“(Lines 19-20) Whose magnanimity blended with valour was caused by (his) first capturing, and thereafter showing the favour of releasing, all the kings of Dakshinapatha such as Mahendra of Kosala, Vyaghraraja of Mahakantara, Mantaraja of Kurala, Mahendragiri of Pishtapura, Svamidatta of Kottura, Damana of Erandapalla, Vishnugopa of Kanchi, Nilaraja of Avamukta, Hastivarman of Vengi, Ugrasena of Palakka, Kubera of Devarashtra, and Dhananjaya of Kusthalapura.)” [Allahabad Stone Pillar Inscription of Samudragupta]
“(Baris 19-20) Kepunyaannya kemuliaan yang berpadu dengan keberanian yang menyebabkan penawanan yang pertama kali dilakukannya, dan yang setelahnya kemudian menunjukkan kebaikan dengan cara dibebaskannya, yakni
seluruh raja-raja dari Dakshimapatha seperti Mahendra dari Mahakantara, Mantaraja dari Kurala, Mahendragiri dari Pishtapura, Svamidatta dari Kottura, Damana dari Erandapalla, Vishnugopa dari Kanchi, Nilaraja dari Avamukta, Hastivarman dari Vengi, Ugrasena dari Palakka, Kubera dari Devarashtra, dan Dhananjaya dari Rusthalapura.) [Prasasti Tiang Batu Allahabad dari Samudragupta]
Teks tersebut merupakan sebagian kecil dari isi Prasasti Tihang Batu Allahabad dari Samudragupta yang dikeluarkan oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Gupta Rajawangsa (Keluarga Gupta). Terjemahan ke dalam bahasa Inggris tersebut merupakan hasil terjemahan yang dibuat oleh D.R. Bhandarkar (Corpus Inscriptionum Indicarum: Inscriptions of the Early Gupta Kings) yang dikutip dan digunakan dalam buku Vakataka Gupta Age Circa 200-550 AD karangan Ramesh Chandra Majumdar (kemudian diterjemahkan alakadarnya ke dalam bahasa Indonesia oleh penulis). Prasasti Tiang Batu Allahabad dari Samudragupta sendiri sesungguhnya ditorehkan dalam bahasa Sanskrit dan aksara Grantha pada abad ke-4 M. Inskripsi tersebut berada pada medium tiang yang sama yang sejak abad ke-3 SM telah digunakan oleh Maharaja Asokha dari Kerajaan Jambudvipa (Keluarga Maurya).
***
Di sana disebutkan bahwa salah-satu raja yang berhasil ditundukkan oleh Samudragupta adalah Hastivarman dari Vengi. Dan dikarenakan kebaikan hati Samudragupta, maka raja-raja tersebut dibebaskan dan menjadi bagian dari penguasa-penguasa bawahan (vassal) yang berkewajiban menunaikan pajak. Masa berkuasa Samudragupta berdasarkan perhitungan para ahli sejarah adalah antara 335-375 M (abad ke-4 M). Maka dengan demikian dapat diperkirakan dengan pasti bahwa masa hidup Hastivarman dari Vengi adalah masa hidup yang sama dengan masa hidup Samudragupta dari Gupta, yakni pada abad ke-4 M.
Jika merujuk pada Naskah Geographia yang ditulis oleh Klaudius Ptolomeaus, yakni seorang penulis penduduk kota Alexandria (Arab: Iskandariyah) berkebangsaan Yunani dan berkewarganegaraan Romawi pada sekitar pertengahan abad ke-2 M. Di sana di dalam Geographia diberitakan oleh Ptolomeaus adanya suatu daerah yang bernama Benagouron di wilayah India (Tenggara India). Menurut analisis ahli, Ptolomeaus seharusnya menuliskannya Bengauron dimana kemungkinan dalam bahasa Sanskrit disebut dengan Vengapura atau Vengipura. Masih dalam keterangan Ptolomeaus, Benagouron tersebut berada di wilayah Maiseloi. Dan berkesesuaian dengan kenyataan di lapangan, Vengapura atau Vengipura tersebut memang berada di suatu daerah yang bernama Masulipatam.
