Ditulis oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana
HOV/VI

PATREM merupakan nama paguyuban sastrawati Sunda, yang didirikan pada tanggal 04 November 1982 M. Beberapa pendirinya antara lain Tini Kartini, Ningrum Djulaeha, Ami Raksanagara, dan Popong Otje Djundjunan.

Tini Kartini adalah seorang sastrawati, alumni Bahasa Sunda FKIP UNPAD (pasca PTPG sebelum IKIP Bandung), guru bahasa Sunda, pegawai Kanwil Depdikbud (bagian Permuseuman dan bagian Pendidikan Masyarakat), dan dosen luar biasa UNPAS. Beliau kelahiran Tasikmalaya, 29 Oktober 1933 M.

Ningrum Djulaeha, juga seorang sastrawati. Beliau pernah menjadi redaktur majalah Sunda (majalah Mangle dan majalah Handjuang), dan pegawai Kanwil Depdikbud. Ningrum Djulaeha kelahiran Bogor, 15 September 1934 M dan meninggal di Bandung, 16 Juli 1993 M.

Ami Mainah Raksanagara seorang sastrawati, alumni Bahasa Sunda FKIP UNPAD (pasca PTPG sebelum IKIP Bandung), yang merekomendasikan aspek pengambilan nama dan pembuatan logo berstempel PATREM. Beliau kelahiran Bandung, 07 September 1939 M dan meninggal di Bogor, 23 Februari 2018 M.

Selain Tini Kartini, Ningrum Djulaeha, dan Ami Mainah Raksanagara, penghargaan diberikan juga oleh paguyuban sastrawati Sunda PATREM kepada Popong Otje Djundjunan. Beliau selain politikus adalah juga seorang penulis, anggota DPR/MPR selama lima periode, yang sempat kuliah Ekonomi di UNPAD dan kemudian pindah haluan dan menjadi alumni Bahasa Sunda di FKIP UNPAD (setelah PTPG sebelum IKIP). Popong Otje Djundjunan telah dianggap “paraji’ karena telah berlaku sebagai bidan kelahirannya (beliau mengundang dan menyediakan tempat yang dimilikinya untuk berkumpul para pengarang Sunda dan beliau yang memghubungkan alur administrasi PATREM hingga tercatat).

Setelah itu, PATREM kemudian disyahkan oleh Kepala Kantor Kebudayaan, Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Bandung, yang ditandatangani oleh Kepala Seksi yang bernama Udju Hartaman pada 02 Mei 1983 M.

Nama PATREM itu sendiri diambil dari nama perhiasan wanita yang digunakan sebagai tusuk rambut (cucuk gelung atau konde) yang terbuat dari bahan logam. Pada bagian bawahnya berbentuk lurus dan berujung runcing seperti jarum. Sementara pada bagian atasnya biasanya memiliki ornamen hias bunga-bungaan, terutama yang digunakan oleh para putri dan bangsawan masa silam.

Dalam sejarah dan kesusastraan Sunda, Patrem yang digunakan oleh putri Citraresmi (atau Dyah Pitaloka) putra Prabu Linggabuana (atau Prabu Wangi) dari Kerajaan Sunda tersebut memiliki fungsi sebagai pengikat gelungan rambut, aksesoris yang bersifat estetik, dan fungsi tambahan lainnya sebagai senjata perlindungan wanita untuk dipergunakan dalam keadaan terdesak.

Dengan merujuk pada Patrem yang digunakan oleh Putri Citraresmi (Dyah Pitaloka) itu, aspek penamaan PATREM kemudian digunakan oleh paguyuban sastrawati Sunda ini untuk menamai perkumpulannya. Suatu perkumpulan yang berkembang kemudian setelah tumbuhnya begitu banyak para penulis atau pengarang wanita dalam bidang kesusastraan Sunda pada era 60-70 yang seringkali dipublikasikan dalam media-media cetak berbahasa Sunda.

Untuk menjadi anggota PATREM, para penulis perempuan sastra Sunda dapat memenuhi persyaratan dengan menunjukkan hasil publikasi tulisannya di media-media berbahasa Sunda, sebanyak kurang lebih 20 karangan. Persyaratan ini cukup ketat dan berjenjang. Sehingga dengan demikian, persyaratan tersebut bisa memperlihatkan sisi kualitas dan pencapaian talenta alamiah yang dimiliki anggota PATREM.

