Hakim Yahudi

(I) Pendahuluan

Grand teori kuno ini diharapkan dapat mempertajam wawasan dan memperkuat analisa dalam soal model, struktur, dan sistem tata negara. Dengan melihat sistem paling kuno ini, sudut pandang kita dibawa ke wilayah paling basis dan mendasar (prototipe) melampaui wacana Monarkhi (dan Monarkhi konstitusional) atau Demokrasi-Republik yang dikembangkan paska Revolusi Prancis. Suatu gagasan yang berpijak pada konsepsi Maciavelli, Montesque, John Locke, JJ Rosouw, Karl Mark, dan seterusnya yang terhubung dengan gagasan Trias Politika dan paketnya Republik-Demokrasi. Juga termasuk untuk meninjau secara lebih berjarak soal diskursus Khilafah versus Demokrasi-Republik yang berpijak pada resistensi dan keruntuhan Otoman yang berpijak pada konsepsi Monarki Konstitisional. Dengan melihat peralihan Sofet menuju Melekh juga akan melampaui pijakan referensi yang sekedar baru menyentuh pada khazanah Yunani dan Romawi soal gagasan Police dan Consul Republik Romawi. Bahkan termasuk khazanah tata negara di Timur yang berpijak pada landasan Hindu (Trimurti), semisal Tri Tangtu di Bumi. Dimana semuanya berada pada tarikh yang lebih kemudian. Konsep Sofet (Khaliphot) dan Melakhim dapat disejajarkan juga dengan diskursus peralihan tata negara Islam dari masa Khulafaur Rasidin menuju Mamlakah dari Umayah melalui transisi Hasan bin Ali bin Abithalib.

(1) Al-Quran dan Kitab-Kitab Terdahulu dalam Sistem Keyakinan Umat Islam

Secara sederhana, umat Islam menamai kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS sebagai Taurat, kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud AS sebagai Zabur, dan kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa AS sebagai Injil. Bersama dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim AS (Suhuf Ibrahim [Manuskrip Ibrahim]), apa yang diturunkan kepada Nabi Musa AS disebut juga dengan istilah Suhuf Musa (Manuskrip Musa).

Dalam pandangan umat Islam, betapapun kitab-kitab sebelumnya (sebelum Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW) dianggap memiliki problematika dalam konteks (aspek formal) dan otentisitasnya (aspek matrial) yang bagaimanapun kitab-kitab tersebut sudah ada (eksis) sejak masa sebelum dan hingga masa hidup Nabi Muhammad SAW (dan berlangsung hadiri hingga hari ini); namun demikian tidak mengurangi anjuran kepada umat Islam untuk memberikan rasa penghormatan yang setingi-tingginya (dibaca: Iman) atas keberadaanya tersebut.

Kedudukan Al-Quran adalah untuk membenarkan kandungan nilai dan pesan yang termaktub dalam kitab-kitab sebelumnya tersebut (Suhuf Ibrahim, Taurat/Suhuf Musa, Zabur, dan Injil), dan sekaligus memberikan koreksi terhadap kandungan nilai dan pesan yang dianggap mengalami proses reduksi, distrorsi, dan deviasinya. Kedudukan Al-Quran juga mengamandemen beberapa hukum dasar yang dianut dan diyakini oleh Ahlul Kitab (People of the Books) dalam sistem yurisprudensi yang berpijak pada nash-nash kitab-kitab sebelumnya, dan atau memberikan solusi dan kejelasan dalam sistem perundang-undangannya yang mana dianggap masih longgar, kabur, dan belum terselesaikan tatanannya (misalnya dalam hal kejelasan dan ketertiban dalam hal undang-undang pernikahan [Arab: Munakahat]).

Dan karena kedudukan Al-Quran tidak untuk menggugurkan seluruh nilai dan kandungan dalam kitab-kitab sebelumnya, maka keterangan-keterangan yang termaktub dalam kitab-kitab sebelumnya tidak serta-merta ditolak dan juga tidak serta-merta diterima begitu saja (secara apriori). Dalam hal ini, Al-Quran justru menempatkan kedudukannya sebagai standar nilai batu uji atau parameter dalam proses validasi keterangan-keterangan sebelumnya (secara aposteriori) tersebut dengan sikap yang kritis, ilmiah, dan terbuka (objektif). Sehingga alur keyakinan dan risalah yang sebenarnya bersifat koheren dan terintegrasi sebagai jalan hidup yang utuh, tetap, dan satu yang sudah berdiri (establis) sejak dahulu kala hingga masa kini dapat terlihat dengan pasti dan jelas keberadaannya.

Namun demikian dalam khazanah pengetahuan Yahudi dan Nasrani, apa yang kita pahami dengan gagasan Taurat (Ivrit: Torah), Zabur (Ivrit: Tehilim, Mizmor, atau Mazmur), dan Injil (Yunani: Evangelion) tidaklah sama persis dalam hal bentuk, sistematika, dan presisinya. Mengenai kedudukan kitab-kitab yang ada tersebut, terdapat konstelasi sebagai berikut: Bahwa umat Nasrani, tidak mengakui otoritas Al-Quran tapi menerima otoritas Injil dan otoritas kitab-kitab sebelumnya berupa Zabur dan Taurat. Sementara umat Yahudi tidak menerima otoritas Injil dan Al-Quran tapi menerima otoritas Taurat dan Zabur. Sementara Muslim (umat Islam) menerima otoritas Al-Quran, Injil, Zabur, dan Taurat. Dan pada titik kitab-kitab yang disepakati antara Yahudi, Nasrani, dan Islam tentu saja terdapat diskursus dan pemaknaan dari cara pandang yang berbeda pula.

