أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ، قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ أَنْبَأَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ “ إِذَا لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسِ السَّرَاوِيلَ وَإِذَا لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ” .
It was narrated that Ibn ‘Abbas said: “I heard the Messenger of Allah say; ‘If you cannot find an Izar then wear pants, and if you cannot find sandals then wear khuffs, but cut them so that they come lower than the ankles.'”
Sunan an-Nasa’i 2679
https://sunnah.com/nasai:2679
Telah diberitakan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: ‘Jika kamu tidak menemukan Izar maka gunakan Sarowil, dan jika kamu tidak menemukan Na’lain maka gunakan Khufain, namun demikian potonglah terlebih dahulu sehingga mereka lebih rendah dari kedua mata kaki.'”
Na’lain
Na’lain merupakan kata jamak dari kata tunggal Na’l di dalam bahasa Arab, artinya Sandal. Na’l merujuk pada sebelah Sandal, sementara Na’lain merujuk pada sepasang Sandal.
Sandal sendiri yang masuk ke dalam bahasa Indonesia masuk melalui bahasa Inggris Sandal. Bahasa Inggris meminjamnya dari bahasa Perancis Sandale. Bahasa Perancis Sandale diambil dari bahasa Latin Sandalium. Sementara bahasa Latin Sandalium diambil dari bahasa Yunani Sandalion yang berakar dari kata Sandalon.
Kata Yunani Sandalion modern ini membentuk kata Ibrani modern Sandalim, yang kemungkinan diperngaruhi terminologi Sandalion dalam Kitab-Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani. Jika dilacak di dalam Kitab-Kitab Perjanjian Lama berbahasa Ibrani, terminologinya masih dekat dengan bunyi di dalam bahasa Arab;yakni Na’al untuk pengertian sebelah bagian Sandal dan Na’alayim untuk sepasang Sandal.
Jika ditengok pada bahasa Syiria Klasik yang tentu saja hasil penurunan dari bahasa Aram, Sandal disebut dengan nama Na’la. Sementara itu, di dalam bahasa Akadia terdapat kata Nalu atau Nialu yang artinya menjejakan kaki atau menyebar. Tampaknya makna dasar menyebar dan atau menjejakkan kaki di tanah ini kemudian membentuk pengertian baru yang lebih khusus sebagai Sandal.
Ada sedikit korelasi yang perlu digali dilain kesempatan, dimana kata Sandal di dalam bahasa Inggris terhubung juga dengan pembentukkan kata Sandalwood (Kayu Cendana) atau Sandaltree (Pohon Cendana). Dimana kata Sandal tersebut dikabarkan datang via bahasa Perancis dan kemudian dari bahasa Latin dan kemudian dari bahasa Yunani. Kata Yunani Sandalion ini yang kemungkinan memiliki kesejajaran dengan kata Sanskrit Candana.
Namun demikian, di dalam bahasa Sanskrit;alas kaki atau Sandal bukan disebut Candana, melainkan Paduka. Paduka diambil dari kata dasar Pada artinya Kaki. Paduka artinya Sandal atau alas kaki. Hingga saat ini, kata Paduka masih di kenal di India sebagai Sendal yang terbuat dari bahan dasar kayu;yang dalam bahasa Sunda disebut dengan Kelom atau Bakiak.
Jika Kelom di dalam tradisi Sunda diberi tambahan tali lebar yang melintang secara horisontal di depan, maka Paduka tanpa tali lebar yang melintang;melainkan dengan tambahan berupa tonjolan yang dibuat nyaman untuk dicapit dengan ibu jari dan jari sebelah ibu jari. Dimana salah-satu bahan paling utama di dalam pembuatan Paduka tersebut adalah Candana, yakni kayu Cendana.
Melalui tradisi di kawasan India maka wawasan Yunani secara hipotesa bisa terjelaskan, dimana Sandalion tentunya juga berkaitan dengan Sandalion yang semula merujuk pada nama kayu Sandalion. Sementara Paduka yang semula berarti Sandal, dalam Filosofi India Kuno bergeser menjadi simbol Kemuliaan Raja yang direpresentasikan dengan Sandal dan atau merujuk juga pada maknanya sebagai jejak kaki.
Di dalam bahasa Sunda Sendal disebut Tarumpah. Sementara di dalam bahasa Melayu disebut Terompah atau Terumpah. Kemungkinan besar akarnya adalah kata Sanskrit Tarum, yang berarti Pohon atau Kayu. Tarumpah adalah alas kaki yang dibuat dari bahan kayu, ini kemungkin logika dasar kebudayaan dan peradaban awalnya. Akar kata Taruma adalah Taru, yang artinya sama berarti Pohon atau Kayu. Di dalam bahasa Sanskrit, kata Taru kadang disebut juga dengan kata Daru yang berarti sama berupa Pohon atau Kayu. Kata Daru secara kronologi di dalam bahasa Sanskrit dapat dianggap lebih tua dan lebih awal dari pembentukkan kata Taru.
Kata Taru yang berarti pohon bisa dibandingkan dengan kata Inggris Tree, yang berarti pohon. Kata Tree dalam bahasa Inggris Tua awalnya adalah Treo atau Treow yang juga berarti Pohon atau Kayu. Dalam bahasa Persia Tua, Kayu atau Pohon itu disebut Daruva. Sementara di dalam bahasa Yunani disebut Drus, yang berarti sama Pohon atau Kayu. Kata Taru ini yang di dalam bahasa Sanskrit membentuk kata Taruma, misalnya pada kata Kalpa Taru atau Kalpaka Tarum sebagai istilah sejajar Kalpa Vriksa atau Kalpa Druma. Sehingga Taru, Tarum, dan Taruma dengan Daru atau Daruma atau Druma adalah variasi fonetik dari kata yang sama yang bermakna Pohon atau Kayu.
Kita kembali kepada Na’l atau Na’lain, dia berarti alas kaki yang terbuka tanpa menutupi punggung kaki, dan atau hanya menutupi sebagian punggung kaki;dengan ketinggian penutup punggung kaki hanya berada di bawah mata kaki. Secara Arkeologis dapat dikaji runutan penemuannya, dimana salah-satu materialnya bermula dari bahan dasar kayu, juga rerumputan dan jerami, papirus, kain, dan termasuk kulit hewan ternak. Sementara itu, trend yang berkembang pada masa Rasulullah;atau lebih tepatnya yang digunakan oleh Rasulullah adalah berupa bahan kulit ternak dengan bagian telapak sandal terbuat dari kulit hewan ternak yang tebal. Bagian kulit yang lembut dapat diperoleh dari kulit kambing atau domba, sementara kulit sapi dan unta dapat digunakan untuk bagian sol atau telapak sandalnya.
Ketika Haji atau Umrah, maka yang dianjurkan adalan Na’lain yakni Sandal karena cenderung lebih bersahaja dibandingkan dengan Kuff atau Kuffain. Namun demikian, jika tidak ditemukan atau jika tidak dimiliki, atau jika tidak dapat diusahakan untuk memperoleh Sandal;maka diperbolehkan menggunakan Kuff atau Khuffain yang akan dibahas pada tulisan terakhir. Apa yang bisa dipelajari dari sini adalah, bahwa Sandal pada masa Nabi Muhammad SAW sudah dikebal;dan bahkan Rasulullah itu sendiri biasa menggunakannya. Melalui tinggalan artefak milik Rasulullah yang dapat kita identifikasi, setidaknya Beliau meninggalkan 4 pasang model Sandal yang dapat dipelajari. (Poto beberapa model Sandal Nabi Muhammad SAW/Intenet)
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.