sultan. Dari sini asal-usul keturunannya, yakni sultan-sultan Banten, sehingga masih terhitung kerabat dengan pangeran-pangeran Cirebon, dan terbiasa untuk pergi berziarah dan berdoa ke Gunung Jati di makam Kangjeng Sinuhun. Dari isterinya asal Majapahit, yang bernama Nyi Gede Tepas, yang bukan merupakan Ratu (penj. bukan dari keturunan bangsawan), mendapatkan Pangeran Pasarean. Dari isterinya asal Gunung Jati (atau yang sekarang disebut dengan nama Astana), mendapatkan Pangeran Sedang Lautan, yang meninggal dunia pada waktu masih muda dan tidak memiliki garis keturunan. Adapun dari Pangeran Pasarean, mendapatkan garis keturunan.
Pangeran Pasarean dari isterinya Ratu Nyawa, putri dari Sultan Demak, yang sebelumnya merupakan isteri dari saudaranya, yakni almarhum Pangeran Sedang Lautan, mendapatkan Pangeran Dipati Cirebon, atau Sawarga. Sementara dari isterinya yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Losari.
Pangeran Dipati Cirebon, atau Sawarga, dari isterinya Ratu Wanawati, putri dari Ratu Ayu, atau Aji, yang masih merupakan putri Kangjeng Sinuhun, mendapatkan Panembahan Ratu dan Pangeran Manis. Dari isterinya yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Aria Wirasuta, yang dari padanya akan lahir Pangeran Gebang.
Kangjeng Sinuhun ditinggalkan lebih awal oleh putranya, Pangeran Pasarean, dan cucunya, Pangeran Sawarga, dan meninggal dalam usia sangat tua, yang kabarnya menurut pendapat mereka, berusia hingga 200 tahun.
Panembahan Ratu sudah menginjak usia dewasa ketika dia dikhitan (antara usia 14 hingga 15 tahun), dan selanjutnya dia kemudian menggantikan kedudukan buyutnya. Namun demikian setelah kepergian Kangjeng Sinuhun, tidak ditemukan lagi sosok yang menjalankan perannya sebagai imam, sehingga sekarang kekuasaan hanya dijalankan dalam sistem pemerintahan seorang raja.
Panembahan Ratu dari isterinya Ratu Mas Pajang, yang merupakan seorang putri, atau seorang cucu Raja di Pajang, yang keterangannya tidak begitu jelas, mendapatkan Pangeran Dipati Sedang Made Gayam. Dari isterinya yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Dipati Sedang Balimbing, Pangeran Aria Kudus, dan Pangeran Wiranagara. Dari isterinya yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Dipati.
Pangeran Dipati Sedang Made Gayam dari isterinya Ratu Raja Buntek, atau yang menurut pendapat lainnya dari Ratu Ibu, atau yang menurut pendapat lainnya lagi dari Ratu Lingga, yang masih berasal dari keturunan Kangjeng Sinuhun, dan yang dianggap paling tepat, meskipun bukan berasal dari garis silsilah yang sama, mendapatkan Panembahan Girilaya.
Panembahan Ratu hidup lebih lama dari putranya, Pangeran Sedang Made Gayam, dan meninggal, kabarnya pada usia yang sangat lanjut, yakni 140 tahun, sementara dia meninggal dunia pada usia yang masih muda.