(2) Masoret atau Mikra atau Tanak dalam Sistem Klasifikasi dan Pembukuan (Kodifikasi) Umat Yahudi

Dalam sistem pembukuan Yahudi, apa yang disebut Taurat oleh umat Islam tidaklah persis sama. Dalam bundel pembukuan kitab Yahudi, seluruh khazanah pengetahuan dan dokumentasinya disebut dengan Mesorah (Ivrit) yang maknanya secara sederhana berarti Tradisi. Sebuah pengetahuan lisan (oral atau folklore) yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui suatu rantai perguruan dan komunitas pengajaran yang berlangsung secara berkelanjutan yang pada suatu masa tertentu kemudian mulai dituliskan.

Masoret atau Mesorah tersebut biasa identik juga dengan sebutan Miqra (Arab: Qoroa) yang berarti Yang Dibaca dan atau juga Tanak (TaNaK) yang merupakan akronim dari kata Torah, Nevi’im, dan Ketuvim. Torah (Arab: Taurat), diartikan sebagai Pengajaran (Teaching) dengan jumlah kitab sebanyak 5 buah yang diyakini diturunkan kepada Nabi Musa AS: Sefer Beresit (Kitab Kejadian), Sefer Syemoth (Kitab Keluaran), Sefer Wayiqra (Kitab Imamat), Sefer Bemidbar (Kitab Bilangan), dan Sefer Devarim (Kitab Ulangan).

Sementara Nevi’im berasal dari kata Nevi’ (Arab: Nabi), sehingga Nevi’im (Arab: Anbiya) artinya Nabi-Nabi (Prophets). Bundel kitab Nevi’im terbagi ke dalam dua buah klasifikasi utama yang terdiri dari Nevi’im Risyonim (Nabi-Nabi Awal): Sefer Yehosyua (Kitab Yosua), Sefer Syofetim (Kitab Hakim-Hakim), Sefer Syemuel (Kitab Samuel), dan Sefer Melakhim (Kitab Raja-Raja). Sementara Nevi’im Aharonim (Nabi-Nabi Akhir) terdiri dari: Sefer Yesyayahu (Kitab Yesaya), Sefer Yirmeyahu (Kitab Yeremia), Sefer Yehezqiel (Kitab Hezekil), dan Sefer Trei ‘Asar (Kitab 12 Nabi-Nabi Kecil [kecil dalam arti catatan-catatan yang memuatnya sangat singkat atau pendek]) yang meliputi: Hosyea, Yoel, Amos, Ovadiyah, Yonah (Yunus), Mikah, Nakhum, Habaquq, Zepaniah, Hagai, Zekhariah (Zakaria), dan Malakhi. Jumlah keseluruhan pada bagian Nevi’im menjadi 8 kitab.

Perlu diberikan catatan khusus nama-nama Nabi dalam masa Raja-Raja berkuasa di Kerajaan Israel Raya dan masa dimana kerajaan terbagi menjadi Kerajaan Yahuda (ibukota Yerusalem) dan Kerajaan Efraim (ibukota Samaria), yakni: Syamuel, Natan, Gad, Ahya, Ido (Kerajaan Israel Raya). Kemudian Semaya, Ido, Azariah, Yehu, Yahaziel, Eliezer, Obadiyah, Yoel, Yesaya, Mikah, Nahum, Jepaniah, Yeremiah, Habakuk, Daniel, Hezekiel, Obadiyah, Hagai, Zekhariah, dan Malakhi (Kerajaan Yahuda). Dan Ahiya, Yehu, Eliyah (Ilyas), Mika, Elisa (Ilyasa), Yonah (Yunus), Amos, dan Hosea (Kerajaan Efraim).

Sementara Katuvim (Arab: Kutub) berasal dari kata Katav (Arab: Kitab) yang berarti Tulisan atau Catatan (Writings). Ruth, Divrei Hayamim (Tawarikh), Ezra-Nehemia (Ujair-Nehemia), Ester, Iyov (Ayub), Tehilim (Zabur), Misylei (Amsal), Qohelet (Pengkhotbah), Syir Hasyirim (Kidung Agung), Eikha (Ratapan), dan Daniel. Sehingga jumlah keseluruhan pada bagian Ketuvim terdapat 11 kitab.

Kitab Torah terdiri dari 5 kitab, Kitab Neviim terdiri dari 8 kitab, dan kitab Ketuvim terdiri dari 11 kitab sehingga seluruh Masoret atau Miqra atau Tanak seluruhnya terdiri dari 24 kitab atau jilid.

