Ahad, 15 Juli 2023 M, saya berkesempatan mengantar Nyi Mas Chye Retty Isnendes, Nyi Raden Euis Sulastri, dan Nyi Raden Etty Subaeti untuk berziarah ke makam Raden Kan’an yang terletak di komplek pemakaman Raden Kan’an, yakni di Jl Raden Kan’an RT 06/RW 04, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Perjalanan dari Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi sebagai lokasi bermukimnya induk keluarga besar Raden Kahfi Asmadiredja menuju ke lokasi komplek pemakaman Raden Ka’an tersebut, berjalan dengan baik dan lancar. Adapun kepentingan dalam melakukan ziarah ke makam Raden Kan’an adalah untuk memastikan keberadaan yang diyakini masyarakat sekitar sebagai makam Raden Kan’an, yang dalam naskah keluarga besar Raden Kahfi Asmadiredja disebutkan sebagai seorang Demang Hoeleo District Tjibinong Afdeeling Bogor (Buitenzorg).

Dalam catatan garis silsilah Raden Kahfi Asmadiredja yang termuat dalam naskah “Surat Keterangan Garis Silsilah Raden Kahfi Asmadiredja” disebutkan bahwa Raden Kan’an yang merupakan Demang Hoeleo District Tjibinong Afdeeling Bogor (Buitenzorg), merupakan salah-satu mata-rantai garis silsilah leluhur dari Raden Kahfi Asmadiredja. Sementara Raden Kahfi Asmadiredja merupakan mata-rantai garis silsilah leluhur dari Nyi Mas Chye Retty Isnendes, Nyi Raden Euis Sulastri, dan Nyi Raden Etty Subaeti. Lebih tepatnya tata urut garis silsilahnya adalah bahwa Nyi Mas Chye Retty Isnendes merupakan putri dari Nyi Raden Euis Sulastri. Sementara Nyi Raden Euis Sulastri dan Nyi Raden Etty Subaeti merupakan putri-putri dari Raden Adang Muhammad. Adapun Raden Adang Muhammad merupakan salah-satu putra dari Raden Kahfi Asmadiredja. Sehingga melalui pokok leluhurya yang bernama Raden Kahfi Asmadiredja, maka Nyi Mas Chye Retty Isnendes, Nyi Raden Euis Sulastri, dan Nyi Raden Etty Subaeti juga sekaligus merupakan bagian dari garis silsilah keturunan Raden Kan’an dan Raden Kahfi Asmadiredja itu sendiri.

Untuk sampai kepada Raden Kan’an yang merupakan Demang Hoeloe Tjibinong, Raden Kahfi Asmadiredja yang merupakan Mandor Besar pada perusahaan swasta perkebunan N.V. Ondernaming Srinagar-Tjirohani yang terletak di Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeing Soekaboemi (sekarang masuk ke dalam kawasan administrasi Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi) menempuh garis silsilah ke atas sebagaimana berikut: Raden Kahfi Asmadiredja (Mandor Besar N.V. Ondernaming Srinagar-Tjirohani) putra Raden Hamdan Raksapradja (Mandor Besar N.V. Ondernaming Srinagar-Tjirohani, pendiri dan sekaligus Kepala Dessa Nagrak District Tjibadak Afdeeing Soekaboemi pertama) putra Raden Ismail Kartadinata (Mantri Gula di Dessa Tjiheulang District Tjibadak Afdeeling Soekaboemi) putra Raden Ahmad Idris (Pangoloe District Tanah Baroe Afdeeling Bogor) putra Raden Kan’an (Demang Hoeloe District Tjibinong Afdeeling Bogor).

Adapun leluhur dari Raden Kan’an (Demang Hoeloe District Tjibinong Afdeeling Bogor) adalah Raden Syarif Abdoel Kojong (Kauman Jatinegara) putra Raden Syarif Tajul Arifin (Kauman Jatinegara) putra Pangeran Sageri (Kauman Jatinegara) putra Sultan Abdul Fath Abdul Fattah (Sultan Banten ke-6). Seluruh keterangan garis silsilah Raden Kahfi Asmadiredja kepada pokok-pokok leluhurnya tersebut, dibuat oleh Raden Darsad (pensiunan Commandat District Pendjaringan Batavia yang tinggal di District Jatinagara Meester Cornelis Batavia) pada tahun 1923 M di District Djatinagara Meester Cornelis Batavia setelah melalui konfirmasi dan persetujuan dari Raden Haji Hasan (Pangoeloe District Tanah Baroe Afdeeling Bogor) dan Raden Toebagoes Kasoenan (Toewan Tanah di District Tanah Baroe Afdeeling Bogor). Ketiga tokoh tersebut, dapat dianggap sebagai tokoh-tokoh yang dianggap mampu memberikan kesaksian yang bersifat otoritatif dan kredibel dalam hal kegiatan pemeriksaan garis silsilah tokoh yang bersangkutan (Raden Kahfi Asmadiredja).

