Bagian (III)

Risalah Kapundung
SUATU LANDASAN TEORETIK UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PENANAMAN KEMBALI POHON KAPUNDUNG PADA ALIRAN SUNGAI CI KAPUNDUNG

Oleh, Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)

Menggali Makna Kapundung dalam Kamus Bahasa Sunda dan Kamus Bahasa Indonesia

Berdasarkan Kamus Basa Sunda karangan R.A. Danadibrata yang diterbitkan oleh Panitia Penerbitan Kamus Basa Sunda berdasarkan kerjasama denga Kiblat Buku Utama dan UNPAD di Bandung pada tahun 2006 M (didasarkan atas karya R.A. Danadibrata yang diterbitkan oleh Panitia Penerbitan Kamus Basa Sunda tahun 1905 M), dikatakan bahwa “Kapundung: Jw. Menteng, Bencoy.”

Dengan kata lain penulis kamus ingin menerangkan bahwa Kapundung yang merupakan istilah dalam bahasa Sunda, dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah Menteng dan istilah Sunda lainnya untuk menamai Kapundung adalah Bencoy.

Sementara jika disusul pada istilah Menteng dalam kamus yang sama dikatakan bahwa “Menteng: sabangsa Kokosan buahna raranggeuyan, didaharna dikokos terus dikepah; (Menteng) sagede-gede Kokosan, eusina warna bodas rada koneng; tingali Bencoy.”

Pada kosakata ini penulis ingin menjelaskan perbandingan bahwa Menteng itu serupa dengan Kokosan dan ukuran buahnya juga seukuran Kokosan namun demikian Menteng itu bukan Kokosan. Buah Kokosan sesungguhnya lebih berkerabat dan menyerupai buah Dukuh dan Langsat yang banyak ditemui di Pulau Sumatra.

Keterangan lain mengenai Menteng dalam kamus tersebut dikatakan jika Menteng memiliki isi warna putih agak kuning dan kemudian menganjurkan untuk menengok lebih lanjut kosakata Bencoy. Dikatakan dalam kamus bahwa “Bencoy: menteng nu eusina wungu atawa
beureum kolot; tingali menteng; ngadahar (menteng) dikepah, tingali kepah.”

Melalui tulisan ini penulis ingin mengatakan bahwa Bencoy adalah Menteng yang isinya ungu atau merah tua dan menegaskan kembali untuk menengok kata leksikal Menteng. Melalui penelaahan kamus bahasa
Sunda dapat disimpulkan:

Pertama, bahwa Kapundung, Menteng, dan Bencoy adalah tiga istilah berbeda yang merujuk pada benda yang sama.

Kedua, bahwa Kapundung memiliki tingkat gagasan yang lebih umum (generik) di mana di dalamnya termaktub kata Menteng dan Bencoy.

Ketiga, bahwa apabila diklasifikasikan lebih khusus lagi, maka Kapundung terbagi ke dalam dua varietas. Pertama, apabila Kapundung itu memiliki warna daging buah putih sedikit kuning maka disebut dengan kata Menteng. Dan kedua; sementara apabila Kapundung itu memiliki warna daging buah ungu atau merah tua maka disebut dengan kata Bencoy.

Kemudian marilah kita coba untuk sedikit mengambil perbandingan antara keterangan yang terdapat dalam kamus bahasa Sunda dengan keterangan yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia.

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta yang
diterbitkan oleh PN Balai Pustaka di Jakarta pada tahun 1952 M (diolah kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
1976) dikatakan bahwa “Kepundung: Jw. nama pohon, buahnya seperti Langsat tapi masam, Andropogon nardus LINN.”

Dalam kamus tersebut penulis ingin mengatakan apabila Kepundung adalah istilah Jawa yang merujuk pada pohon dan buah yang serupa Langsat namun demikian bukan pohon dan buah Langsat.

Langsat adalah pohon dan buah yang lebih dekat dengan Dukuh, karena warna kulitnya yang cenderung kuning dan bagus sehingga tercipta peribahasa Melayu (sebagai induk bahasa Indonesia) “kuning langsat” untuk menyebut kulit manusia yang cenderung bagus, putih, terang, dan kekuningan seperti buah Langsat atau Dukuh.

Di dalam kamus terdapat kesalahan mendasar dengan mengatkan nama ilmiah (Latin) Langsat adalah Andropogon nardus LINN yang sesungguhnya merujuk pada nama Latin untuk Serai Wangi, di mana seharusnya adalah Lansium domesticum CORR (pada keterangan khusus
Langsat tertulis secara benar sebagai Lansium domesticum CORR, kemungkinan telah terjadi
salah cetak atau kurang teliti dalam pengecekan ulang entri Kepundung).

Sementara istilah Menteng pada kamus yang sama dikatakan bahwa “Menteng: buah (pohon) Kepundung, Baccaurea racemosa MUELL. ARG.” Dengan kata lain penulis ingin mengatakan bahwa Menteng adalah nama lain untuk merujuk pada buah dan pohon Kepundung.

Namun demikian, pada kamus bahasa Indonesia tersebut tidak termuat kosakata Bencoy sebagaimana terdapat dalam kamus bahasa Sunda.

Melalui penelusuran aspek leksikal baik terhadap kamus bahasa Sunda maupun kamus
bahasa Indonesia dan dengan cara berpikir yang berpatokan pada logika ilmiah (scientific methode) yang bersifat rasional, koheren, dan saling berkorespondensi antar data, dapat diketahui apabila Kapundung adalah sama dengan apa yang dalam bahasa Melayu disebut dengan Kepundung.

Dalam sumber yang lain, Kapundung juga disebut dengan beberapa variasi pengucapan dalam bahasa Jawa; yakni Kemundung, Mundung, dan ada juga yang mengatakannya sebagai Pundung.

Namun demikian, apa yang disebut dengan Kapundung; dalam bahasa Sunda memiliki tingkat informasi dan klasifikasi yang lebih detail. Selain bersifat sinonim secara sejajar antara Kapundung, Menteng, dan Bencoy; maka Kapundung bisa menjadi istilah yang lebih umum (generik/general) terkait varian warna buahnya.

Pertama, Menteng untuk Kapundung yang memiliki daging buah berwarna merah keunguan. Dan kedua, Bencoy untuk Kapundung yang memiliki daging buah berwarna putih kekuningan.

Namun demikian informasi berharga perihal petunjuk nama Latin tidak didapatkan dalam keterangan kamus bahasa Sunda, melainkan terdapat dalam keterangan kamus bahasa Indonesia.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".