(3) Torah Samaria dalam Sistem Klasifikasi dan Pembukuan (Kodifikasi) Kaum Samaria

Perlu dikemukakan bahwa dalam sudut pandang Islam, seluruh nabi-nabi adalah Muslim. Ibrahim (Abraham), Ismail (Yismael), Ishak (Ishaq), Yakub (Yakov), Yusuf (Yosef), Ayub (Ayov), Syuaib (Yitro), Musa (Mose), Harun (Aeron), Zulkifli (Yehezkiel), Daud (David), Sulaiman (Solomo), Ilyas (Eli), Ilyasa (Elisa), Yunus (Yonah), Zakaria (Zekhariah), Yahya (Yohanan), Isa (Yosua/Yehosua), dan Muhammad (Mahammad) semuanya adalah Muslim.

Muslim bukan hanya dalam pengertian menyatakan sikap hidup tauhid (monoteis), melainkan juga Muslim dalam pengertian menganut jalan hidup Islam (bukan Arabisme, Ismailisme, dan atau Muhammadisme). Nabi-nabi tersebut dengan demikian semuanya menjalankan seluruh sistem nilai dan bangunan keagamaan yang meliputi aspek Aqidah (Iman), Syariat (Islam), dan Akhlak (Ihsan). Dengan demikian, bahkan termasuk menjalankan seluruh rukun Islam: Syahadat (kepada Allah dan Nabi/Rasul pada zamannya), Shalat, Zakat, Saum, dan Haji yang asas-asasnya telah berdiri sejak masa diturunkannya risalah kepada Nabi Ibrahim AS (jadi sama sekali bukan tata peribadatan yang berlangsung sejak masa risalah Nabi Muhammad SAW [yang kemudian mendapatkan risalah untuk menyeru dan menegakkannya kembali tata peribadatan yang dilupakan dan tidak dipraktikkan oleh sebagian besar umat]).

Dalam penalaran yang bersifat analitis, historis, dan kronologis, Al-Quran dengan tegas dan tandas menyatakan bahwa Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukanlah Nasrani. Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Yakub bukanlah Yahudi dan bukanlah Nasrani. Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Yakub tentu saja bukan penganut Yahudi (agama, bangsa, dan atau warga negara Yahuda), bukankah Yahuda itu sendiri putra Yakub (atau Israel). Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Yakub tentu saja bukan penganut Nasrani bukankah identitas Nasrani (dan atau Nazaret) baru diperhubungkan kemudian dengan Isa.

Maksudnya bahwa konsepsi soal Yahudi dan Nasrani pada masa hidup Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Yakub belum lahir dan belum ada atau belum dikenal sama sekali keberadaannya. Tapi konsepsi Islam dan Muslim sudah sejak dahulu kala ada dan sudah digunakan oleh Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Yakub leluhur untuk Bani Ismail, Bani Ishak, Bani Israel, Bani Yahuda, Bani Edom, Bani Midian, dan seterusnya.

Argumentasi tersebut sepintas terlihat Ahistoris (batal nalar sejarah, atau absurd) atau bisa jadi sekedar His Story (Cerita Dia, klaim) belaka dan bukannya Story atau History atau suatu fakta yang nyata (karena bukankah Muhammad juga baru ada dan lahir kemudian hari?). Namun demikian, nash di dalam Al-Quran mengajak kita untuk melakukan suatu proses dialektika ilmiah dan penalaran yang bersifat terbuka bahwa gagasan Yahudi dan Nasrani sebagai sistem nilai dan bangunan keagamaan tersendiri baru terjadi kemudian hari.

Dimana pada faktanya bahwa gagasan Yahudi akan terkait dengan kewarganegaraan Kerajaan Yahuda. Kewarganegaraan Yahuda akan terkait dengan Kerajaan Yahuda. Kerajaan Yahuda akan terkait dengan suku Yahuda (meskipun terdapat suku Bunyamin, Lewi, dan mungkin Simeon yang bergabung). Sementara suku Yahuda akan terkait dengan Yahuda salah-satu dari 12 putra Israel atau Yakub.

Identitas Bani Israel atau Bani Yakub sebagai suatu unit administrasi politik, sudah disitir sebelumnya telah pecah sejak Israel Raya terbelah menjadi dua bagian, yakni menjadi: Kerajaan Israel Selatan dan Kerajaan Israel Utara. Kerajaan Israel Utara biasa disebut dengan Kerajaan Israel, Kerajaan Efraim, dan Kerajaan Omri dengan ibukotanya di Samaria. Sementara Israel Selatan biasa disebut Kerajaan Yahuda dengan ibukotanya di Yerusalem. Apabila Kerajaan Israel dimotori oleh keturunan Yusuf (Efraim dan Manasye) dibawah Yerobeam maka Kerajaan Yahuda dimotori oleh keturunan Yahuda (dari garis silsilah Daud melalui putranya Sulaiman dan melalui cucunya Rehabeam [putra Sulaiman]).