Melalui pembacaan terhadap arsip-arsip tinggalan periode kolonial India-Belanda, dapat diketahui bahwa Raden Kan’an sebagaimana juga dengan keberadaan seluruh tokoh yang termuat dalam naskah “Surat Keterangan Garis Silsilah Raden Kahfi Asmadiredja” lainnya, merupakan tokoh-tokoh yang bersifat nyata dan dapat divalidasi keberadaanya dalam perspektif sejarah. Keberadaan tokoh Raden Kan’an misalnya, dapat dikonfirmasi antara lain melalui koleksi Dr. Frederik De Haan (Landsarchivaris ke-2 pemerintah kolonial India-Belanda masa kerja tahun 1895 M-1922 M) tahun 1906 M, yakni peta C48, peta H49, dan peta O18.

Adapun dalam peta C48, De Haan menulis komentar sebagaimana berikut:

“Dese kaart is in den jaare 1760 geformeerd en waar op de eijgenste bepaaling van groote, en strekking van het land, toebehoorende aan den Inlandsche Regent Mas Achmat vide grond briev di 1757 verleend te zein is opgemaakt door B.V. Lutzow. Het Buitenzorsche, van Tjipanas tot den westerweg tussen Salak en Gedeh en N. tot Kedoeng Waringin, met aanduiding der hoofd wegen (daardoor wellicht van belang) Kampong Baroe. Het landje van Raden Kanan. Soekaradja (grenzen) Wehstenburg. De Megamendoeng op verkeerde plaats Gereproduceerd bij Faes Gesch. van Buitenzorg”.

(Peta ini dibuat pada tahun 1760 M, yang mana penentuan ukuran dan luas wilayahnya, didasarkan pada surat tanah tertanggal 1757 M milik Bupati Pribumi Mas Achmad yang dibuat oleh B.V. Lutzow. Adapun Bogor, dari arah Tjipanas berada pada jalan raya barat yang membentang di antara Salak dan Gede, dan utara Kedoeng Waringin, dengan penciri yang berada pada jalan utamanya (dengan demikian mungkin bernilai penting) yakni Kampoeng Baroe, yang merupakan tanah Raden Kan’an, yakni Soekaradja (yang berbatasan dengan) Wehstenburg, dan Megamendung yang digambarkan oleh Faes Gesch di tempat yang salah. Dari arah Bogor).

Kemudian setelah diperhatikan, komentar yang dibuat oleh De Haan sebenarnya terdiri dari teks asli yang terdapat pada peta C48 dan tambahan kalimat yang merupakan interpretasi terhadap peta yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Adapun teks asli pada peta C48 tersebut berbunyi sebagaimana berikut:

“Dese kaart is in den jaare 1760 geformeerd en waar op de eijgenste bepaaling van groote, en strekking van het land, toebehoorende aan den Inlandsche Regent Mas Achmat vide grond briev di 1757 verleend te zein is opgemaakt door B.V. Lutzow”.

(Peta ini dibuat pada tahun 1760 M, yang mana penentuan ukuran dan luas wilayahnya, didasarkan pada surat tanah tertanggal 1757 M milik Bupati Pribumi Mas Achmad yang dibuat oleh B.V. Lutzow).

Sementara keterangan tambahan yang diberikan oleh De Haan sebagai aspek interpretasi terhadap peta adalah sebagaimana berikut:

“Het Buitenzorsche, van Tjipanas tot den westerweg tussen Salak en Gedeh en N. tot Kedoeng Waringin, met aanduiding der hoofd wegen (daardoor wellicht van belang) Kampong Baroe. Het landje van Raden Kanan. Soekaradja (grenzen) Wehstenburg. De Megamendoeng op verkeerde plaats Gereproduceerd bij Faes Gesch. van Buitenzorg”.

