
Pada masa kolonial Nederlands Indie (India-Belanda), Provincie van West Java (Provinsi Jawa Barat) beribukota (Hoofdplaats) di Batavia (Jakarta). Adapun Provincie van West Java yang dipimpin oleh seorang Gouverneur (Gubernur) tersebut, membawahi 5 buah Residentie (Kadipaten) yang dipimpin oleh seorang Resident (Adipati). Adapun dasar keputusan pembentukkan Provincie van West Java adalah surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan kemudian diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) No. 326 Tahun 1926, No. 27 Tahun 1928 jo No. 28, No. 438 Tahun 1928, dan No. 507 Tahun 1932.
Adapun 5 buah Resident tersebut adalah: [1] Bantam (Banten) dengan Ibukota Serang, [2] Batavia (Jakarta) dengan ibukota Batavia (Jakarta), [3] Buitenzorg (Bogor) dengan ibukota Buitenzorg (Bogor), [4] Preanger (Priangan) dengan ibukota Bandoeng (Bandung), [5] Cheribon (Cirebon) dengan ibukota Cheribon (Cirebon).
Resident Bantam (Kadipaten Banten) dengan ibukota Serang tersebut, terdiri dari 3 buah Regentschap (Kabupaten) yakni: [1] Serang dengan ibukota Serang, [2] Lebak dengan ibukota Rangkasbitoeng (Rangkasbitung), [3] Pandeglang dengan ibukota Pandeglang.
Resident Batavia (Kadipaten Jakarta) dengan ibukota Batavia (Jakarta) tersebut, terdiri dari 3 buah Regentschap (Kabupaten) yakni: [1] Batavia (Jakarta) dengan ibukota Batavia (Jakarta), [2] Meester Cornelis (Jatinegara) dengan ibukota Meester Cornelis (Jatinegara), dan [3] Krawang (Karawang) dengan ibukota Poerwakarta (Purwakarta).
Resident Buitenzorg (Kabupaten Bogor) dengan ibukota Buitenzorg (Bogor) tersebut, terdiri dari 3 buah Regentschap (Kabupaten) yakni: [1] Buitenzorg (Bogor) dengan ibukota Buitenzorg (Bogor), [2] Soekaboemi (Sukabumi) dengan ibukota Soekaboemi (Sukabumi), [3] Tjianjoer (Cianjur) dengan ibukota Tjianjoer (Cianjur).
Resident Preanger (Kabupaten Priangan) dengan ibukota Bandoeng (Bandung) tersebut, terdiri dari 5 buah Regentschap (Kabupaten) yakni: [1] Bandoeng (Bandung) dengan ibukota Bandoeng (Bandung), [2] Soemedang (Sumedang) dengan ibukota Soemedang (Soemedang), [3] Garoet (Garut) dengan ibukota Garoet (Garut), [4] Tasikmalaja (Tasikmalaya) dengan ibukota Tasikmalaja (Tasikmalaya), [5] Tjiamis (Ciamis) dengan ibukota Tjiamis (Ciamis).
Resident Cheribon (Kabupaten Cirebon) dengan ibukota Cheribon (Cirebon) tersebut, terdiri dari 4 buah Regentschap (Kabupaten) yakni: [1] Cheribon (Cirebon) dengan ibukota Cheribon (Cirebon), [2] Koeningan (Kuningan) dengan ibukota Koeningan (Kuningan), [3] Indramaju (Indramayu) dengan ibukota Indramaju (Indramayu), [4] Madjalengka (Majalengka) dengan ibukota Madjalengka (Majalengka).
Kemudian khusus untuk Batavia (Jakarta), Meester Cornelis (Jatinegara), Buitenzorg (Bogor), Soekaboemi (Sukabumi), Bandoeng (Bandung), dan Cheribon (Cirebon) statusnya berubah dari Regentschap (Kabupaten) secara bertahap menjadi Gemeente atau Stadsgeemente (beberapa istilah kemudian: Kota atau Kotamadya atau Kotapraja atau Kota Administratif).
Melalui data di atas dapat dilihat jika Batavia (Jakarta) bukan saja menjadi ibukota pemerintahan Nederlands Indie (India Belanda) semata-mata; melainkan juga sekaligus menjadi ibukota pemerintahan Provincie van West Java (Provinsi Jawa Barat). Dengan kata lain, ibukota Nederlands Indie bukan saja berkedudukan di Provincie van West Java; melainkan berkedudukan di ibukota Provincie van West Java.
Dengan demikian, dalam sudut pandang masa kolonial India Belanda tersebut; Batavia bukan sekedar masuk ke dalam wilayah Provincie van West Java; melainkan jantung (heartland) dari wilayah Provincie van West Java. Jakarta pada hakikatnya adalah West Java (Jawa Barat), bahkan jantungnya dari West Java (Jawa Barat). Dengan meminjam Terminologi dan Teori Daerah Inti (heartland) dalam teori Geografi Politik yang dikemukakan pada tahun 1904 oleh seorang Geografer berkebangsaan Inggris yang bernama Halford John Mackinder dalam artikelnya yang ditulis untuk Royal Geographical Society dengan judul “The Geographical Pivot of History”.