Kerajaan Israel kemudian hari akan runtuh oleh Kerajaan Asyuria dan warga negaranya akan berdiaspora keberbagai tempat (transit di kawasan Media yang pada masa itu masih bagian dari kawasan Asyuria), kemudian bersalin identitas, dan berasimilasi dengan bangsa-bangsa lainnya yang secara dokumen dan kesejarahan masih dapat dilacak secara akademik, teoretik, dan spekulatif pergerakannya. Namun demikian, tidak semua warga negara Israel Utara sebenarnya mengalami pembuangan ke luar wilayahnya. Orang-orang Israel Utara ini lambat-laun akan menyebut dirinya dengan sebutan Samaria yang diambil dari nama ibukotanya Kerajaan Israel dahulu.

Sementara itu, Kerajaan Yahuda kemudian akan runtuh oleh Kerajaan Babilonia dan warga negaranya mengalami pembuangan ke Babilonia. Di Babilonia, identitasnya sebagai warga negara Yahuda terus dikonservasi. Komunitas Yahuda di pembuangan bahkan terus dipimpin oleh garis keturunan raja-raja dari Kerajaan Yahuda sebelumnya yang disebut Resy Geluta. Di pembuangan hadir juga Nabi Daniel AS dan Nabi Ezra AS (Arab: Ujair). Warga negara Kerajaan Yahuda ini adalah Yahudi, komunitas di pembuangan (exiliarch) dari Kerajaan Yahuda ini adalah Yahudi, komunitas yang dikembalikan oleh Cyrus ke Yerusalem dari Kerajaan Babilonia itu adalah Yahudi, dan komunitas yang kemudian membangun ulang tradisi keagamaan di Yerusalem (membangun Bait Hamiqdas) dibawah masa kekuasan Cyrus, Darius, dan Artaxerses itu adalah Yahudi.

Di Yerusalem paska dikembalikan oleh Kerajaan Persia, komunitas Yahudi terus melanjutkan proses mengkonservasi pengetahuannya, adat-istiadatnya, tradisinya, sejarahnya, identitasnya, dan sistem keyakinan dari leluhurnya. Sekte-sekte keagamaan tumbuh pesat sebagai tradisi akademik dan spiritual dalam menyikapi nash-nash kitab suci (Farisi, Saduki, dan lain sebagainya), tapi yang paling berhubungan dengan lahirnya identitas yang kemudian hari akan menjadi identik dengan makna Yahudi sebagaimana hari ini adalah berkat jasa komunitas Farisi yang secara bertahap terus berkembang dan bermetamorfosa menjadi basis komunitas Rabinik dan yag terus langgeng hingga masa kini sebagai Yahudi modern.

Di kawasan bekas Israel Raya, komunitas Yahudi asal pembuangan dan komunitas Samaria yang menetap dan telah bercampur-baur dengan bangsa-bangsa lainnya sebagaimana juga dahulunya tetap masih memiliki rasa persaingan, rasa permusuhan, rasa perbedaan dan meskipun masih bisa ditemukan juga dalam irisan-irisan persamaan dan pengakuan atas pertalian nasab yang sama. Kaum Samaria kemudian memusatkan ibadahnya di Moreh atau Gerizmi di Samaria, sementara kaum Yahudi memusatkan ibadahnya di Moriah di Yerusalem di Yedea. Namun demikian, pada masa dahulu ketika Kerajaan Israel Raya terpecah, kaum Samaria masih tetap pada kegiatan-kegiatan agama yang besar datang ke Yerusalem untuk melakukan kegiatan ibadat bersama-sama (di sini dapat telihat keterpisahan dan polarisasi mengkristal pada periode yang semakin kemudian).

Selepas masa Persia masuk masa Yunani (Makedonia), lalu masuk masa Yunani (Seuleukeus), lalu masuk masa Persia (Partia), lalu masuk masa Romawi (kultur Yunani dan Latin). Kawasan bekas Kerajaan Israel Raya menjadi vazal kerajaan-keerajaan besar. Kaum Yahudi pernah melakukan pelawanan dengan Revolusi Berkoba. Namun kekuasaan yang menonjol atas kekuasaan bekas Kerajaan Israel Raya kemudian dipegang oleh Dinasti Hasmoneya (suku Lewi) dan Dinasti Herodes (suku Edom keturunan Esau putra Yakub atau Israel). Pada masa tersebut, kaum Yahudi dan kaum Samaria masuk dalam unit administrasi politik yang sama. Mereka memiliki kantung-kantung perkampungan dengan pemencaran yang berbeda. Namun demikian, mereka akan tetap bersinggungan dalam suatu kontak sosial antara satu dengan yang lainnya, terutama pada kantung wilayah persinggungan seperti di kawasan Yudea dan Galilea meskipun dalam suasana yang cenderung tidak cair.

