Di dalam tradisi penuturan lisan dan catatan-catatan babad, tersebutlah nama Maulana Muhammad (Pangeran Pamelekaran) yang ditugaskan oleh Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) untuk melakukan cara kerja da’wah melalui pementasan wayang untuk pertamakalinya di Tatar Sunda. Karena pendekatan da’wahnya melalui pementasan wayang maka Maulana Muhammad atau Pangeran Pamelekaran biasa juga dikenal dengan nama Pangeran Dalang. Sementara basis wilayah da’wahnya berada di Sindangkasih (Majalengka).

Maulana Muhammad yang berpusat di Sindangkasih ini merupakan ayah dari Maulana Soleh yang dikenal juga dengan nama Pangeran Santri, Ki Gedeng Sumedang, dan Pangeran Kusumahdinata I yang berpusat di Sumedang. Sementara Maulana Soleh merupakan ayah dari Maulana Jafar yang dikenal juga dengan nama Pangeran Angkawijaya, Pangeran Kusumahdinata II, dan Prabu Geusan Ulun yang juga berpusat di Sumedang. Maulana Jafar/Geusan Ulun (Sumedang) ini yang menerima mahkota raja-raja Sunda dan juga mengambil hak perwalian atas pangeran Sunda terakhir Pangeran Ajimantri putra Prabu Suryakancana setelah penundukkan ibukota Pakuan Pajajaran oleh Maulana Yusuf/Pangeran Pasarean (Cirebon) dan Maulana Zainul Arifin/Panembahan Ratu (Cirebon).

Ayah Maulana Muhammad/Pangeran Dalang/Pangeran Pamelekaran bernama Maulana Abdurahman/Pangeran Panjunan dari isterinya Dewi Matangsari yang merupakan cucu dari Amuk Murugul yang bertempat tinggal di Japura (Cirebon). Putra lain Maulana Abdurahman/Pangeran Panjunan yang berpusat di Panjunan (Cirebon) adalah Tubagus Angke/Pangeran Gedeng Angke yang juga disebut Pangeran Jayakarta II yang berpusat di Jatinegara (Jayakarta/Jakarta). Adapun Pangeran Jayakarta I adalah mertuanya yakni Fatahilah/Faletehan/Fadilahkhan/Tubagus Pasai. Sementara Pangeran Jayakarta III yang biasa disebut dengan Pangeran Sageri atau Pangeran Jayawikarta merupakan menantu dari Pangeran Jayakarta II.

Pangkal dari percabangan keluarga tersebut adalah Syeh Datuk Kahfi yang merupakan ayah dari Maulana Abdurrahman/Pangeran Panjunan. Syeh Datuk Kahfi melakukan kerja da’wah di Giri Amparan Jati (Cirebon) setelah menumpang kapal dalam ekspedisi Cheng Ho/Mahmud Syamsyudin atas nama dinasti Ming yang merupakan keturunan dari Zhongyi/Zhonghui/Sayid Ajjal Syamsyudin Umar seorang Gubernur Yunan pada masa dinasti Yuan. Di Yunan, Sayid Ajjal menda’wahkan Islam dan memprakarsai pengajaran etik Konghucu dan Budha sebagai transisi untuk menghaluskan budi pekerti masyarakat ketika Islam masih terkesan terlalu tinggi untuk dicercap tanpa landasan yang memadai.

Demikian juga di Pulau Jawa, pementasan wayang oleh dalang yang berpijak pada etik pengajaran Purana (Hindu) diprakarsai oleh para wali untuk memberikan transisi yang memuaskan atas pengajaran tinggi Islam. Wayang dan dalang bukan merupakan tradisi pra-Islam, wayang dan dalang adalah tradisi Islam yang berpijak pada interpretasi nash soal bagaimana Islam dapat dibumikan ke dalam sendi-sendi kebudayaan dan peradaban. Islam yang memandu dan memberikan jawaban atas setiap masalah kehidupan dan tantangan zaman. Bukan Islam dan Kebudayaan yang sengaja dipelihara untuk bisa selalu dibentur-benturkan oleh para spekulan karena bersifat menguntungkan kekuasaan, kedudukan, dan uang.

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".