Bagian (IV)

Risalah Kapundung

SUATU LANDASAN TEORETIK UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PENANAMAN KEMBALI POHON KAPUNDUNG PADA ALIRAN SUNGAI CI KAPUNDUNG

Oleh, Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)

Makna Kapundung dalam Khazanah Ilmu Hayat dan Kajian Pengelompokkan Tumbuhan

Berdasarkan Plant Resources of South-East Asia (PROSEA), suatu lembaga internasional
yang memiliki fokus dalam meneliti kekayaan sumberdaya tumbuhan di kawasan Asia Tenggara terdapat salah-satu topik berkaitan dengan marga (genus) Baccaurea Lour.

Baccaurea adalah marga tumbuhan berbunga pada suku (tribe) Antidesmeae dan pada bangsa (family) Phyllanthaceae. Dalam penelaahan PROSEA, dikatakan bahwa Baccaurea adalah marga yang luas yang diperkirakan mencakup lebih dari 80 jenis (species), sementara melalui penelusuran sumber lainnya dikatakan bahwa anggotanya bisa mencapai lebih dari 100 jenis.

Selain itu dikatakan juga bahwa persebaran marga Baccaurea tersebut meliputi wilayah India hingga Pasifik di mana di dalamnya termasuk Sri Langka, Kepulauan Andaman, Cina Selatan, Indo-Cina, Birma, Thailand, Malaysia, Pilipina, Indonesia, Papua New Guinea, Fiji, dan Tahiti.

Sementara itu jantung wilayah yang menjadi pusat keanekaragaman jenisnya yang paling banyak terdapat di Semenanjung Malaysia sebanyak 22 jenis, Pulau Sumatra dan pulau-pulau kecil lain
di sekitarnya sebanyak 20 jenis, Pulau Kalimantan sebanyak 25 jenis, Kepulauan Pilipina
sebanyak 5 jenis, dan di Pulau Jawa sebanyak 7 jenis.

Dan dalam fokus PROSEA, dikatakan bahwa empat jenis di antaranya yang telah berhasil dibudidayakan (cultivated) oleh masyarakat manusia, antara lain: (1) Baccaurea dulcis (Jack) Muell. Arg., in DC., Prodr. 15 (2): 460 (1866); (2)Baccaurea motleyana (Muell. Arg.) Muell. Arg., in DC., Prodr. 15 (2): 461 (1866); (3) Baccaurea racemosa (Reinw. Ex Blume) Muell. Arg., in DC., Prodr. 15 (2): 461 (1866); (4) dan Baccaurea
ramiflora Lour., Fl. Cochinch.: 661 (1790), synonyms: Baccaurea sapida (Roxb.) Muell. Arg.
(1866)., Baccaurea wrayi King ex Hook. F. (1887).

Pertama, Baccaurea dulcis memiliki nama-nama daerah (vernacular names) antara lain Cupa, Tupa, dan Kapul di Indonesia. Sementara nama-nama daerah lainnya di Malaysia antara lain adalah Cupa dan Tupa. Kemudian dari sekian nama-nama daerah yang ada tersebut, Ketupa telah dijadikan nama popular yang berlaku secara internasional (international names) untuk
menggidentifikasi nama ilmiah (scientific names) dengan bahasa Latin Baccaurea dulpis tersebut.

Adapun Ketupa dianggap sebagai pohon yang khusus (endemic) terdapat di Pulau Sumatra bagian Selatan saja. Namun demikian pada tahap selanjutnya tersebar luas akibat adanya usaha pembudidayaan (cultivated) oleh masyarakat di kawasan Pulau Sumatra dan di beberapa wilayah kecil kawasan Pulau Jawa bagian Barat saja.

Tinggi pohon Ketupa ini berkisar
antara 5-15 meter dengan lingkar batang mencapai lebih dari 50 centimeter dan lingkar buah
berkisar pada 3,5-4 centimeter.

Kedua, kemudian Baccaurea motleyana memiliki nama-nama daerah antara lain Rambai (Indonesia), Rambai (Malaysia), Rambi (Pilipina), dan Mafai-farang, Lamkhae, Ra-mai (Thailand). Kemudian nama popular yang berlaku secara internasional dalam bahasa Inggris adalah Rambai.

Adapun Rambai ini diduga sebagai tumbuhan asli yang berada di kawasan Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan Pulau Jawa. Namun demikian kemudian menyebar akibat pembudidayaan di kawasan Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, dan Pulau Bali.

Tinggi pohon Rambai ini berkisar antara 15-25 meter dengan lingkar batang berkisar antara 40 centimeter dan lingkar buah yang berkisar antara 2-4 centimeter.

Ketiga, sementara Baccaurea racemosa memiliki nama-nama daerah antara lain Menteng, Kepundung,dan Bencoy (Indonesia) dan Kapundung, Menteng, dan Jinten Merah (Malaysia). Nama popular
yang berlaku secara internasional untuk menamai Baccaurea racemosa ini adalah Kapundung.

