
Membaca kata “Bali” membuat saya membayangkan berwisata ke Pulau Dewata. Membaca buku Heterogenitas Sastra di Bali membuat saya menikmati 15 objek wisata intelektual dengan suka cita. Mengapa saya menyebut demikian? Karena, buku ini berisi 15 artikel yang mengupas tiga jenis sastra yang saling berdampingan di Bali yaitu sastra Bali tradisional, sastra Bali modern, dan sastra Indonesia dengan sangat menarik dan membuka wawasan pembacanya.
Membaca artikel pertama, kita akan diajak menikmati dan memahami bahwa ketiga jenis sastra hadir sebagai unsur yang heterogen. Heterogenitas tampak dari adanya pengaruh dari segi bentuk, tema, dan kreativitas sastra. Selain itu, heterogenitas pun ditandai dengan fenomena hadirnya penulis dan pembaca sastra lintas jenis, yaitu sastrawan yang menulis atau pembaca yang menikmati dua atau lebih jenis sastra.
Pada artikel kedua, penulis mengajak kita menjelajahi khazanah sastra Indonesia pada era kolonial. Penulis menunjukkan bukti bahwa media massa memainkan peranan penting dalam pertumbuhan sastra Indonesia di Bali pada masa itu. Pada artikel lain, dibahas pula eksistensi puisi Indonesia pada era kolonial yang sudah menjadi sarana ekspresi perasaan dan pikiran masyarakat pada masa itu.
Pada artikel selanjutnya, penulis mengajak kita menyelami lebih dalam sosok Panji Tisna yang disebut Putu Wijaya (2007) sebagai pengarang Bali pertama yang berhasil mengibarkan Bali di forum nasional. Penulis membahas Panji Tisna mulai dari biografi, proses kreatif, dan makna karyanya. Menurut penulis, karya-karya Panji Tisna merupakan salah satu bentuk refleksi bagaimana orang Bali memahami dan menghayati karma phala. Pada artikel lain, pembaca dibuat semakin mengenal Umbu Landu Paranggi yang memegang peranan penting bagi perkembangan puisi dan Abu Bakar yang memegang peranan penting bagi perkembangan teater dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia di Bali.
Pembaca kemudian diajak menghayati perkembangan Sastra Bali Modern yang memasuki babak baru pada tahun 1990-an. Penulis menunjukan bahwa pada tahun tersebut, Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage, Ajip Rosidi mencantumkan Sastra Bali Modern sebagai penerima Hadiah Sastra Rancage. Menurut penulis yang dari tahun 2000-sekarang menjadi juri Hadiah Sastra Rancage untuk Sastra Bali, hadiah sastra Rancage memberikan motivasi penulis untuk berkarya. Selain itu, hadiah Sastra Rancage mendorong pecinta sastra Bali modern untuk memberikan perhatian lebih serius tentang eksistensi sastranya. Ketiga, mendorong komunitas sastra Bali modern kembali melobi surat kabar di Bali, dalam hal ini Bali Post untuk menerbitkan edisi khusus atau suplemen berbahasa Bali sebagai media untuk memublikasikan dan mendekatkan sastra Bali modern ke masyarakat luas. Penulis dan tokoh yang mendapat hadiah sastra Rancage memiliki kebanggaan tersendiri. Oleh sebab itu, setiap tahun mereka menerbitkan buku puisi, kumpulan cerpen, atau novel sehingga menambah kuantitas dan kualitas sastra Bali modern.
Apa yang dibahas selanjutnya dalam buku ini? Saya tidak akan menyampaikannya di sini. Mulailah perjalanan wisata intelektual dengan membaca buku ini. Saat membaca, kita akan dimanjakan oleh penyajian yang sistematis, rinci, dan mudah dipahami. Tak heran jika buku ini menjadi nominasi penerima penghargaan dari Kementarian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam kategori Esai/Kritik Sastra tahun 2021 yang pemenangnya akan diumumkan tanggal 28 Oktober. Tunggu apa lagi, mari nikmati Heterogenitas Sastra di Bali dengan suka cita!
Yostiani Noor Asmi Harini, Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, Depdiksatrasia, FPBS, UPI; Panata Harta di HoV/VI.
(Tulisan dimuat di dalam Harian Umum Pikiran Rakyat Rubrik Pabukon, Sabtu, 30 Oktober 2021)

Pusat Kajian Sunda – The Varman Institute (TVI) merupakan unit unggulan yang berada di bawah Bidang Pendidikan Pengajaran dan Pelatihan (Department of Education, Teaching, and Training) dari Yayasan Buana Varman Semesta (BVS).