(Adapun Bogor, dari arah Tjipanas berada pada jalan raya barat yang membentang di antara Salak dan Gede, dan utara Kedoeng Waringin, dengan penciri yang berada pada jalan utamanya (dengan demikian mungkin bernilai penting) yakni Kampoeng Baroe, yang merupakan tanah Raden Kan’an, yakni Soekaradja (yang berbatasan dengan) Wehstenburg, dan Megamendung yang digambarkan oleh Faes Gesch di tempat yang salah. Dari arah Bogor).

Menurut keterangan De Haan, peta C48 tersebut dibuat pada tahun 1757 M. Namun demikian dimuat dalam peta dengan judul “op den rug: Buitenzorg 1853” (tahun 1853 M). Dengan demikian kemungkinan dapat disimpulkan bahwa peta tersebut dibuat pada tahun 1853 M yang didasarkan pada peta tahun 1760 M. Sementara peta tahun 1760 M didasarkan pada peta surat tanah tahun 1757 M milik Maas Achmat (mungkin bisa dibaca Raden Mas Ahmad) yang merupakan seorang Regent (Bupati) Bogor (Buitenzorg).

Adapun pada peta H49, De Haan menulis komentar sebagaimana berikut:

“Caart van het land Buijtenzord, tobehoorende aan Zijn Exelentie den Hoog Edele Gestrenge Heer Herman Willem Daendels, enz. Vooral, van belang wegens de schets van de aanleg der gronden rondom, het paleis, met convergeerende lanen, plattegron der gebouwen; het fort (?) Passer, aanleg van Tjisaroea en Pondok Gedeh, weg naar Tjipanas, Slokan, plan van Tjiloear, Landje van Raden Kanan, (Tanah Baroe)”.

(Peta kawasan Bogor, milik Yang Mulia Bangsawan Tinggi Tuan Herman Willem Daendels, dan lain-lain. Terutama gambaran mengenai situasi pekarangan, istana, jalan-jalan yang saling bertemu, denah bangunan; benteng (?), Passar, bangunan di Tjisaroea dan Pondok Gedeh, jalan menuju ke Tjipanas, Slokan, kawasan Tjiluar, Tanah Raden Kanan (Tanah Baroe)”.

Namun demikian, dalam komentar yang dibuat oleh De Haan pada peta C49 tersebut, tidak diberikan keterangan mengenai nama pembuat dan tahun pembuatan petanya. Hanya saja melalui komentar yang diberikan oleh De Haan tersebut, terdapat kepastian bahwa peta tersebut dibuat untuk menggambarkan situasi kawasan Bogor dan lain-lain yang pada saat itu merupakan wilayah yang dimiliki oleh Gubernur Jendral India-Belanda yang bernama Herman Willem Daendels.

Adapun dalam peta itu sendiri terdapat keterangan yang hampir serupa dengan keterangan yang diberikan oleh De Haan, yakni sebagaimana berikut:

“Caart van het land Buytenzorg toe Behoorende aan Zijn Exelentie Den Hoog Edele Gestrenge Heer Herman Willem Daendels macrschalk van Holland Gouverbeur Generaal van Indie”

(Peta wilayah Buytenzorg milik Yang Mulia Bangsawan Tinggi Tuan Herman Willem Daendels seorang Marsekal Belanda yang menjadi Gubernur Jenderal di India-Belanda)

Namun demikian, peta C49 tersebut juga tidak memuat keterangan mengenai pembuat dan tahun pembuatnya. Hanya saja dengan diketahuinya nama Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang berkuasa di India-Belanda pada tahun 1808 M sampai tahun 1811 M sebagaimana yang dapat dilihat dalam sumber tersier (literatur) yang ditulis oleh Herald van der Linde (Jakarta: History of a Misunderstood City. 2020. Marshall Cavendish International (Asia) Private Limited. p. Chapter 6) dan Kristine Alilunas-Rodgers. (Sojourners and Settlers Histories of Southeast Asia and the Chinese. 2001. University of Hawai’i Press. p. 159); maka secara otomatis juga dapat diketahui perkiraan masa pembuatan peta C49 itu sendiri yang berada pada kisaran waktu antara tahun 1808 M sampai tahun 1811 M.

