KETERANGAN DALAM PRASASTI UANG LOGAM ASPAVARMAN

Dalam keterangan Prasasti Guci Rukhuna (Rukhuna reliquary), melalui hasil pembacaan yang dilakukan oleh Rika Gyselen (Des Indo-Grecs aux Sassanides, Rika Gyselen, Peeters Publishers, 2007), pada transkripsi nama Indravarman diberikan keterangan tambahan dalam kurung sebagai Indravasu bersama dengan tanda tanya: “Indravarman (Indravasu?)”. Nama Indravasu, selain tercatat dalam Prasasti Guci Rukhuna (Rukhuna reliquary), juga tercatat dalam keterangan Prasasti Gelas Perak Indravarman (Silver reliquary of Indravarman), yang menjelaskan bahwa “Indravasu raja Apraca bersama dengan isterinya Vasumitra, yang merupakan ibu dari putranya yang bersifat lestari sebagai penerus, dihormati”. Apabila Indravarman sebagaimana yang diidentifikasi oleh Rika Gyselen sama dengan Indravasu, maka Utara dengan demikian sama dengan Vasumitra yang merupakan isteri Indravarman, atau Indravasu itu sendiri. Adapun untuk menjawab siapa putra pasangan Indravarman dan Utara, atau Indravasu dan Vasumitra, yang dianggap menjadi pangeran penerus tahta Apracaraja selanjutnya, dapat dilihat melalui keterangan Prasasti Uang Logam Aspavarman (Coin of Aspavarman), yang mana hasil pembacaannya dilakukan oleh Alexander Cunningham (Cunningham, Alexander, Coins Of The Indo-Scythians. The Numismatic Chronicle and Journal of the Numismatic Society, Third Series, Vol. 8 (1888)) sebagaimana berikut:

Bahwa pada bagian depan uang logam terdapat gambar raja yang sedang menunggang kuda sambil menggenggam pecut dengan keterangan dalam bahasa Yunani dan aksara Yunani: ΒΑΣΙΛΕΩΣ ΒΑΣΙΛΕΩΝ ΜΕΓΑΛΟΥ ΑΖΟΥ (Basileos Basileon Metanoy Azoy). Sementara pada bagian belakang uang logam terdapat gambar Dewi Pallas Athena sambil menggenggam tombak bersama dengan munculnya simbol Triratna dengan keterangan dalam bahasa Prakerta dan aksara Karosti: Indravarmaputrasa Aspavarmasa Strategasa Jayatasa.

Dalam perspektif bahasa Inggris modern, kata Yunani basileos, yang dalam ejahan bahasa Inggrisnya lebih umum ditulis dengan kata basileus, biasa diartikan sebagai raja (king) (Brown, Roland Wilbur (1956). Composition of Scientific Words: A Manual of Methods and a Lexicon of Materials for the Practice of Logotechnics). Namun demikian, menurut R. Drew, kata basileos dalam bahasa Yunani tidak serta-merta bisa diterjemahkan menjadi raja. Karena basileos merupakan jabatan yang biasa disandang oleh pimpinan suatu kelompok masyarakat tertentu, atau suku tertentu, yang bahkan jabatan tersebut memiliki peraturan yang disepakati bersama sebagai suatu masa batasan jabatan. Meskipun demikian, kata basileos juga memang bisa digunakan untuk pemimpin suku yang dilakukan secara turun-temurun (hereditary leaders) dan tanpa batasan waktu yang bersifat khusus, seperti pada suku Arkadia dan Mesenia, yang dalam konteks tersebut memang mendekati maknanya sebagai raja (Drews, R. (1983). Basileus: The evidence for kingship in geometric Greece. New Haven, CT: Yale.). Semula sebelum sampai kedalam bahasa Yunani sebagai basileos, dalam bahasa Micenaea kata tersebut masih ditulis dengan istilah qasireu, yang berarti pempimpin suku (chieftain). Baik sebagai penguasa yang memiliki batas waktu secara add hoc, maupun pemimpin suku yang bersifat turun-temurun melalui proses pewarisan, namun demikian ciri khas dari basileos sebagaimana yang dikatakan oleh Aristoteles adalah dibatasi oleh adanya hukum, atau peraturan masyarakat dan berbeda dengan karakteristik kepemimpinan archon dan tyrannos yang bersifat otoriter.

