Sudah umum diterima bahwa Pangeran Sageri, yang dalam variasi penulisan tradisional lainnya disebut juga dengan nama Pangeran Sugiri, Pangeran Sogiri, dan Pangeran Sadeli, merupakan putra dari Sultan Abul Fath Abdul Fatah, yang dikenal dalam historiografi dengan nama popular Sultan Ageng Tirtayasa. Namun demikian, nama Sultan Ageng Tirtayasa sebenarnya tidak muncul dalam surat-surat diplomatik yang dibuatnya sendiri. Adapun nama-nama yang muncul dalam catatannya sendiri adalah Sultan Abul Fath, Sultan Abul Fath Abdul Fatah, dan Sultan Tirtayasa Al-Mansurah. Kemungkinan aspek penamaan Sultan Ageng Tirtayasa itu sendiri merupakan ingatan kolektif masyarakat terhadap Sultan Abul Fath Abdul Fatah yang pernah menyandang kedudukan sebagai sultan ageng, atau sultan agung (sultan besar) yang pernah berkuasa di ibukota Tirtayasa. Adapun Tirtayasa, apabila didasarkan pada surat-surat diplomatik yang dibuat oleh Sultan Abul Fath Abdul Fatah itu sendiri dinamai dengan Tirtayasa Al-Manshurah, yang merupakan ibukota baru setelah dipindahkan oleh dirinya dari ibukota lama Surosowan.
Dalam kesempatan kunjungan ke kawasan kauman Jatinegara diperoleh informasi bahwa Pangeran Sageri memiliki isteri bernama Ratu Rapiah, putri Pangeran Sangeang (disebut juga Raden Syarif). Adapun Pangeran Sangeang itu sendiri, yang masih didasarkan pada sumber kauman Jatinegara merupakan putra Senapati ingalaga. Adapun informasi mengenai garis silsilah ke atas dari Pangeran Senapati Ingalaga itu sendiri terhenti dan tidak dapat diketahui lagi kelanjutannya. Sulit untuk memecahkan informasi tersebut, yang sesungguhnya merupakan nama-nama julukan yang terwariskan turun-temurun secara lisan: Pangeran Sangeang, Raden Syarif, dan Senapati Ingalaga. Lalu siapa nama sesungguhnya dari tokoh-tokoh tersebut? Jika kita membutuhkan tingkat akurasi yang lebih baik yang dapat dipergunakan dalam kepentingan pelacakan nasab dan sejarah.
Dalam keterangan yang beredar melalui perkumpulan Cibarusah-Pasir Konci (admin) yang merasa menjadi bagian dari garis keturunan pangeran Sake (putra Sultan Abul Fath Abdul Fatah), dikatakan bahwa Pangeran Sangiang (ditulis dengan dialek Sangiang, bukan Sangeang seperti Jatinegara) merupakan putra Pangeran Jayakarta I. Sementara masih dalam perkumpulan yang sama, salah-satu anggota perkumpulan memberikan alternatif lain, yakni bahwa Pangeran Sanghiyang (dituliskan dengan dialek Sanghiyang) merupakan putra Senopati Ingalaga putra Pangeran Utama putra Pangeran Maduran Raja putra Sultan Abil Mafakhir Mahmud Abdul Qadir. Demikian juga masih dalam perkumpulan yang sama, beberapa anggota menawarkan alternatif jalur silsilah lainnya, yakni Pangeran Sangiang merupakan putra Pangeran Senopati Ingalaga putra Pangeran Utama putra Sangiang Agung putra Pangeran Madura Raja putra Sultan Maulana Yusuf.
Dengan mengkomparasikan data yang diberikan oleh Kauman Jatinegara dengan data yang beredar pada perkumpulan keluarga Pangeran Sake, data mengenai garis silsilah Ratu Rapiah tidak banyak terbantu. Jika tidak dikatakan menjadi semakin rumit lagi. Pangeran Jayakarta I itu nama gelaran untuk Fatahilah, menantu Syarif Hidayatullah. Sehingga dalam derajat garis silsilah maka Fatahilah di Jayakarta akan sejajar dengan Sultan Maulana Hasanuddin di Banten. Adapun Pangeran Sageri merupakan generasi ke-7 dari Sultan Maulana Hasanuddin, sementara jika Rapiah dianggap putri Pangeran Sangeang putra Pangeran Senopati Ingalaga putra Pangeran Jayakarta I, maka kedudukan Ratu Rapiah merupakan generasi ke-4 dari Fatahilah. Sehingga konsekuensinya pernikahan antara Ratu Rapiah dengan Pangeran Sageri tidak akan terjadi karena tidak berada dalam ruang dan waktu yang sezaman.