Bagi kaum Yahudi, orang Samaria sudah cemar. Cemar oleh karena adanya kawin silang yang masif dan intensif dengan bangsa lain (Filistin, Funisia, Asyuria, Aram, Yunani, Romawi, dan kemudian hari dengan Arab). Dan sedikit-banyaknya telah cemar juga oleh sistem keyakinan paganisme adanya kontak dengan bangsa-bangsa lain tersebut, misalnya dengan melakukan penyembahan terhadap Baal (Arab: Hubal) dan Dagon (Arab: Dajal). Demikian juga kaum Samaria juga telah memandang rendah kaum Yahudi yang juga sudah sama-sama dianggap sudah cemar. Bagi kaum Samaria, representasi Bani Israel adalah mereka yang berasal dari suku Yusuf (Menasye dan Efraim) ditambah dengan delapan suku lainnya (Lewi tidak dihitung karena baik di Utara maupun Selatan ada dan mengabdi sebagai Kohen atau Imam). Maka Yahudi, bagi mereka bukanlah Israel yang sejati. Dalam pandangan keyakinan Samaria, Masoret atau Mikra atau Tanak yang dimiliki kaum Yahudi tidak semuanya dapat diterima. Satu-satunya yang dapat diterima hanyalah Taurat (Ivrit: Torah) saja, yakni 5 kitab yang dianggap langsung diturunkan kepada Musa. Sementara seluruh kitab sisanya, otoritasnya tidak bisa diterima (dianggap telah cemar dan menyimpang jauh dari risalah Musa).

Meskipun komunitas Samaria mengakui otoritas Torah, namun demikian Torah yang digunakan oleh komunitas Samaria bukanlah Torah milik komunitas Yahudi yang merupakan bagian dari Masoret, Mikra, atau Tanak melainkan khusus Torah Samaria (Torah Syomronit). Baik Torah Samaria maupun Torah Yahudi dalam bundel Masoret atau Mikra atau Tanak secara umum sama, hanya saja terdapat perbedaan dalam dialek, tata bahasa, dan beberapa hal prinsipil yang membuatnya terlihat mencolok, misalnya saja soal lokasi pusat suci peribadatan antara kaum Samaria (Gerizim) dan Yahudi (Yarusalem) berbeda. Torah Samaria ini ditulis dalam aksara Samaria yang diturunkan dari aksara Ibrani lama. Sementara Torah Yahudi ditulis dalam aksara Ibrani baru yang berasal dari aksara Aram. Aksara Aram dan influence bahasa Aram memang telah masuk dalam Kitab Daniel dan Kitab Ezra. Sistem aksara dan sistem kebahasaan yang dipergunakan pada masa Kerajaan Persia dan atau kemungkinan sudah terjadi sejak suatu masa transisi dari runtuhnya Kerajaan Babilonia menuju naiknya Kerajaan Persia ketika komunitas Yahudi masih ada di perantauan (Babilonia).

Dialektika antara kaum Samaria dan kaum Yahudi terus berlanjut hingga masa dimana seting hadirnya Nabi Isa AS muncul ketika situasi politik mulai berpihak pada lahirnya kejayaan Kerajaan Romawi. Yakni waktu di seputar pemberontakan terhadap Yunani (Seuleukeus) lewat Revolusi Makabe (oleh Yudas Makabe/Yehudah Hamakabe) dan kemudian naiknya kekuasaan Dinasti Hasmonayim (oleh Simon Makabe/Simeon Hatasi) dari suku Lewi atas musyawarah adat kepala-kepala suku Bani Israel dan kaum Imam (Kohen). Dinasti Hasmonayim yang memberontak terhadap Suleukeus dan kemudian semi independen terhadap Romawi kemudian digantikan Dinasti Herodes dari suku Edom (suku keturunan Esau putra Yakub atau Israel). Pada masa Herodes I, kawasan bekas Israel Raya jatuh kembali secara mutlak sebagai vazal Romawi untuk menghindari jeratan kekuasaan Persia (Partia).

Pada masa ini diskursus pembentukan identitas baru dikawasan bekas Israel Raya terjadi yang umumnya biasa dinamai kawasan Yudea (sami sama Yahuda). Dengan demikian, Yahuda naik gagasannya menjadi kawasan administrasi politik umum meskipun penguasanya terbukti pada masa tersebut bukan dari suku Yahuda. Dan polarisasi etnisitatas, aliran intelektual dan keagamaan tidak berlangsung mulus dalam kohesi yang terselesaikan. Kaum Yahudi masih menggap berbeda dengan kaum Samaria, dan begitu pula sebaliknya. [Begitu kuatnya pembentukan Yahudi menjadi gagasan yang lebih generik terbukti dampaknya pada kawasan Yatsrib pada masa Nabi Muhammad SAW dimana komunitas keturunan Manasye bin Yusuf dan Lewi seperti Qainuqo [Manasyeh], Quraiza [Kahinan/Lewi], Nadhir [Kahinan/Lewi] juga menyatakan dirinya sebagai komunitas Yahudi (Yahuda).

Sebagian masyarakat Samaria kemungkinan dikemudian hari akan mengkonversi sistem keyakinannya menjadi Nasrani dan kemudian sebagiannya lagi menjadi Islam sejak kawasan Palestina atau Syam jatuh ketangan Khalifah Umar bin Khatab. Dan sebagiannya lagi masih terus mempertahankan sistem keyakinan ‘Yahudi’ model Samaria hingga hari ini (sebagai minoritas kecil)

4) Perjanjian Lama dalam Sistem Klasifikasi dan Pembukuan (Kodifikasi) Nasrani

Pada prinsipnya apa yang pada saat ini biasa disebut dengan Kitab Perjanjian Lama Nasrani dalam bahasa Indonesia, atau biasa disebut The Old Testament dalam bahasa Inggris, atau biasa juga disebut The Hebrew Bible dalam gagasan bahasa Inggris lainnya untuk menyatakannya penilaiannya yang lebih netral dan tanpa tendensi jika dibadingkan dengan gagasan dan pernyataan sebagai The Old Testament (Kitab Perjanjian Lama).