Asal pohon Kapundung ini diduga berasal dari kawasan Malaysia bagian Barat yang kemudian
mengalami proses pembudidayaan hingga tersebar luas di kawasan Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, dan Pulau Bali.

Tinggi pohon Kapundung ini berkisar antara 15-25 meter dengan lingkar batang berkisar antara 25-70 centimeter dan lingkar buah berkisar antara 2-
2,4 centimeter.

Keempat, dan Baccaurea ramiflora memiliki nama-nama daerah yang berlaku antara lain Mafai Setambun, dan Tajam Molek (Indonesia), Pupor, Tampoi, dan Tempui (Malaysia), Kazao (Birma), Phnhiew (Kamboja), Fa’ai (Laos), Mafai, Somfai, dan Hamkang (Thailand), dan Giau Gia Dat, Giau Tien, dan Dzau Mien Dzu’oi (Vietnam). Adapun nama pergaulan yang berlaku secara internasional adalah Burmese Grape.

Pohon Burmese Grape ini masih bersifat liar dan banyak ditemukan persebarannya di kawasan yang luas sekali antara lain di kawasan Nepal, India, Birma, Cina bagian Selatan, Indo-Cina, Thailand, Semenanjung Malaysia, dan Kepulauan Andaman. Sejauh ini baru di kawasan India dan Malaysia saja Burmese Grape telah berhasil dibudidayakan dengan baik.

Tinggi pohonnya berkisar antara 25 meter (tanpa lampiran lingkar
pohon dalam data PROSEA) dan dengan lingkar buah berkisar antara 2,5-3 centimeter.

Mengenai Baccaurea racemosa yang disuguhkan dalam pemaparan PROSEA dapat
dilihat bahwa nama yang disepakati dalam pergaulan berbahasa Inggris disebut dengan nama Kapundung dengan cara mengambil alih dari salah-satu sumber nama-nama daerah yang
berkembang di dalam bahasa Melayu dari kawasan Malaysia.

Di sana juga dikatakan bahwa
nama-nama daerahnya yang lain adalah Kapundung, Menteng, dan Bencoy.

Dengan demikian, aspek identifikasi dari PROSEA tersebut secara ilmiah tidak bertolak belakang dan semakin
memperkuat hasil identifikasi dari makna leksikal yang berkembang dalam tradisi dan khazanah
kebudayaan berbahasa Sunda dan berbahasa Indonesia bahwa Kapundung, Menteng, dan Bencoyadalah sama.

Di dalam hasil penelaahan PROSEA juga terdapat data yang sama yang lebih memperkuat lagi bahwa Kapundung (Baccaurea racemosa) sebagai konsep yang lebih umum mencakup dua varietas berbeda, yakni Menteng jika memiliki warna daging putih dan Bencoy jika memiliki
warna daging merah.

Dalam keterangan berbahasa Inggrisnya Kapundung atau Baccaurea racemosa dikatakan sebagaimana berikut: “In Baccaurea racemosa two forms are distinguished: one with white fruit flesh (“Menteng”) and one with red flesh (“Bencoy”).”

Untuk lebih meyakinkan, kami dapat tambahkan sebuah keterangan lainnya yang terdapat dalam buku Wisata Bumi Cekungan Bandung karangan Budi Brahmantyo dan T. Bachtiar yang diterbitkan oleh Truedee pada tahun 2009 di Bandung.

Di sana dikatakan bahwa “… Dr. C.G.G.J. Van Steenis (1947, 1981) menyamakan buah ini dengan buah Menteng dan Bencoy (Baccaurea racemosa MA)….” di mana yang dimaksudkan oleh Dr. C.G.G.J. Van Steenis adalah Kapundung dianggap sama dengan Menteng dan Bencoy dengan nama Latin yang sama yakni Baccaurea racemosa.

Namun demikian, terdapat juga pakar yang membedakan antara Menteng dan Kapundung misalnya saja K. Heyne. Dalam keterangan buku yang sama dikatakan “Sedangkan K. Heyne (1927, 1987), sedikit membedakan antara Menteng dan Kapundung (Baccaurea dulcis MUELL.
ARG. (Pierardia dulcis JACK)) karena rasa Kapundung biasanya jauh lebih disukai daripada
Menteng…”.

K. Heyne dengan kata lain ingin mengatakan jika Menteng memiliki nama Latin Baccaurea racemosa (Reinw. Ex Blume) Muell. Arg., sementara Kapundung memiliki nama Latin Baccaurea dulcis (Jack) Muell. Arg.

Dan bahwa antara keduanya memiliki perbedaan jenis bukan sekedar perbedaan varietas walaupun masih dalam marga yang sama dengan kualitas rasa yang juga sedikit berbeda, di mana Baccaurea dulcis (Jack) Muell. Arg. dianggap memiliki rasa lebih manis dibandingkan Baccaurea racemosa (Reinw. Ex Blume) Muell. Arg.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".