Menurut penulis-penulis kuno Yunani, termasuk Aristoteles mengatakan bahwa istilah basileos dalam bahasa Yunani sama dengan istilah sufet yang dipraktikan dalam masyarakat Funisia. Sementara dalam penerapan kepemimpinan bercorak ‘Republic” (maksudnya: Senatus Populus-que Romanus) di Romawi, konsep basileos dan sufet tersebut setara dengan mandat sebagai consul (Roppa, Andrea (2018). “Connectivity, trade, and Punic persistence: Insularity and identity in late Punic to Roman Republican Sardinia (3rd–1st century BC)”. In Kouremenos, Anna (ed.). Insularity and Identity in the Roman Mediterranean (1st ed.). Oxbow Books.). Konsep basileos yang sama dengan konsep sufet tersebut, menurut Aristoteles dalam naskah Politic, termasuk penulis lainnya seperti Polibius, Diodorus, Siculus, dan Diogenes Laertius, yang mengatakan bahwa sebagaimana masyarakat Funisia di Kartago terapkan, pada dasarnya diatur melalui Undang-Undang Dasar Kartago (Carthaginian Constitution). Kekeliruan dalam memahami konsep basileos dan sufet, kemudian dilakukan oleh para penerjemah Kristen kemudian yang menyepadankannya dengan konsep Latin rex (raja) (Bell, Brenda (1989). “Roman literary attitudes to foreign terms and the Carthaginian ‘sufetes'”. Classical Association of South Africa. 32: 29–36.).

Padahal dalam bahasa Ibrani, istilah basileos dan sufet tersebut, dinamai dengan syofet yang juga diartikan sebagai pemimpin suku yang menyatukan masyarakat Israel dan dipilih secara add hoc (Crawley Quinn, Josephine (2018). “A New Phoenician World”. In Search of the Phoenicians. Princeton University Press. pp. 153–175.). Sementara raja dalam bahasa Ibrani disebut dengan melekh (“Molech”. Britannica Online Encyclopedia. Encyclopædia Britannica Online. 2008.). Demikian juga dalam bahasa Yunani, istilah raja sebenarnya disebut dengan wanak yang kemudian berubah menjadi anaks, dari bahasa Micenaea wanaka (ἄναξ. Liddell, Henry George; Scott, Robert; A Greek–English Lexicon at the Perseus Project.). adapun kata jamak dari basileos adalah basileon, sehingga basileos basileon dengan demikian maksudnya adalah pemimpin besar suku, pemimpin perang tertinggi, gubernur jeneral, atau untuk memudahkan secara teknis masih dapat digunakan kata Sanskerta rajadiraja, namun demikian dalam pengertiannya yang mengandung tertib peraturan dan agama. Sementara metanoy kemungkinan dalam konteks Prasasti Uang Logam Aspavarman (Coin of Aspavarman) dapat diartikan sebagai perwujudan, yang sebelumnya diabil dari kata meta yang berarti setelah dan noeo yang berarti berpikir (Gerald O’Collins; Edward G. Farrugia (2002), Jan Ożóg and Barbara Żak, transl.; Henryk Pietras, editor, Leksykon pojęć teologicznych i kościelnych, 2 edition, Kraków: Wydawnictwo WAM). Basileos Basileon Metanoy Azoy, dengan demikian maksudnya Rajadiraja Perwujudan Azoy, yang dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya sudah diketahui sebagai Aya dalam bahasa Prakerta dan aksara Karosti dan Azes I dalam terminologi akademik, yang merupakan raja dari Satrap Mathura dan Gandara yang dibangun oleh suku Saka.

Dalam keterangan bahasa Prakerta dan aksara Karosti, jelas dikatakan bahwa Indravarmaputrasa Aspavarmasa Strategasa Jayatasa, yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi “Victorious general Aspavarma, son of Indravarma” (Jenderal Aspavarman yang cemerlang, putra Indravarman). Melalui pembacaan Prasasti Uang Logam Aspavarman (Coin of Aspavarman), dapat diperkirakan bahwa pemilihan kata strategosa yang berasal dari kata strategoi merupakan padanan kata dari basileos basileon dalam citarasa kuno sebagaimana yang sudah dibahas, yang berarti kepala suku besar, panglima perang besar, gubernur jenderal, yang dibatasi oleh peraturan dan hukum, yang sedikit memiliki citarasa dengan wanak (Yunani), rex (Latin), atau raja (sanskerta). Dan pada giliran selanjutnya, kata basileos dan strategos itu yang kemungkinan bertransformasi dalam konsep –varman. Melalui hasil pembacaan terhadap Prasasti Uang Logam Aspavarman (Coin of Aspavarman )tersebut, dapat diketahui bahwa Indravarman dan Utara, yang disebut juga dengan nama Indravasu dan Vasumitra, memiliki putra yang lestari untuk melanjutkan kekuasaan Apracaraja yang bernama Aspavarman yang diibaratkan sebagai pengganti, atau penerus kejayaan raja Aya (Azes I) dari Satrap Matura dan Gandara.