Sementara itu, nama kerajaan yang menempati pusat ibukota Benagouron di Maiseloi tersebut adalah Salakenoi. Masih berkesesuaian antara keterangan Geographia dari Ptolomeaus dengan aspek toponimi di lapangan dan aspek informasi kesejarahan, bahwa kerajaan tersebut dalam bahasa Sanskrit disebut dengan nama Salankayana. Jadi dengan kata lain dalam Naskah Geographia karya Klaudius Ptolomeaus, tersebutlah sebuah kerajaan dengan nama Salankayana dengan ibukotanya bernama Vengipura di wilayah Masulipatam (India).
Seperti yang telah dikemukakan dalam Prasasti Pilar Allahabad oleh Samudragupta sebelumnya, bahwa Hastivarman disebutnya dengan istilah Vaingeyaka yakni dari Vengi atau lebih tepatnya penguasa Vengi. Sementara Vengi dalam prasasti Allahabad tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah kerajaan Salankayana yang beribukota di Vengipura di kawasan Masulipatam. Pada masa hidup dan berkuasanya Samudragupta dari kerajaan Gupta tersebut, Hastivarman dari kerajaan Salankayana telah berhasil ditundukkan dan dijadikannya sebagai suatu kerajaan bawahan (vassal). Sementara itu, terdapat bukti kuat lainnya yang didasarkan atas inskripsi-inskripsi (Efigrafi) mereka sendiri, bahwa seluruh penguasa Salankayana memang menyatakan dirinya sebagai orang Vengi dari Salankayana-sagotra (Keluarga Salankayana).
Terdapat beberapa bukti inskripsi-inskripsi atau prasasti-prasasti (tulisan-tulisan) yang dibuat oleh raja-raja Salankayana sendiri dalam bentuk lempeng-lempeng tembaga (coper plate). Lempeng-lempeng tembaga tersebut dikeluarkan mereka sebagai suatu bentuk kesaksian atas kebijaksanaan mereka dalam memberikan tanah-tanah hibah untuk suatu kepentingan tertentu yang diberikan kepada Brahmana yang dalam bahasa Sanskrit disebut dengan nama Brahmadaya. Inskripsi-inskripsi tersebut antara lain (amat terbantu oleh Vakataka Gupta Age Circa 200-550 AD oleh Ramesh Chandra Majumdar 1986): Ellore Grant Inscription of Devavarman (Prakrit), Kanteru Grant Inscription of Skandavarman (Sanskrit), Kollair Grant Inscription of Nandivarman (Sanskrit), dan Peddavengi Grant Inscription of Nandivarman (Sanskrit). Seluruh inskripsi-inskripsi tersebut dibuat dalam medium lempeng tembaga, dan bukan dalam medium batu.
Di dalam Prasasti Ellore terberitakan nama raja Devavarman. Pada Prasasti Kanteru terberitakan nama raja Skandavarman dan Nandivarman. Pada Prasasti Kollair terberitakan nama raja Chandravarman dan Nandivarman. Pada Prasasti Peddavengi terberitakan nama raja Hastivarman, Nandivarman, Chandravarman, dan Nandivarman. Pada prasasti-prasasti tersebut tidak tercantumkan angka tahun Saka dalam pembuatannya sehingga agak sukar untuk menentukan tarikh waktu dimana sejarah Salankayana tersebut berlangsung. Dan kemudian, tidak seluruh prasasti-prasasti tersebut memberitakan tata urutan raja-raja yang pernah menguasai Salankayana secara runut dan sistematis. Namun demikian, dari keterbatasan data tersebut para ahli masih mampu melakukan ikhtiar untuk menentukannya.