Kitab Perjanjian Lama, disebut juga dengan The Hebrew Bible (Kitab Ibrani) dikarenakan asal-usul pelacakan riwayatnya yang secara historis memang berasal dari kitab milik kaum Yahudi yang pada ulasan sebelumnya disebut dengan Mesorah, atau Miqra, atau Tanak yang merupakan kitab berbahasa Hebrew atau Ibrani atau Ivrit (beraksara Ibrani baru). Kitab tersebut kemudian diterjemahkan oleh 70 atau 72 cerdik-pandai Yahudi ke dalam bahasa Yunani dan Aksara Yunani (Koine Greek) di kota pelabuhan Alexandria di Mesir atas permintaan Raja Yunani Alexandria di Mesir Ptolomaios Piladelpos (Ptolomaios II) dari Dinasti Ptolomaios untuk kepentingan Perpustakaan Alexandria. Berita tersebut termaktub dalam keterangan Aristeas, Filo, Flavius Josepus, Santo Agustinus, dan dalam keterangan kitab Megilah Talmud, dan termasuk

Hasil kerja oleh 70 atau 72 cendekiawan Yahudi tersebut
dalam bahasa Yunani biasa disebut dengan kalimat he metaphrasis ton hebdomekonta (tujuh puluh penerjemah). Kalimat Yunani tersebut kemudian masuk ke dalam bahasa Latin dengan bunyi versio septuaginta interpretum (terjemahan dari tujuh puluh penerjemah). Frasa yang memuat kata Septuaginta itu yang kemudian dikenal dalam bahasa Inggris untuk menyatakan istilah lain dari The Old Testament menjadi Septuagint. Perjanjian Lama atau The Old Testament atau Hebrew Bible atau Septuaginta dengan kata lain berasal dari induknya yakni Mesorah atau Miqra atau Tanak milik Yahudi. Proses penerjemahan tersebut dilakukan oleh cendekiawan Yahudi selain untuk kepentingan Perpustakaan Alexandria juga dipergunakan untuk kepentingan diaspora komunitas Yahudi yang tersebar luas di kawasan Mesir dan Mediterania Timur yang lebih fasih menggunakan lingua franca bahasa Yunani atau bahkan ada yang tidak memahami bahasa Ibrani sama sekali. Dari komunitas Yahudi Yunani (Helenistic Judaism atau Alexandrian Jewish) itu kemudian khazanah perkitabannya akan memasuki babak estafetanya menuju komunitas Nasrani awal (melalui hal ini masih dapat terlacak bagaimana Nasrani pada dasarnya mendasarkan pada kitab yang sama dengan Yahudi dan secara bertahap akan semakin berbeda dalam pijakannya sendiri yakni New Testament atau Gospel atau Evangelis atau Injil [Kitab Perjanjian Baru]).

Jumlah keseluruhan sistematika Masorat atau Miqra atau Tanak Yahudi sebagaimana telah dikemukakan terdahulu jumlahnya 24 kitab atau jilid. Sementara ketika masuk ke dalam khazanah Nasrani, sistematika tersebut mengalami sedikit perbedaan. Perbedaan dalam pengurutan, perbedaan pada pembagian kitab (misalnya dalam tradisi Yahudi 1 jilid pada tradisi Nasrani menjadi 2 jilid terpisah), dan terdapat juga kitab-kitab yang dimuat dalam tradisi Nasrani namun tidak terdapat di dalam sistematika Mesorah Yahudi yang biasa disebut kitab-kitab Apokripa, dan kitab-kitab Apokripa tersebut juga tidak disepakati oleh seluruh komunitas atau gereja Nasrani. Untuk memudahkan akan diperlihatkan 3 sistematika dan kodifikasi pada Protestan (seringnya bahasa kitab suci Inggris) 39 kitab, Katolik (bahasa keagamaan dan iduk kitab suci Latin) 46 kitab, dan Ortodok Timur (Katolik Yunani dengan bahasa keagamaan dan induk kitab suci Yunani) 56 kitab sebagai representasi komunitas Nasrani terbesar.

Kodifikasi Yahudi

Torah: Beresyit, Syemot, Vayiqra, Bamidbar, Devarim.

Neviim: Yehosyua, Syofetim, Syemuel, Melakhim, Yesyayahu, Yirmiyahu, Yehezqiel, Trei Asar (meliputi Hosea, Yoel, Amos, Obadiah, Yonah, Mikah, Nahum, Habakuk, Zepaniah, Hagai, Zekhariah, dan Malakhi).

Ketuvim: Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia, Ester, Iyov, Tehilim (Mizmor), Misylei, Qohelet, Syir Hasyirim, Eikhah, dan Daniyel.

Kodifikasi Protestan
Pentateukh (Five Books of Moses): Genesis (Beresyit), Exodus (Syemot), Leviticus (Vayiqra), Number (Bamidbar), Deutronomy (Devarim).

