![](https://i0.wp.com/varmaninstitute.com/wp-content/uploads/2021/04/FB_IMG_1617904252602.jpg?fit=500%2C500&ssl=1)
أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ، قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ أَنْبَأَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ “ إِذَا لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسِ السَّرَاوِيلَ وَإِذَا لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ” .
It was narrated that Ibn ‘Abbas said: “I heard the Messenger of Allah say; ‘If you cannot find an Izar then wear pants, and if you cannot find sandals then wear khuffs, but cut them so that they come lower than the ankles.'”
Sunan an-Nasa’i 2679
https://sunnah.com/nasai:2679
Telah diberitakan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: ‘Jika kamu tidak menemukan Izar maka gunakan Sarowil, dan jika kamu tidak menemukan Na’lain maka gunakan Khufain, namun demikian potonglah terlebih dahulu sehingga mereka lebih rendah dari kedua mata kaki.'”
Kuffain
Benda yang berfungsi sebagai alas kaki, sekaligus melindungi bagian telapak kaki, punggung kaki, pergelangan kaki; hingga mencapai bagian atas dari pergelangan kaki atau mata kaki tersebut dengan menggunakan bahan kulit hewan ternak yang menutup sempurna dan tahan air disebut dengan nama Khuff atau Khuffain.
Jika benda tersebut hanya sebelah, maka disebutlah Khuff. Namun demikian, jika benda tersebut berupa sepasang;maka disebutlah Khuffain. Khuffain ini, karena teksturnya yang cenderung terlalu lembut dan lentur dibandingkan dengan sepatu (shoes);maka diartikanlah dengan nama kaus kaki (socks). Atau juga yang mengartikannya dengan lebih khusus lagi, yakni sebagai kaus kaki kulit (leather socks).
Hanya saja, terlepas dari teksturnya yang cenderung lembut, lentur, sederhana, dengan bagian sol yang telihat tipis, ada juga yang memaknainya bukan hanya sekedar sebagai kaus kaki (socks) atau kaus kaki kulit (leather sock);melainkan sebagai sepatu (shoes). Pendapat mengenai Khuffain sebagai sepatu (shoes), menurut hemat saya telah jauh lebih tepat;namun demikian, Khuffain sesungguhnya bukan sekedar sepatu dalam maknanya yang cenderung lebih umum, melainkan sepatu dengan ketinggian penutup yang harus mencapai hingga bagian atas mata kaki atau pergelangan kaki (boots).
Khuffain dalam khazanah pengetahuan Arab pada masa hidup Rasulullah sudah jelas berbeda dengan Na’lain yang berarti sandal. Walaupun sama-sama berfungsi sebagai alas kaki, namun demikian memiliki konstruksi penutup yang berbeda. Jika sepatu menutup penuh bagian punggung kaki (secara umum baik sampe pergelangan kaki maupun sampe bagian atas pergelangan kaki), maka sandal hanya berupa hamparan alas kaki atau bagian sol saja. Atau bagian hamparan alas kaki dengan tambahan pita tali saja, atau dengan tambahan pita yang banyak atau konstruksi penutup tambahan, hanya saja tidak menutup seluruh bagian kaki.
Selain Kuffain jelas bukanlah sandal sebagaimana telah dijelaskan karena adanya terminologi yang lebih khusus di dalam bahasa Arab dengan nama Na’lain. Maka sesungguhnya, demikian juga dengan kaus kaki. Pada kenyataannya, di dalam masa hidup Nabi Muhammad SAW; kaus kaki juga telah ada dan telah memiliki terminologinya yang tersendiri sebagaimana yang dapat diindikasikan di dalam hadist-hadist yang lainnya sebagai Jaurob dalam bentuk kata tunggal dan Jaurobain dalam maknanya yang jamak atau sepasang.
Khuffain dengan demikian jelas bukan kaus kaki, yang dalam bahasa Arab sejak masa Rasulullah telah dikenal khazanah pengetahuannya sebagai Jaurobain. Jaurobain ini memang memiliki konstruksi yang sama dengab Khuffain, hanya saja bahanya bukan berasal dari material yang lebih solid dan tahan air dengan kata lain pada masa lalu adalah kulit; melainkan dengan menggunakan bahan dari beraneka jenis kain-kainan. Dengan gambaran tersebut kita dapat sekaligus membuat suatu kepastian, pertama bahwa Khuffain bukanlah kaus kaki (socks) karena kaus kaki pada masa Nabi Muhammad SAW jelas-jelas disebut dengan nama Jaurobain. Dan kedua, bahwa Khuffain juga bukan kaus kaki kulit (leather socks);karena telah jelas bahwa kaus kaki pada masa hidup Nabi Muhammad SAW berarti pelindung kaki atau alas kaki yang yang dibuat dengan bahan kain semisal wool dan bukannya dengan bahan kulit.
Dasar adanya Na’lain, Khuffain, dan Jarobain bisa ditemukan pada pokok pembahasan Fiqih atau aspek Hukum atau Yurisprudensi terkait Masah Alal Khuffain;yakni landasan hukum membasuh, mengusap, atau memerciki Khuffain dengan air ketika akan digunakan dalam ibadah sholat. Di dalam topik tersebut dibahas juga apakah Na’lain dan Jaurobain bisa digunakan dalam tata cara wudhu sebagaimana Khuffain diperbolehkan.