Kemudian apabila Ratu Rapiah dianggap merupakan garis keturunan dari Sultan Abil Mafakhir Mahmud Abdul Qadir dengan susunan sebagaimana yang sudah diutarakan di atas, maka Ratu Rapiah merupakan generasi ke-6 dari Sultan Abil Mafakhir Mahmud Abdul Qadir. Sementara Pangeran Sageri sudah menjadi suatu kepastian merupakan generasi ke-4 dari dari Sultan Abil Mafakhir Mahmud Abdul Qadir itu sendiri. Sehingga pernikahan antara Pangeran Sageri dan Ratu Rapiah dalam konteks tersebut berada dalam ruang dan waktu yang tidak sezaman. Demikian juga apabila Ratu Rapiah dihubungkan sebagai generasi ke-7 dari Sultan Maulana Yusuf, maka Pangeran Sageri sudah pasti diterima sebagai keturunan ke-6 dari Sultan Maulana Yusuf itu sendiri. Namun demikian, meskipun derajat generasi antara Pangeran Sageri dengan Ratu Rapiah dalam skema tersebut sudah bersifat lebih dekat dalam ruang dan waktu sejarah, masih saja menimbulkan persoalan. Karena nama-nama yang disajikan dari Ratu Rapiah hingga Sultan Maulana Yusuf, merupakan nama-nama yang tidak umum diketahui menurunkan garis keturunan yang berkesinambungan terhadap Sultan Maulana Yusuf.
Demikian juga dalam garis silsilah yang dibuat oleh admin dalam aplikasi Rodovid, dimuat dimuat juga nama Ratu Rapiah sebagai isteri Pangeran Sageri, yang merupakan putra Pangeran Sanghiyang (ditulis juga dengan nama Raden Muhammad Syarif) putra Pangeran Senopati Ingalaga Banten. Sayangnya sebagaimana dalam keterangan kauman Jatinegara, garis silsilah ke atas dari Pangeran Senapati Ingalaga Banten itu pun sama-sama terhenti. Namun demikian menariknya, selain memuat nama Ratu Rapiah, admin Rodovid juga memuat nama isteri Pangeran Sageri dengan nama Ratu Ratnakomala. Adapun informasi mengenai garis silsilah Ratu Ratnakomala ini, datanya jauh lebih baik dan berkesinambungan. Ratu Ratnakomala merupakan putra Raden Aria Yudanagara putra Raden Aria Wangsakara/Raden Aria Wiraraja II putra Raden Aria Wiraraja I putra Prabu Geusan Ulun. Apabila diasumsikan bahwa Ratu Rapiah versi Jatinegara merupakan sosok yang sama dengan Ratu Ratnakomala yang kemungkinan diambil melalui versi Tangerang (Babad Kaariaan Parahiyangan), maka persoalan mengenai buramnya identitas Pangeran Sangiang dan Pangeran Senopati Ingalaga Banten menjadi jauh lebih terang dan jelas.
Persamaan yang dapat dibuat menjadi Ratu Rapiah sama dengan Ratu Ratnakomala, Pangeran Sanghiyang sama dengan Raden Aria Yudanagara, Pangeran Senopati Ingalaga Banten sama dengan Raden Aria Wangsakara. Sementara garis silsilah Pangeran Senopati Ingalaga Banten, yang diasumsikan sama dengan Raden Aria Wangsakara menjadi dapat terjelaskan, yakni Raden Aria Wiraraja I putra Prabu Geusan Ulun (Maulana Ja’far) putra Pangeran Santri (Maulana Soleh) putra Pangeran Pamelekaran (Maulana Muhammad) putra Pangeran Panjunan (Maulana Abdurahman) putra Syeh Datuk Kahfi. Pangeran Sageri merupakan generasi ke-8 dari Syarif Hidayatullah, sementara Ratu Ratnakomala merupakan generasi ke-8 dari Maulana Abdurahman. Apabila Maulana Abdurahman merupakan putra Syeh Datuk Kahfi, maka Syarif Hidayatullah merupakan menantu Syeh Datuk Kahfi. Sehingga derajat silsilah yang menghubungkan antara Pangeran Sageri dengan Ratu Ratnakomala memiliki keseimbangan dalam ruang dan waktu sejarah.
Analisa di atas tentu saja masih belum memenuhi kaidah pengisbatan nasab yang sama sekali tidak boleh memberikan ruang pada spekulasi melaikan riwayat yang pasti, demikian juga dalam sudut pandang sejarah analisa di atas juga masih memerlukan sokongan sumber sejarah dan kritik sumber sejarah yang lebih memadai. Namun berdasarkan kaidah penalaran yang sehat, rumusan yang disajikan di atas setidaknya sudah menempuh kegiatan yang bersifat rasional, berkorespondensi, dan koheren dalam menganalisa informasi-informasi tradisional yang beredar dari mulut ke mulut, yang sesungguhnya menanti para intelektual dan akademisi untuk terjun dalam rangka menjernihkan informasi-informasi yang terkandung didalamnya.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".