Pertama, Prasasti Ellore oleh Devavarman jelas masih menggunakan Bahasa Prakrit (Prakrit language) dan Aksara Brahmi (Brahmi script). Secara Epigrafis, jelas menunjukkan jika periode Devavarman jauh lebih tua dari prasasti-prasasti lainnya yang telah ditulis dalam Bahasa Sanskrit (Sanskrit language). Penulis belum berkesempatan memastikan pada jenis aksara apa sisa Epigrafi tersebut dituliskan. Hanya saja terdapat informasi tambahan jika pada masa Salankayana ini, Aksara Kannada (Kannada script) dan Aksara Telugu (Telugu script) mulai dibangun. Pada kesempatan kali ini, penulis berasumsi jika sisa prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam Bahasa Sanskrit dan Aksara Kannada dan Aksara Telugu. Aksara Telugu tersebut dibangun dari Aksara Kannada, dan Aksara Kannada sendiri dibangun dari Aksara Brahmi sebagaimana yang masih digunakan pada masa Ellore Grant/Charter Inscription oleh Devavarman. Melalui pendekatan ini, jelas Devavarman akan diletakkan sebagai raja pertama Salankayana.
Persoalan selanjutnya adalah bagaimana mengurutkan sisa nama raja-raja Salankayana lainnya yang berada dalam Kantheru Grant Inscription oleh Skandavarman, Kollair Grant Inscription oleh Nandivarman, dan Peddavengi Grant Inscription oleh Nandivarman. Pertama, kita akan merujuk pada keterangan Prasasti Kollair oleh Nandivarman bahwa disana dikatakan jika Nandivarman adalah anak dari Chandravarman. Dengan demikian dapat diduga jika Nandivarman merupakan raja yang menggantikan kedudukan ayahnya, raja Chandravarman. Sementara itu pada Prasasti Peddavengi dikatakan jika Nandivarman merupakan anak dari Chandravarman anak dari Nandivarman anak dari Hastivarman. Di sini dapat diketahui adanya dua nama Nandivarman dimana inskripsi Kollair dan Peddavengi dikeluarkan oleh Nandivarman yang sama, yakni Nandivarman II karena sama-sama dicirikan dengan nama ayahnya Chandravarman. Melalui Inskripsi Kollair dan Peddavengi urutannya menjadi sebagai berikut: Hastivarman, Nandivarman I, Chandravarman, dan Nandivarman II.
Sementara itu, bagaimana mengurutkan sisa keterangan dari Khanteru Grant Inscription yang dibuat oleh Skandavarman dimana di dalamnya termuat nama raja yakni, Nandivarman dan Skandavarman. Tidak ada kepastian dalam merangkaikan urutan dua raja ini, namun demikian logika dasar masih mampu untuk mencernanya. Bahwa melalui Kollair Grant dan Peddavengi sudah jelas terurut bahwa Hartivarman mendahului Nandivarman I mendahului Chandravarman mendahului Nandivarman II. Sementara Kantheru Grant yang dibuat Skandavarman memuat nama raja Nandivarman. Di sini dapat diketahui jika Nandivarman mendahului Skandavarman.
Dan dikarenakan pada dua inskripsi sebelumnya yakni Kollair dan Peddavengi jelas tidak termaktub adanya urutan Skandavarman setelah Nandivarman. Jikapun ada adalah Nandivarman I mendahului Chandravarman. Maka jelas, Nandivarman pada inskripsi Kateru adalah Nandivarman II (bukan Nandivarman I dan menutup kemungkinan adanya Nandivarman yang lainnya selain keduanya itu). Melalui analisa ini jelas sudah semua urutannya adalah Devavarman mendahului Hastivarman mendahului Nandivarman I mendahului Chandravarman mendahului Nandivarman II dan ditutup dengan Skandavarman sebagai raja Salankayana terakhir.