Nama PATREM yang sebelumnya berasosiasi secara filosofis dan historis dengan Pasunda Bubat atau Perang Bubat kemudian ditumbuhkan ulang menjadi aspek simbologi dan hermenetika kemerdekaan, cinta negeri atau cinta tanah air, keberanian, kehormatan, dan harga diri masyarakat Sunda, terutama jiwa yang melekat pada kaum wanita Sunda. Nilai-nilai yang ada tersebut, kemudian menjadi landasan paguyuban sastrawati Sunda dalam medan sastra dan pena kepengarangan wanita Sunda kontemporer.

Namun demikian, paguyuban sastrawati Sunda PATREM meskipun kental dengan olah gagasan dan wacana bercitarasa kewanitaan atau keperempuanan (kawanojaan), sebenarnya sama-sekali tidak disandarkan dari gejolak dan pengaruh secara langsung gerakan feminisme internasional (atau global). Melainkan lebih dipengaruhi oleh wacana kesadaran dan identitas kebanggaan dan hargadiri keperempuanan atau kewanitaan (kawanojaan) sebagai bagian integral dari kesadaran dan identitas umum masyarakat Sunda. Terutama hal-hal yang kemudian diaplikasikan dan diperjuangkan melalui peran sastrawati dalam pemeliharaan dan peningkatan kebudayaan Sunda, khususnya bahasa dan sastra Sunda (bahasa daerah).

Adapun yang pernah menjadi ketua (pupuhu) PATREM sejak untuk pertamakalinya berdiri pada tahun 1982 hingga saat ini adalah: Tini Kartini (1982-1987 M), Ningrum Djulaeha (1987-1989 M), Tini Kartini (1989-1995 M), Ami Mainah Raksanagara (1995-2000 M), Naneng Daningsih (2000-2005 M), Aam Amilia (2005-2010 M), Yooke Tjuparmah Soeriaamidjaja (2010-2019 M), dan Chye Retty Isnendes (2019-sekarang). Sistem pemilihan dan masa kepemimpinan yang dilakukan PATREM tidak berjalan secara kaku dan administrtif, melainkan mandataris yang lebih bersifat adat, kekeluargan, juga melibatkan saran-saran atau nasihat-nasihat pangaping (senior) yang berfungsi sebagai pembimbing.

Pada hari Kamis, 04 November 2021 M, paguyuban sastrawati Sunda PATREM telah mencapai usianya yang ke-39 tahun. Suatu pencapaian usia dan kiprah yang luar biasa dari paguyuban sastrawati Sunda untuk bisa diapresiasi. Dalam rangka peringatan ulang tahun paguyuban sastrawati Sunda PATREM tersebut, yang dilaksanakan pada tanggal 6 November 2021 di Gd. Tikomdik Disdik Jl. Rajiman No. 6 Pasik Kaliki Bandung, kepengurusan yang ada melakukan rangkaian kegiatan dengan judul: “Milangkala PSS PATREM ke-39 Tahun (4 November 1982-4 November 2021). Tema kegiatannya adalah “Literasi jadi Tamba dina Mangsa Sasalad Covid 19 (PATREM Healing)”.

Adapun rangkaian acara yang dalam kegiatan ulang tahun (milangkala) PATREM tersebut, yaitu: (1) “Bimtek Patrem 30 Jam Nulis Carita Pondok Bacaeun Barudak” (30-31 Oktober 2021); (2) “Magunemkeun PATREM Jeung Karyana (Talk Show)” (6 November 2021); (3) “Loncing Nomer Anggota Jeung Sirung PATREM” (6 November 2021); (4) “Loncing Buku 50 Carpon PATREM” (6 November 2021); dan (5) “Pasanggiri Nulis Carita Pondok Bacaeun Barudak” (6 November 2022 – 6 Februari 2022).

Rangkaian kegiatan ulang tahun PATREM yang ke-39 tahun itu diselenggarakan sebagai wujud hasil kerja sama (rukun gawe) antara PATREM dengan Dinas Pendidikan, Yayasan Edukasi Nalinga Sabumi, Dewan Kebudayaan Bandung, Pustaka Jaya, Mangle, dan Galura. Seluruh rangkaian acara dibuka oleh Goen Goenawan, Kepala Seksi Pengembangan dan Produksi UPTD Tikomdik Dinas Pendidikan Prov. Jawa Barat.

Pada kegiatan “Bimtek Patrem 30 Jam Nulis Carita Pondok Bacaeun Barudak” (30-31 Oktober 2021) dibimbing oleh Cecep Burdansyah, Tatang Sumarsono, dan Chye Retty Isnendes.
Cecep Burdansyah berlatar dari Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS), pengarang, wartawan, dan staf ahli News Tribun Network. Tatang Sumarsono merupakan pengarang, wartawan senior, dewan redaksi Mangle, dan staf ahli rektor UNPAS. Adapun Chye Retty Isnendes merupakan Ketua PATREM yang berlatar akademik; dosen UPI.