Catatan, semuanya sama hanya soal bahasa penerjemahan.

Historical Books (Neviim):
Joshua (Yehosyua), Judges (Sofetim), Ruth (Ruth), 1 Samuel (Samuel), 2 Samuel (Samuel), 1 Kings (Melakhim), 2 Kings (Melakhim), 1 Chronicles (Divrey Hayamim), 2 Chronicles (Divrey Hayamim), Ezra (Ezra-Nehemia), Nehemia (Ezra-Nehemia), Esther (Esther).

Catatan, Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia pada Mesorah merupakan bagian dari Ketuvim (Wisdom Books). Ezra dan Nehemia pada Mesorah hanya satu jilid (Ezra-Nehemia), demikian juga 1 Chronicle dan 2 Chronicle pada Mesorah hanya satu jilid (Divrey Hayamim).

Wisdom Books (Ketuvim): Ayov (Ayov), Psalms (Tekhilim/Mizmor), Proverbs (Misylei), Ecclesiastes (Qokhelet), Song of Solomon (Syir Hasyirim).

Catatan, kelima kitab ini sama dalam penempatannya dengan Hebrew Bible atau Masorah semuanya diletakan pada Ketuvim (Wisdom Books), hanya saja pada Ketuvim (Historical Books) Yahudi masih terdapat Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia, dan Esther (yang pada kodifikasi Protestan sebaliknya ditempatkan pada Historical Books (Neviim).

Major Prophets (dipecah dari Neviim): Isaiyah (Yesyayahu), Yeremiah (Yirmiyahu), Lamentations (Eikhah), Ezekiel (Yehezqiel), dan Daniel (Daniyel).

Catatan, semuanya sama kecuali pada Masorah ditempatkan pada bagian Neviim.

Twelve Minor Prophets (dipecah dari Neviim): Hosea, Yoel, Amos, Obadiah, Yonah, Mikah, Nahum, Habakuk, Zepaniah, Hagai, Zekhariah, dan Malakhi.

Catatan, semuanya sama dengan Mesorah (pada bagian Trei Ahar [The Twelve] pada bagian Neviim) hanya beda penempatan dan hanya ditempatkan dalam satu jilid.

Kodifikasi Katolik (Latin)

Pentateukh (Five Books of Moses): Genesis (Beresyit), Exodus (Syemot), Leviticus (Vayiqra), Number (Bamidbar), Deutronomy (Devarim).

Catatan, semuanya sama hanya soal bahasa penerjemahan.

Historical Books (Neviim):
Joshua (Yehosyua), Judges (Sofetim), Ruth (Ruth), 1 Kings (Samuel), 2 Kings (Samuel), 3 Kings (Melakhim), 4 Kings (Melakhim), 1 Paralipomenon (Divrey Hayamim), 2 Paralipomenon (Divrey Hayamim), 1 Edras (Ezra-Nehemia), 2 Edras (Ezra-Nehemia), Tobit, Judith, Esther (Esther), 1 Maccabees, 2 Maccabees.

Catatan, Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia pada Mesorah merupakan bagian dari Ketuvim (Wisdom Books). 1 Edras dan 2 Edras pada Mesorah hanya satu jilid (Ezra-Nehemia), demikian juga 1 Paralipomenon dan 2 Paralipomenon pada Mesorah hanya satu jilid (Divrey Hayamim). Di sini terdapat kitab Apokripa yakni Tobith, Judit, dan 1 Maccabees dan 2 Maccabees. Maccabes misalnya adalah kisah sejarah pemberontakkan komunitas Yahudi di bawah Yudas Makabe terhadap hegemoni Seuleukeus Yunani di bawah Antiokus IV Antipanes yang kemudian akan melahirkan kekuasaan Hasmonayim di Yudea (suku Lewi).

Wisdom Books (Ketuvim): Ayov (Ayov), Psalms (Tekhilim/Mizmor), Proverbs (Misylei), Ecclesiastes (Qokhelet), Song of Songs (Syir Hasyirim), Wisdom, dan Sirakh (Ecesiasticus).

Catatan, kelima kitab ini sama dalam penempatannya dengan Hebrew Bible atau Masorah semuanya diletakan pada Ketuvim (Wisdom Books), hanya saja pada Ketuvim (Historical Books) Yahudi masih terdapat Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia, dan Esther (yang pada kodifikasi Katolik sebaliknya ditempatkan pada Historical Books (Neviim). Kemudian terdapat kitab Apoktipa yakni Wisdom dan Sirakh.

Major Prophets (dipecah dari Neviim): Isaiyah (Yesyayahu), Yeremiah (Yirmiyahu), Lamentations (Eikhah), Barukh, Ezekiel (Yehezqiel), dan Daniel (Daniyel).

Catatan, semuanya sama kecuali pada Masorah ditempatkan pada bagian Neviim. Terdapat Apokripa yakni Barukh yang tidak terdapat pada Mesorah.

Twelve Minor Prophets (dipecah dari Neviim): Hosea, Yoel, Amos, Obadiah, Yonah, Mikah, Nahum, Habakuk, Zepaniah, Hagai, Zekhariah, dan Malakhi.