Landasan yang menunjukkan Nabi Muhammad SAW melakukan masah terhadap Na’lain dan Jaurobain memang jelas ada. Para Alim-Ulama hanya berbeda pendapat didalam bagaimana kedudukan hadits atau bentuk reportasi yang dalam Ilmu Hadist atau Ilmu Mustholahul Hadist bersifat dhaif (lemah) dapat diterapkan dalam aspek yurisprudensi (mungkin sederhanyanya dalam kondisi yang paling tidak reguler sesekali masah terhadap Jaurobain dan Na’lain juga boleh dilakukan). Maka sebagian membolehkan masah terhadap Na’lain dan Jaurobain dan sebagian lagi tidak, kecuali hanya untuk Khuffain.
Jika Khuffain mengalami robekan atau bolong maka masah menjadi tidak syah. Logika yang sama juga dapat diterapkan terhadap Na’lain, maka Na’lain dalam konstruksinya terlalu terbuka untuk dilakukan dengan masah. Demikian juga jika ketinggian Khuffain tidak memenuhi standar di atas mata kaki, maka masah tidak absah dilakukan. Maka logika yang sama bisa ditimbang untuk Jaurobain, meskipun tertutup sempurna; namun apakah karena konstruksi materialnya yang tidak bersifat solid dan kedap air tidak akan menimbulkan serapan air dan kebasahan ke dalam kain dan kaki. Keabsahan kesucian Khuffain setelah dilakukan masah adalah bernilai satu hari dalam keadaan mukim, dan tiga hari dalam keadaan safar atau perjalanan atau traveling. Ada yang mengatakannya bisa berlaku jauh lebih panjang lagi.
Dari penalaran wacana tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa Khuffain dengan kata lain adalah sepatu (shoes), bahkan bukan sekedar sepatu namun harus merupakan sepatu di atas mata kaki (boots). Khuffain tersebut biasa digunakan masyarakat Arab untuk kepentingan Safar atau melakukan suatu perjalanan yang panjang dan berhari-hari dengan medan padang pasir yang panas terik dan menyengat.
Perjalanan tersebut dalam standar yang pendek dalam waktu dan medan dan daya tempuh bisa saja dilakukan dengan Na’lain (sandals), namun demikian betapapun konstruksinya kuat dengan bagian sol yang tebal atau belitan tali sampai setinggi betis;maka jika merupakan bagian yang terbuka dalam konstruksi kaki maka tetap akan membuat perjalanan menderita.
Kedua perjalanan tersebut tentu saja tidak akan dilakukan dengan Jaurobain. Jaurobain hanya digunakan untuk kepentingan menghangatkan tubuh di rumah bukan untuk jalan-jalan dan melakukan perjalanan. Secara Arkeologis, kebudayaan Mesir sebelum Nabi Muhammad SAW juga sudah mengenal Jaurobain. Juga masyarakat Romawi yang menggunakan Jaurobain sebelum menggunakan sandals dengan pita-pita yang berbelit-belit. Sehingga bisa jadi Jaurobain telah digunakan juga oleh masyarakat Arab pada masa hidup Nabi Muhammad SAW sebagaimana kaus kaki modern difungsikan. Pertama untuk menghangatkan tubuh ketuka di rumah. Dan kedua dapat digunakan sebagai pelapis dalam pada saat menggunakan sepatu.
Soal kenapa Khuffain memiliki sol tipis bukan pedoman untuk mengatakan Khuffain bukan boots, karena pada tinggalan lain Na’lain; sol kulitnya bahkan beberapa lapis dengan bahan sol kulit unta yang tebal (leather sol). Sehingga soal ketebalan sol kulit (sebelum masuk trend sol karet) adalah soal tingkat kebutuhan dan perkembangan. Bisa jadi pada trend yang sezaman terdapat model-model boots yang bersol tebal, mungkin trend boots padang pasir berdebu memang didesain bersol tipis.
Satu hal yang pasti, bahwa model Khuffain yang digunakan pada masa Nabi Muhammad SAW pada abad ke-6 hinga 7 Masehi tersebut;masih terlihat sama persis dengan trend yang digunakan hingga abad ke-9 dan atau 10 Masehi pada kebudayaan Viking, juga dengan model sol yang tipis.
Melalui uraian di atas kita akan mengetahui dengan pasti bahwa Khuffain adalah sepasang sepatu Boots. Khuffain (Boots) bukanlah Na’lain (Sandals/Slippers) dan bukan juga Jaurobain (Socks). Maka melalui hadist terkait Haji dan Umrah dikatakan jika kamu tidak mendapati atau tidak mendapatkan atau tidak bisa mengusahakan atau tidak bisa memiliki Na’lain (sandals/slippers) karena kesederhanaannya dan keringkasannya dan kesantaiannya;maka tidak terlarang atau diperbolehkan menggunakan Khuffain (boots), namun dengan satu buah syatat. Khuffain itu digunting atau dipotong hingga ketinggiannya di bawah pergelangan kaki atau di bawah mata kaki. Dengan dipotong tersebut, maka hukum atau syariat terkait bobot nilai dan makna Khuffain (Boots) akan menjadi setara dengan Na’lain (Sandals/Slipper). Sepatu rendah di bawah mata kaki bernilai sama dengan sandal, namun Khuffain tetap establish dalam maknanya sebagai Boots. Dan Nabi Muhammad SAW sesekali juga terbiasa untuk menggunakan Boots (Khuffain) pada suatu kepentingan yang relevan.
(Khuffain abad 6/7 M dalam rekonstruksi praktis modern [otentiknya tentu saja secara logika belum menggunakan zipper] dan Boots Viking tinggalan abad ke-9/10 M dengan sistem pengikat tali dan leather sol yang tipis)
![](https://i0.wp.com/varmaninstitute.com/wp-content/uploads/2022/05/IMG-20220515-WA0024.jpg?resize=100%2C100&ssl=1)
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.