Melalui perbandingan antara peta C48 yang dipetakan oleh Faes Gesch berdasarkan sumber peta B.V. Lutzow dengan peta H49 dari masa Herman Willem Daendels, dapat terlihat apabila pada peta C48 lebih ditonjolkan visual Het Land Sokaradja (barat) dan Het Land van Wehstenburg (timur). Sementara pada peta H49 yang dijadikan titik tekan visual adalah Het Land Campoeng Baroe (barat) dan Het Land Soekaradja (timur). Sementara pada kawasan Het Land Campoeng Baroe yang berbatasan dengan dan Het Land Soekaradja, digambarkan secara khusus bidang tanah yang dmiliki oleh Raden Canan (De Haan menulisnya dengan ejaan Belanda lebih baru Raden Kanan).

Adapun dari kedua peta tersebut dapat disimpulkan bahwa posisi dari barat ke timur dengan demikian adalah Het Land Campoeng Baroe, Het Land Soekaradja, dan Het Land van Wehstenburg. Sementara di barat dari Het Land Campoeng Baroe, terdapat induk kawasan Buytenzorg itu sendiri. Apabila dikompilasi dengan peta-peta lainnya maka kawasan Tjibinong hingga kawasan Jatinagara juga saling terhubung dan bisa dikatakan saling berdekatan sebagai unit kawasan yang terintegrasi.

Sementara pada peta 018 De Haan menulis komentar sebagaimana berikut:

“De groote (Ooster) Slokan met al zijne aftappingen op kolossale schaal doch weining belangrijk Gampang Paal Tjiegoenong schijnt Kemping Goenong te verbeelden. Lanlust bij Kampong Makassar. Djati bosch achter Rustenburg Sterreschans met acht punten te Mr. Cornelis en pasar aldaar. Soekaradja en Tjiloear van Tency. Raden Kanan op Soekaradja. Nemgewer van Van Riemsdijk evenals Tjibinong, Tjimanggis, Tandjong. Salemba (?) van erven Poelamn. Struiswijk van Zijn Excellentie. Dus de kaart is uit Wiese’s tijs, stel 1806”.

(Slokan besar (bagian timur) dengan saluran pembuangan berskala kolosal hanya sedikit menggambarkan situasi Gampang Paal Tjigoenoeng yang sepertinya menggambarkan Kampoeng Goenoeng. Kawasan hunian Kampong Makassar. Hutan Djati di belakang Rustenburg Sterreschans dengan delapan ujungnya yang menuju ke kawasan Meester Cornelis dan Pasar yang berada di sana. Soekaradja dan Tjiloear yang merupakan tempat hunian Raden Kanan di Soekaradja. Namgewer di kawasan Van Riemsdijk bersama dengan Tjibinong, Tjimanggis, Tandjong. Salemba (?) yang merupakan warisan milik Poelamn. Struiswijk Yang Mulia. Sehingga peta tersebut dapat dperkirakan berasal dari masa Wiese tahun 1806 M.)

Selain terdapat pada koleksi peta De Haan, keterangan mengenai Raden Kan’an terdapat juga dalam Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie karya De Haan yang mengatakan bahwa :

“Dec. 1760 (Bert no. 3219) wordt aangeduidt als “Prins van Bantam”. Deze laatste had geene kinderen en was blijkbaar zeer arm; hij had een broer, Raden Oadji , en aan paar zusters. Proc. 29 Aug. 1815 wordt  benoemd tot Demang te Tjibinong een Raden Kanan “a descendant of the family of Pangeran Purbayo of Bantam”, en tot Demang te Tjibaroesa een Raden Habib “of the same family”. Of dit afstammelingen van Poerbaja zijn, blijkt dus niet; zij kunnen ook van een der andere Prinsen afstammen”.

((Des. 1760 M (Bert no. 3219) menyebutkan seorang “Pangeran Banten”. Sampai akhir hidupnya diberitakan tidak memiliki anak dan hidup sangat miskin; dia memiliki seorang saudara laki-laki, bernama Raden Oadji, dan beberapa saudara perempuan. Proc. 29 Agustus 1815 diangkat menjadi Demang di Tjibinong yakni Raden Kanan “seorang keturunan dari keluarga Pangeran Purbayo asal Banten”, dan untuk menjadi Demang di Tjibaroesa diangkat Raden Habib “dari keluarga yang sama”. Oleh karena itu tidak jelas apakah mereka keturunan Purbaja, ataukah bukan; mungkin juga mereka merupakan keturunan dari salah-satu Pangeran lainnya.)