Setelah kepemimpinan Aspavarman, para ahli sejarah masih memasukan nama Sasan, yang ditulis dalam bahasa Prakerta dan aksara Karosti dengan nama Sasa (Coins of the Sakas, The Numismatic Chronicle and Journal of the Numismatic Society Third Series, Vol. 10 (1890), pp. 103-172.). Adapun Sasan tersebut, diduga para ahli merupakan keponakan dari Aspavarman (Indo-Greek and Indo-Scythian Coinage, Volumes 7 à 9, Michael Mitchiner, Hawkins Publications, 1976, p.721). Masa hidup Sasan asal kerajaan Apracaraja tersebut, diperkirakan para ahli sezaman dengan masa hidup Kujula Kadpises dan Mujatria asal kerajaan Kusan, yang masih merupakan suku Saka dari percabangan Yuezi (Dating and locating Mujatria and the two Kharahostes, Joe Cribb, p.29). Setelah masa hidup Sasan, yang diperkirakan para ahli sejarah berkuasa antara tahun 40 M sampai dengan 50 M, kerajaan Apracaraja berakhir.

KESIMPULAN

Melalui pengkajian terhadap sejarah kerajaan Apracaraja dapat diketahui, bahwa suffix –varman sudah digunakan dikerajaan tersebut sejak tahun 28 SM hingga tahun 50 M (abad ke-1 SM hingga abad ke-1 M). Nama-nama yang menggunakan suffix –varman tersebut antara lain Visnuvarman yang memiliki nama lain sebagai Vispavarman, Viyakamitra, dan Vijayamitra. Kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Indravarman yang memiliki nama lain sebagai Indravasu. Setelah Indravarman kekuasan Apracaraja kemudian berakhir pada masa Sasan yang diduga oleh para ahli sebagai keponakan Indravarman. Nama-nama raja pada kerajaan Apracaraja selain memiliki deret penguasa yang sedikit, juga menunjukan adanya nama-nama keluarga besar Apracaraja yang bersifat variatif. Adanya perbedaan pada variasi nama-nama pada keluarga Apracaraja tersebut, menjadi temuan yang menarik karena gelar –varman yang identik dengan gelar raja-raja dari latar belakang suku Saka, tidak dapat dipisahkan dari latar belakang kebudayaan dan teologi suku Saka itu sendiri yang membentang panjang pada masa-masa sebelumya: seperti pengaruh kebudayaan Persia dari wangsa Arsacid (Saka), Maurya (kemungkinan masih Saka), Satrap Mathura dan Gandara (Saka), Satrap Utara (Saka), dan juga kekuasaan kerajaan Yavana (Indo-Greek) dari suku Yunani di India. Spektrun keagamaan yang dianut oleh masyarakat Apracaraja memiliki preferensi sebagai penganut agama Budha, sebagaimana juga masyarakat Saka lainnya di India pada periode tersebut sebagai pengaruh dari kerajaan Maurya yang juga penganut agama Budha, dan demikian juga dengan agama yang dianut oleh masyarakat Yunani di India. Namun demikian, apabila ditelusuri lebih lanjut masyarakat Saka juga memiliki spektrum keagamaan sebagai penganut Majusi (Zoroaster). Dan secara spekulatif, masyarakat Apracaraja sebagai bagian dari suku Kamboja dan pada gilirannya Saka, juga terhubung dengan urat nadi sejarah lebih kuno lagi yangs ecara hipotetik dan spekulatif, dapat diperhubungkan dengan entitas masyarakat Israel Utara yang berpadu dengan kebudayaan lama masyarakat Asyuria sebagai bagian dari kekuasaan awal yang mampu melakukan hegemoni terhadap mereka.

Keterangan poto: Silver coin of Vijayamitra in the name of Azes. Buddhist triratna symbol in the left field on the reverse (public domain).

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".