Pada kegiatan “Magunemkeun PATREM Jeung Karyana (Talk Show)” (6 November 2021) dihadirkan pembicara Chye Retty Isnendes (pupuhu PATREM), Tetti Hodijah (pangaping PATREM), Yooke Tjuparmah Soeriaamidjaja (senior PATREM, dosen FIP UPI)), Cecep Burdansyah (PPSS), Teddi Muhtadin (Pusat Studi Sunda Unpad), Popong Otje Djundjunan (bidan PATREM), dan Rosyid E. Abby (wartawan Pikiran Rakyat dan Galura). Adapun pemandu talk show adalah Dian Hendrayana (moderator, dosen Bahasa Sunda UPI).

Pada acara pembukaan milangkala PATREM, turut menghadiri dan memberikan sambutan dari mandala maya antara lain Rahmat Jabaril (ketua Dewan Kebudayaan Bandung) dan Prof. Ganjar Kurnia (Pusat Digitalisasi Sunda, mantan rektor UNPAD). Selain itu, Aam Amilia (senior PATREM), turut aktif dan berperan serta dalam talk show dan memberikan pandangan-pandangannya.

Pada kegiatan “Loncing Nomer Anggota Jeung Sirung PATREM” (6 November 2021) tampak terlihat adanya perhatian paguyuban sastrawati Sunda PATREM terhadap hal-hal yang bersifat pengarsipan dan administrasi keanggotaan. Pada kesempatan tersebut sebagai awal dan simbolik dibuatkan sebanyak 12 kartu keanggotaan untuk pengurus dan beberapa senior PATREM, termasuk untuk Popong Otje Djundjunan.

Pada kegiatan “Loncing Buku 50 Carpon PATREM” (6 November 2021) dikabarkan bahwa program itu telah dikerjakan sejak masa pupuhu Yooke Tjuparmah Soeriaamidjaja dan kemudian dituntaskan pada masa pupuhu Chye Retty Isnendes. Karyanya berupa antologi 50 cerita pendek berupa kompilasi karangan anggota penuh PATREM dan anggota kader muda PATREM, yang disebut SIRUNG PATREM (junior). Karena adanya wabah COVID, buku yang telah selesai pada tahun 2020 M dan diterbitkan Pustaka Jaya, akhirnya baru resmi diluncurkan pada tahun 2021 M berbarengan dengan kegiatan ulang tahun PATREM ke-39 ini.

Pada kegiatan “Pasanggiri Nulis Carita Pondok Bacaeun Barudak” (6 November 2022 – 4 Februari 2022) dikabarkan tingginya apresiasi dan antusiasme peserta Bimtek yang mencapai lebih dari angka 150 orang, akan ikut serta dalam pasanggiri. Pasanggiri Carpondak PATREM dibuka juga untuk umum. Proses pemeriksaan dan penilaian naskah akan dilakukan oleh panitia dan tim ahli penilaian hingga nanti setelah tanggal 4 Februari 2022 M. Adapun juaranya akan diumumkan pada tanggal 21 Februari 2022, berbarengan dengan perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional. Naskah terpilih akan dibuat menjadi buku dengan sistem pembiayaan swadaya peserta dan anggota.

Selamat ulang tahun ke-39 untuk PATREM, semoga terus hidup dan berkarya. Semoga PATREM dapat menemukan formulasi dan format kekaryaan di era digital ini, mengarsipkan seluruh kontribusi kekaryaan anggota baik karya kolektif maupun karya individual sebagai sumbangan khazanah intelektual dan kesusastraan Sunda yang dapat dijadikan cermin dan patokan untuk kemudian terus dikembangkan dan ditingkatkan oleh generasi sastrawati Sunda selanjutnya dengan standar mutu yang tetap bertahan dan diharapkan lebih meningkat. Sebagaimana dunia barat yang menginventarisasi seluruh naskah cetak menjadi digital sebagai harta karun dan investasi modern ini, PATREM juga bisa melakukan hal yang sama sebagaimana juga telah mulai dilakukan oleh langkah kerja serupa melalui berdirinya Pusat Digitalisasi Sunda.

Keterangan: isi berita dipupu langsung di lapangan dan dari Ketua PATREM, Chye Retty Isnendes.

ditulis oleh

Varman Institute

Pusat Kajian Sunda - The Varman Institute (TVI) merupakan unit unggulan yang berada di bawah Bidang Pendidikan Pengajaran dan Pelatihan (Department of Education, Teaching, and Training) dari Yayasan Buana Varman Semesta (BVS).