Adapun Panembahan Girilaya telah meraih prestasi kerja selama beberapa tahun sebelumnya, namun tidak diketahui secara persis, kapan ketika dia pada akhirnya menggantikan kedudukan kakeknya. Dia tidak mendapatkan anak-anak dari Ratunya, melainkan dari isteri-isteri lannya yang bukan bangsawan. Dari Nyi Bibi Mayan, atau Nyi Wadon Putra mendapatkan Pangeran Martawijaya. Dari Nyi Ratu, atau Raden Putri mendapatkan Pangeran Kartawijaya dan Pangeran Wangsakarta. Dari Nyi Wungu mendapatkan Pangeran Natadikusuma, yang disebut juga dengan nama Pangeran Nataningrat. Dari Nyi Jantuka mendapatkan Pangeran Surajaya. Dari Nyi Suria mendapatkan Pangeran Jayanagara. Dari Nyi Mintakasmi mendapatkan Pangeran Kusumajaya. Dari Nyi Bibi Rimung mendapatkan Pangeran Wirakusuma, yang disebut juga dengan nama Pangeran Aria Nataraja dan Pangeran Tarde Rasmi.
Panembahan Girilaya meninggal dunia dalam usia 65 tahun. Kedua putra sulungnya sesuai dengan permintaan Susuhunan Mataram ditunjuk sebagai penggantinya, dan setelah mendapatkan persetujuan dari Sultan Banten, kemudian diberikan gelar sultan melalui pemberian dari Makah. Saudara ketiganya, kemudian mendapatkan peran yang lebih menonjol dan mendapatkan gelar sebagai Panembahan, melalui permintaan Kompeni (penj. VOC). Sehingga dahan yang semula satu, kemudian terbagi menjadi tiga cabang yang terpisah, sebagaimana berikut:
I.
Sultan Sepuh Syamsyudin, atau yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Martawijaya, dari Ratu Sultan Ibu, yang berasal dari garis silsilah sebagai Ratu mendapatkan Pangeran Dipati Anom. Dari Ratu Sultan Santana, yang selanjutnya diangkat menjadi Ratu mendapatkan Pangeran Aria Cheribon. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Aria Jayawikarta. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Tumenggung Suriadiraja. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Giri Pamekas. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Surianata. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Demang Natasura.
Sebelum kematiannya, Sultan Sepuh meminta agar kedua putra sulungnya diizinkan untuk menjadi para penerusnya. Sehingga dahan Sepuh yang satu kemudian terbagi menjadi dua cabang terpisah, yakni:
I.a.
Sultan Sepuh Salamuddin, yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Dipati Anom, dari Ratu Sultan Ibu, putri Pangeran Gebang mendapatkan Pangeran Dipati Anom dan Pangeran Nataraja. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Tumenggung.
Sultan Sepuh Tajul Arifin Muhammad Zainuddin, yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Dipati Anom, dari Ratu Rajaningrat, putri Pangeran Aria Cirebon mendapatkan Pangeran Dipati Anom, yang meninggal dunia. Dari Ratu Kulon, putri Pangeran Talaga, yang berasal dari garis silsilah Ratu mendapatkan Pangeran Dipati Anom dan Pangeran Nataraja, yang meninggal dunia. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Nataraja. Dari isteri yang berasal dari garis silsilah Ratu, putri salah-seorang Pangeran, mendapatkan Pangeran Aria Kulon, Pangeran Aria Wetan, dan Pangeran Aria Kidul. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Aria Panengah.
Sultan Sepuh Tajul Arifin Muhammad Zainuddin, yang sebelumnya bernama Pangeran Dipati Anom, dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Aria Lor. Dari isteri yang bukan bangsawan, Pangeran Dipati Anom mendapatkan putra, yang sebelumnya disebut dengan nama Raja Satria. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Coled [?] (teks asli: Tjoled). Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Coed [?] (teks aslinya: Tjoed). Dari isterinya Ratu Dipati, yang sebelumnya bukan bukan berasal dari garis silsilah bangsawan, mendapatkan Pangeran Rajaningrat. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Subakti.
I.b.
Pangeran Aria Cirebon Abil Muharram Muhammad Qamaruddin, dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Martawijaya. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Suriadiraja. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Adiwijaya. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Balanka [?] (teks aslinya: Balancas). Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Samaluddin.