Lalu bagaimana dengan pentarikhan masa kerajaan Salankayana tersebut. Pentarikhan waktu dapat dimulai dengan kepastian bahwa Hastivarman yang merupakan raja Salankayana kedua tersebut telah berada dalam hegemoni kerajaan Gupta Rajawangsa di bawah Maharajadiraja Samudragupta (sebutan dalam inskripsinya sendiri) pada abad ke-4 M. Masa berkuasa Maharaja Samudragupta sendiri diperkirakan antara 335-375 M. Maka kurang-lebih pada masa ini juga Maharaja Hastivarman hidup dan berkuasa di Salankayana. Pada masa Maharajadiraja Samudragupta, raja-raja bawahannya masih disebutnya dengan Maharaja. Kita bisa melihat, Samudragupta tengah membangun suatu imperium yang besar. Karena status Maharajadiraja adalah lebih besar dari status Maharaja, sementara status Maharaja masih lebih besar dari status Raja.
Jika Maharaja Hastivarman hidup dan berkuasa pada 335-375 M (meminjam angka Samudragupta), maka Maharaja Devavarman dari Salankayana dapat berkuasa sekitar 295-335. Sementara itu, dartar raja-raja yang berkuasa setelah masa Hastivarman akan jauh lebih muda lagi waktunya dari ukuran yang telah dicobakan tersebut. Katakanlah Devavarman berkuasa antara 295-335 M, Hastivarman antara 335-375 M, maka Nandivarman I akan berkuasa antara 375-405 M, Chandravarma 405-435 M, Nandivarman II 435-475 M, dan Skandavarman 505-535 M. Mungkin urutan waktunya tidak akan sekasar ini setelah mempertimbangkan banyak variabel dan informasi tambahan lainnya. Bisa jadi masa keruntuhan Salankayana yang terjadi pada masa kekuasaan Skandavarman adalah masa yang sama sebagaimana diberitakan Naskah Wangsakerta, dimana Jayasimhavarman kemudian mendirikan Tarumanagara kemungkinan pada abad pertengahan abad ke-4 M (Inskripsi Purnawarman pada pertengahan abad ke-5 M) bersamaan dengan inskripsi-inskripsi Mulawarman dari Kutai dibangun. Antara Salankayana sebagai penjaga gerbang laut Timur yang beroperasi dari Tenggara India tentu saja jika data Pangeran Wangsakerta benar dan merujuk pada suatu kepastian literatur-literatur kuno lainnya yang tidak sempat terwariskan, telah melakukan hubungan kerja sama dan persahabatan yang baik dengan Salakanagara, pendahulu Tarumanagara.
Kita perlu menelaan lebih jauh, bagaimana kedudukan Salankayana sebelum menjadi vassal Gupta Rajawangsa, dimana umumnya dikatakan sebagai bagian dari vassal Pallava hingga Devavarman melalukan Asvamedha untuk menyatakan otonominya. Dan juga kita tidak tahu bagaimana masa kemunduran Salankayana berakhir. Tentu saja kajian yang lebih mendalam dan tematik diperlukan untuk mencari gambaran yang lebih baik tentang hal ini. Dalam hal ini, tulisan hanya membuka bagaimana sebuah logika ilmiah dan kesejarahan dimulai. Logis, Berkorespondensi, dan Kohern. Logis artinya masuk akal, Berkorespondensi artinya adanya informasi-informasi dari beberapa sumber yang saling mengkonfirmasi kebenarannya, dan Kohern artinya serasi atau kompak yakni tidak adanya kontradiksi dan kekacauan informasi; utuh menyeluruh dalam sebuah bangunan yang kokoh.
Dan satu hal lagi adalah adanya fakta-fakta keras sejarah sebagai sumber pengambilan data dan interpretasi kesejarahan. Betatapun sederhananya dan minimnya data Efigrafi, dalam hal ini tetap menjadi penting dan utama; bahkan mampu membawa seorang pembelajar menjelajah lebih jauh lagi. Tidak boleh ada ada alasan kurang data dan kurang sokongan literatur, meskipun sokongan data dan literatur akan mendorong gairah penelitian ilmiah semakin baik. (Gelar Taufiq Kusumawardhana/Varman Institute)
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.