LEGENDA SANG KURIANG DAN NASKAH SERAT MANIK MAYA
“Leumpang aing ka baratkeun
[Berjalan aku menuju ke arah barat]
Datang ka Bukit Pategeng
[Tiba ke Bukit Pategeng]
Sakakala Sang Kuriang
[Monumen bersejarah Sang Kuriang]
Masa dek nyitu Citarum
[Sewaktu akan membendung Citarum]
Burung tembey kasiangan
[Urung jadi karena kesiangan]
Ku ngaing geus kaleumpangan”
[Oleh aku sudah terjejaki]
(Bujangga Manik, baris 1338-1343)
Legenda Sang Kuriang memang benar telah dicatat di dalam Naskah Bujangga Manik sejak antara abad ke-15/16 M dalam beberapa baris kalimat sajak prosais.
Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa narasi Legenda Sang Kuriang yang terdapat pada masa ditulisnya Naskah Bujangga Manik abad ke-15/16 M tersebut sama persis dengan narasi Legenda Sang Kuriang yang kita kenal pada abad ke-21 M.
Dengan demikian setidaknya terdapat rentang waktu sekitar 500-600 tahun yang sangat memungkinkan terjadinya kreatifitas tambahan yang membuatnya berkembang menjadi suatu konstruk cerita yang tampak berbeda sama sekali dari asal-muasalnya.
Legenda Sang Kuriang kemudian berkembang seiring waktu dengan memiliki varian-varian cerita yang berkembang sejak dari versi Banten, Bandung, Kuningan, Cirebon, dan Galuh (Ciamis).
Legenda Sang Kuriang juga terus berkembang bersama dengan varian-varian yang dimiliki oleh komunitas-komunitas yang lebih mementingkan tafsir dan falsafah melalui pendekatan dan titik tekan metafisika dan spiritualias tertentu.
Narasi yang diabadikan di dalam Naskah Bujangga Manik abad ke-15/16 M dapat dijadikan standar dan batu uji dalam memvalidasi dan mengkalibrasi hingga sejauhmana perkembangan cerita rakyat mengenai Legenda Sang Kuriang yang berkembang di dalam sistem keyakinan masyarakat Sunda di seluruh wilayah-wilayah Tatar Sunda terikat dengan basis nilai dan khitah muasal ceritanya.
Saya punya pandangan bahwa konstruk cerita Legenda Sang Kuriang yang berkembang pada saat ini, tidak sepenuhnya berpijak pada asas cerita dari abad ke-15/16 M. Melainkan secara bertahap setidaknya baru berkembang sejak abad ke-19 M.
Misalnya antara lain dengan berpijak pada formulasi yang terdapat di dalam publikasi Dajang-Soembi een Javaansch Legende karangan De Willem Jacob Hofdijk tahun 1887 M.
Adapun elemen-elemen dasar kreatifitas dan kemajemukan tokoh-tokoh Legenda Sang Kuriang pada tahap selanjutnya sebagaimana yang bisa kita nikmati pada saat ini, misalnya saja berpijak pada gagasan pokok yang terdapat di dalam publikasi Serat Manik Maja karangan J.J. De Hollander tahun 1851 M, 1852 M, 1853 M, 1854 M, 1855 M, dan 1865 M.
Sehingga sangat besar kemungkinannya, bahwa pembentukan gagasan seperti mengenai adanya sosok Tumang sebagai anjing dan Wayungyang sebagai babi sebenarnya telah berpangkal pada gagasan kosmologi Serat Manik Maja yang mana di dalamnya sudah mencatatkan lebih dahulu nama-nama sosok seperti Candramawat sebagai kucing (Jawa: kucing), Wayungyang sebagai anjing (Jawa: asu), dan Kala Gumarang sebagai babi (Jawa: celeng).
Legenda Sang Kuriang (Sunda modern: Sasakala Tangkubanparahu) memang benar telah tercatatkan di dalam Naskah Bujangga Manik setidaknya sejak abad ke-15/16 M dengan istilah Sakakala Sang Kuriang (bukan Sasakala).
Namun demikian, konstruk umum narasi modern mengenai Legenda Sang Kuriang tidak sepenuhnya sama dengan maksud dan orientasi dari aspek narasi otentik yang terdapat di dalam amanat Naskah Bujangga Manik itu sendiri.
Kemapanan narasi Legenda Sang Kuriang modern ini, baru berkembang dan berusia setidaknya hanya berakar pada masa kurang lebih 100 tahun saja.
Batujajar, 23 September 2022 M
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.