Dalam keterangan Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie tersebut, De Haan menginformasikan bahwa Raden Kan’an merupakan seorang Demang yang diangkat di Tjhibinong pada tanggal 29 Agustus 1815 M. Namun demikian De Haan tidak memiliki kepastian mengenai siapa yang menjadi leluhur dari Raden Kan’an tersebut. Bisa jadi dia merupakan keturunan dari Pangeran Purbaya, namun kemungkinan tersebut kemudian dia bantah kembali karena Pangeran Purbaya berdasarkan keterangan pada bulan Desember 1760 M dikatakan tidak memiliki keturunan.

Namun demikian, jelas bahwa De Haan tidak menghubungkan Raden Kan’an kepada Raden Oadji yang kemungkinan maksudnya adalah Sultan Haji (Sultan Abdul Nashar Abdul Qohar) sebagai leluhurnya. Selanjutnya kemudian, De Haan mengatakan jika Raden Kan’an bukan merupakan keturunan dari Pangeran Purbaya yang tidak memiliki keturunan, maka bisa jadi merupakan keturunan dari Pangeran Banten yang lainnya selain dari Pangeran Purbaya. De Haan hanya bisa mengatakan bahwa baik Raden Kan’an maupun Raden Habib merupakan keturunan dari keluarga Pangeran Purbaya asal Kesultanan Banten.

Apabila dibandingkan dengan catatan-catatan garis silsilah tradisional maka jelas bahwa keturunan Sultan Abul Fath Abdul Fattah yang diberitakan secara popular memiliki garis silsilah yang berkesinambungan adalah keturunan dari Sultan Haji (Sultan Abdul Nashar Abdul Qohar), keturunan dari Pangeran Sake (Pangeran Syarifudin Shaheh), dan keturunan dari Pangeran Sageri. Adapun dalam naskah “Surat Keterangan Garis Silsilah Raden Kahfi Asmadiredja jelas dilakatakan bahwa Raden Kan’an merupakan garis silsilah yang diturunkan melalui pokok silsilah leluhurnya yakni Pangeran Sageri.

Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa identitas Raden Kan’an diberitakan dalam peta C48 yang merupakan peta keluaran tahun 1853 M yang bersumber pada peta tahun 1760 M dan peta tahun 1757 M. Kemudian dalam peta H49 yang diperkirakan dikeluarkan pada antara tahun 1809 M hingga 1811 M. Selanjutnya dalam Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie yang menyebutkan pengangkatan dirinya sebagai demang pada tahun 1815 M. Dan dalam peta O18 yang diperkirakan berasal dari tahun 1806 M.

Adapun sumber peta tahun 1757 M dan 1760 M kemungkinan belum memuat nama Raden Kan’an yang merupakan Demang Hoeloe Tjibinong, melainkan menghubungkannya dengan tokoh yang bernama Mas Achmat yang merupakan Bupati Bogor dan peta kawasan Bogor yang dijadikan induk pemetaan selanjutnya. Sehingga nama Raden Kan’an secara nyata baru muncul dalam arsip peta O18 tahun 1806 M, arsip peta H49 antara tahun 1809 M hingga tahun 1811 M, arsip Regeerings Almanak tahun 1815 M, dan arsip peta C48 tahun 1853 M. Masa berkarir dari Raden Kan’an dengan demikian berada pada rentang tahun antara 1806 M sebagai masa perintisan hingga tahun 1853 M sebagai masa puncaknya, yakni berlangsung sekitar 47 tahun.

Kedudukan Raden Kan’an sebagai Demang Hoeloe di District Tjibinong Afdeeling Bogor dengan demikian dapat dipastikan kebenarannya. Demikian juga wilayah pemukiman yang berhubungan dengan lahan pribadi milik Raden Kan’an di perbatasan antara kawasan District Kampoeng Baroe Afdeeling Bogor dan District Soekaradja Afdeeling Bogor juga dapat divalidasi melalui data-data sejarah yang kuat.

Melakukan kegiatan ziarah untuk mengokohkan ikatan batin antara manusia masa kini dengan manusia masa lalu yang menjadi pokok leluhurnya merupakan kegiatan spiritualitas yang sangat baik dan dianjurkan agama. Namun demikian, menghadirkan kembali riwayat-riwayat masa lalu dengan cara yang valid dan otentik melalui pelacakan kembali sumber-sumber arsip tertulis sejarah, juga tidak kalah menariknya dalam usaha untuk membangun perspektif masa lalu yang objektif dan proporsional. (KBB, 17 Juli 2023 M)

 

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".