Sultan Cirebon Martawijaya Muhammad Ahbaruddin meninggal dunia tanpa memiliki sama-sekali anak laki-laki. Sultan Cirebon Adiwijaya Abil Muharram Muhammad Salahuddin meninggal dunia tanpa memiliki sama-sekali anak laki-laki. Selanjutnya diangkat saudaranya yakni Pangeran Suriadiraja menjadi penggantinya. Hari yang sangat disukurinya, karena mendapatkan putra Pangeran Aria Kusumaraja, dari Ratu Sepia, isteri yang bukan bangsawan asal Kapatakan.
Sultan Cirebon Abil Muharram Muhammad Khairuddin, yang sebelumnya bernama Pangeran Aria Kusumaraja, dari Ratu Kusumaraja, putri Sultan Adiwijaya, mendapatkan seorang Pangeran, yang meninggal dunia tidak lama setelah kelahirannya. Demikian juga dengan ibunya, yang meninggal dunia tidak lama setelah melahirkannya. Selanjutnya menikah lagi dengan Ratu Raja Putri, yang masih merupakan putri dari Sultan Adiwijaya.
II.
Sultan Anom Abil Manasri Badruddin, yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Kartawijaya, dari Nyi Mas Lurah mendapatkan Pangeran Ratu, yang meninggal dunia. Dari Nyi Mas Ibu mendapatkan Pangeran Dipati Cirebon. Dari Ratu Kadaton, bukan lahir dari garis silsilah sebagai Ratu mendapatkan Pangeran Dipati Kadaton. Dari Ratu Sultan Gusti, putri Pangeran Surianagara, dan yang berasal dari garis silsilah Ratu mendapatkan Pangeran Rajakusuma. Dari Raden Dipati, yang bukan berasal dari garis silsilah Ratu mendapatkan Pangeran Dipati Pringgabaya. Dari Ratu Kadaton mendapatkan Pangeran Ranamanggala. Dari Ratu Sultan Panengah, yang bukan berasal dari garis silsilah Ratu, karena ayahnya merupakan seorang Raden namun demikian ibunya bukan berasal dari garis silsilah bangsawan, mendapatkan Pangeran Rajaputra. Dari isteri yang bukan bangsawan Nyi Karadenan mendapatkan Pangeran Awangga. Dari isteri yang bukan bangsawan Nyi Rara Karaton mendapatkan Pangeran Amad.
Pangeran Dipati Cirebon Abil Manasri Khairuddin, hanya memerintah selama tiga tahun, dan tidak menyandang gelar sultan, seperti pengganti Sultan Sepuh I sampai meninggalnya Panembahan. Dari Ratu Dipati, yang ayahnya merupakan seorang Raden dan ibunya merupakan seorang Ratu, sehingga dia lahir gari garis silsilah sebagai Ratu, mendapatkan Pangeran Ratu. Dari Ratu Panengah, yang berasal dari garis silsilah sebagai Ratu, seperti yang disebutkan sebelumnya, mendapatkan Pangeran Gusti.
Sultan Anom Abil Manasri Muhammad Alimuddin, yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Ratu, dari Ratu Dipati, isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Dipati Cirebon.
Sultan Anom Abil Khairi Muhammad Khairuddin, yang sebelumnya disebut dengan nama Pageran Dipati Cirebon, dari dari Ratu Pulu Antara, yang sebelumnya bukan berasal dari garis silsilah bangsawan mendapatkan Pangeran Dipati Cirebon, yang sebelumnya disebut dengan nama Raja Kaprabon. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Raja Pangiwat. Dari isteri yang bukan bangsawan Nyi Raden mendapatkan Pangeran Raja Ampuan. Dari Ratu Sultan Gusti, putri Pangeran Aria Nata Ningrat dan Nyi Mas Ratna, yang berasal dari garis silsilah sebaga Ratu mendapatkan Pangeran Raja Kaputran. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Raja Pakumdia dan Pangeran Raja Sobita. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Bawangin. Dari isteri yang bukan bangsawan mendapatkan Pangeran Raja Panengah.