Catatan, semuanya sama dengan Mesorah (pada bagian Trei Ahar [The Twelve] pada bagian Neviim) hanya beda penempatan dan hanya ditempatkan dalam satu jilid.

Kodifikasi Ortodok Timur (Katolik Yunani [bukan Ortodok Oriental])

Pentateukh (Five Books of Moses): Genesis (Beresyit), Exodus (Syemot), Leviticus (Vayiqra), Number (Bamidbar), Deutronomy (Devarim).

Catatan, semuanya sama hanya soal bahasa penerjemahan.

Historical Books (Neviim):
Joshua (Yehosyua), Judges (Sofetim), Ruth (Ruth), 1 Kings (Samuel), 2 Kings (Samuel), 3 Kings (Melakhim), 4 Kings (Melakhim), 1 Paralipomenon (Divrey Hayamim), 2 Paralipomenon (Divrey Hayamim), 1 Edras (Ezra-Nehemia), 2 Edras (Ezra-Nehemia), 3 Edras (Ezra-Nehemia), Tobit, Judith, Esther (Esther), 1 Maccabees, 2 Maccabees, 3 Maccabees, 4 Maccabees.

Catatan, Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia pada Mesorah merupakan bagian dari Ketuvim (Wisdom Books). 1 Edras, 2 Edras, dan 3 Esdras pada Mesorah hanya satu jilid (Ezra-Nehemia), demikian juga 1 Paralipomenon dan 2 Paralipomenon pada Mesorah hanya satu jilid (Divrey Hayamim). Di sini terdapat kitab Apokripa yakni Tobith, Judit, dan 1 Maccabees, 2 Maccabees, 3 Maccabees, dan 4 Maccabees. Di sini sangat terlihat apabila kedudukan Pemberontakkan Barkhokba yang dilakukan oleh Yudas Makabe mendapat kedudukan yang istimewa.

Wisdom Books (Ketuvim): Ayov (Ayov), Psalms (Tekhilim/Mizmor), Prayer of Manasyeh, Proverbs (Misylei), Ecclesiastes (Qokhelet), Song of Songs (Syir Hasyirim), Wisdom, dan Sirakh (Ecesiasticus).

Catatan, kelima kitab ini sama dalam penempatannya dengan Hebrew Bible atau Masorah semuanya diletakan pada Ketuvim (Wisdom Books), hanya saja pada Ketuvim (Historical Books) Yahudi masih terdapat Ruth, Divrey Hayamim, Ezra-Nehemia, dan Esther (yang pada kodifikasi Ortodok Timur sebaliknya ditempatkan pada Historical Books (Neviim). Kemudian terdapat kitab Apoktipa yakni Wisdom, Sirakh, dan Prayer of Manasye. Manasye merupakan putra Yusuf selain dari Efraim/Efrayim. Di sini, terlihat apabila catatan mengenai suku Yusuf melalui Manasye mendapatkan kedudukan istimewa.

Major Prophets (dipecah dari Neviim): Isaiyah (Yesyayahu), Yeremiah (Yirmiyahu), Lamentations (Eikhah), Barukh, Letter of Yeremiah, Ezekiel (Yehezqiel), dan Daniel (Daniyel).

Catatan, semuanya sama kecuali pada Masorah ditempatkan pada bagian Neviim. Terdapat Apokripa yakni Barukh dan Letter of Yeremiah (Yirmiyahu) yang tidak terdapat pada Mesorah. Pada kitab Katolik (Yunani) Barukh dan Letter of Yeremiah hanya dibundel dalam satu jilid Barukh.

Twelve Minor Prophets (dipecah dari Neviim): Hosea, Yoel, Amos, Obadiah, Yonah, Mikah, Nahum, Habakuk, Zepaniah, Hagai, Zekhariah, dan Malakhi.

Catatan, semuanya sama dengan Mesorah (pada bagian Trei Ahar [The Twelve] pada bagian Neviim) hanya beda penempatan dan hanya ditempatkan dalam satu jilid.

Melalui penelaahan ini kita akan mengetahui bahwa Mesorah Yahudi mutlak menjadi landasan pada kitab Perjanjian Lama Nasrani baik Protestan, Katolik, maupun Ortodok Timur. Perbedaan kemudian hanya pada bahwa komunitas Nasrani memiliki tambahan bundel kitab-kitab yang tidak dimuat dalam Masorah Yahudi (Apokripa). Berbeda dengan Ortodok Timur (Eastern), masih terdapat Ortodok Oriental (Orient) yang kodifikasinya belum disertakan. Namun demikian pada prinsipnya sama, perpisahan terjadi pada sidang-sidang penetapan paska Konsili Nikea I. Sehingga semuanya masuk pada kategori sederhana sebagai kredo Trinitas. Dalam sejarah kuno Nasrani, masih terdapat penganut kredo Unitarian (Monoteis) yang dianggap Heresy (Bidat/Bidah) dalam sejarahnya dan telah dianggap musnah (kecuali adanya kebangkitan atau revitalisasi Unitarianisme modern yang tidak berpijak pada aspek kontinuitas history Unitarian kuno).


ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".