III.
Panembahan Cirebon Abdul Kamil Muhammad Nasruddin, atau yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran Wangsakarta, dari Ratu Ibu, yang bukan berasal dari garis silsilah Ratu mendapatkan Pangeran Mas Cirebon, Panembahan Cirebon Abdul Puhur Muhammad Muhyiddin, atau yang sebelumnya disebut dengan nama Pangeran.
Mas Cirebon dari Ratu Siti Satria, putri Pangeran Giri Pamekas, yang berasal dari garis silsilah sebagai Ratu mendapatkan Pangeran Raja Dipati, yang meninggal dunia dan Pangeran Mas Cirebon.
Panembahan Cirebon Tajul Arisin Muhammad Tahir Jarini Sabiren, yang sebelumnya dikenal dengan nama Pangeran Mas Cirebon, dari isteri Ratu Panembahan, putri Sultan Sepuh mendapatkan Pangeran Dipati Mas Cirebon, yang sebelumnya disebut dengan nama Raja Dipati.
Pangeran-Pangeran yang memerintah tersebut, sudah memiliki pengganti yang ditetapkan, seperti Sultan Anom, putranya sendiri yang bernama Raja Kaprabon, ditetapkan melalui keputusan Yang Mulia (penj. Gubernur General VOC) tertanggal 5 Februari 1762 dengan gelar Dipati Cirebon. Sultan Sepuh, selanjutnya mengangkat putranya yang bernama Raja Satria, yang sebelumnya disebut dengan nama Dipati Anom, yang ditetapkan melalui keputusan Yang Mulia (penj. Gubernur General VOC) tertanggal 31 Desember 1760, karena dari istrinya Ratu Sultan Sepuh tidak memiliki sama-sekali anak laki-laki. Peristiwa yang belum pernah terjadi sejak dalam waktu yang sangat lama dan tampaknya juga belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Putra Panembahan yang dipanggil Raja Dipati, yang sebelumnya disebut dengan nama Dipati Mas Cirebon, ditetapkan melalui keputusan Yang Mulia (penj. Gubernur General VOC) tertanggal 27 Agustus 1765.
***
Pada tulisan selanjutnya, Robbert Hendrik Armenault menjelaskan soal transaksi-transaksi perdagangan antara VOC bersama dengan ketiga cabang pemerintahan kesultanan Cirebon, yakni Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan. Adapun masing-masing pangeran Cirebon tersebut, memiliki wakil-wakil yang biasa mengelola urusan-urusan perdagangan bersama VOC atas nama diri mereka masing-masing, seperti Tumenggung Kartadirja sebagai pelaksana tugas Sultan Sepuh, Tumenggung Bratadirja sebagai pelaksana tugas Sultan Anom, dan Sacadipura sebagai pelaksana tugas Panembahan.
Selain itu disinggung juga transaksi-transaksi perdagangan yang dilakukan oleh VOC dengan wilayah-wilayah otonom di bawah Cirebon seperti Gebang di bawah Pangeran Sutalaya dan Indramayu di bawah Wiralodra. Demikian juga dengan wilayah-wilayah Parahiyangan (Preangerlanden) sebanyak 5 kaadipatian, yang sejak dikeluarkannya surat keputusan Gubernur General VOC tertanggal 10 April 1712 M, dimasukan ke dalam wilayah administrasi Cirebon (sebelumnya di bawah Batavia dan akan dikembalikan lagi ke Batavia), seperti: Sukapura di bawah Tumenggung Wiradadaha, Imbanagara di bawah Patih Kusumadinata (Galuh), Ciamis di bawah Tumenggung Wira Utama (Galuh), Utama di bawah Tumenggung Wira Mantri (Galuh), dan Limbangan di bawah Tumenggung Wangsadirja.
Bandung, 13 Mei 2024 M
GTK
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.