Sehingga dengan demikian, Batavia (Jakarta) bisa dikatakan heartland bagi West Java (Jawa Barat), sementara West Java (Jawa Barat) adalah heartland bagi Nederlands Indie (India Belanda). Barangsiapa yang dapat menguasai heartland maka dia dapat menguasai keseluruhan wilayah taklukannya. Barangsiapa mampu menaklukkan Batavia (Jakarta) dan West Java (Jawa Barat), maka dia dapat menaklukkan Pulau Jawa (Java Eiland) secara khusus dan Kepulauan Nusantara sebagai kawasan penyangganya (hinterland). Maka apalah jadinya makna West Java (Jawa Barat) tanpa kehadiran Jakarta (Batavia), karena pada hakikatnya West Java (Jawa Barat) adalah Batavia (Jakarta) itu sendiri.
Pada masa pengadministrasian Provincie, West Java adalah Provincie yang pertama kali dibentuk. Nama resminya (official name) memang bernama West Java (Jawa Barat), namun pemerintahan kolonial India Belanda mengakui nama pergaulan yang popular yang digunakan masyarakat pribumi itu sendiri sebagai Pasundan. Jika kemudian wacana saat ini yang berkembang adalah keinginan untuk mengganti nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda, pada prinsipnya sejak masa pembentukkan Provincie van West Java hingga diperbaharui kedudukannnya dalam sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 dan kemudian dikukuhkan dalam UU No. 11 Tahun 1950 nama familiar dalam benak masyarakat pribumi itu sendiri memang Pasundan.
Istilah Pasundan atau Pa-Sunda-an, adalah kata lain dari Tatar Sunda atau Tanah Sunda. Berdasarkan nalar sederhana, Provinsi Jawa Barat (Provinsi Jawa Kulon) sebagai suatu kawasan paling Barat (Kulon) dari Pulau Jawa (Pulo Jawa) adalah memang Provinsi Sunda itu sendiri, suatu hal yang jelas dan tidak terbantahkan dalam lintasan Sejarah. Kecuali persoalan nama itu akan diangkat kedudukannya dari yang semula berupa nama pergaulan keseharian menjadi nama resmi yang bersifat krusial dan penting. Namun demikian menurut hemat penulis, persoalan nama tersebut pada faktanya sudah tidak ada persoalan melainkan hanya menyisakan soal kepeecayaan diri untuk menggunakannya saja.
Persoalan yang jauh lebih fundamental adalah bagaimana bisa Batavia (Jakarta) yang secara Historis terintegrasi dengan Pajajaran, dengan Kesultanan Cirebon, dengan Kesultanan Banten, dengan West Java, kemudian hari direcah keharmonisan tata administrasinya. Bahkan yang statusnya berupa Stadsgemeente (Kota) menjadi setara Gouvernementen atau Provincie (Provinsi). Meskipun bukan hal yang tidak ditemukan di dunia misalnya saja status Bangkok dan Tokyo (namun pada umumnya ibukota negara berdiri hanya setingkat District atau City yang dipimpin oleh seorang Mayor atau Burgemeester atau Walikota), namun demikian status Ibukota (Capital City) yang berada dalam otoritas Kegubernuran bukanlah suatu pengambilan keputusan pengadministrasian yang baik dan bijaksana. Dan perubahan tersebut sayangnya bukan terjadi pada masa pendudukan kolonial India Belanda atau Jepang (Jakarta Tokubetsu Shi statusnya tetap Shi [Kota] hanya merubah statusnya dari semula biasa menjadi Istimewa [Tokubetsu]), melainkan pada masa pemerintahan Republik Indonesia itu sendiri.
Selain lepasnya Batavia (Jakarta) yang semula berkedudukan sebatas Residentie (Kadipaten), disusul juga dengan lepasnya Banten yang juga semula berakar pada statusnya sebagai Residentie (Kadipaten). Bagaimana bisa di satu sisi landasan hukum perundang-undangan berdirinya Provinsi Jawa Barat masih menginduk pada UU No. 11 Tahun 1950 yang termasuk di dalamnya membawahi kawasan Jakarta dan Banten namun di satu sisi Jakarta dan Banten justru melepaskan diri sebagai unit administrasi yang terpisah yang didasarkan atas lahirnya tata perundang-undangan yang baru.
Undang-undang terbaru terkait pendirian Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten tersebut misalnya, Provinsi DKI Jakarta berdiri di atas landasan UU No. 29 Tahun 2007 dan Provinsi Banten berdiri di atas landasan UU No. 23 Tahun 2000. Dengan lahirnya UU No. 23 Tahun 2000 dan UU No. 29 Tahun 2007 tersebut apakah dengan demikian menggugurkan UU No. 11 tahun 1950? Jika demikian, di atas landasan apa hukum apa kini Provinsi Jawa Barat berdiri? (Coat of Arms dari Provincie van West Java)
Daftar lengkap administrasi kewilayahan Nederlands Indie (India Belanda) secara umum dan West Java (Jawa Barat) secara khusus dapat dilihat pada beberapa link berikut ini:
. https://nl.m.wikipedia.org/wiki/Administratieve_indeling_van_Java_(Nederlands-Indi%C3%AB)
. https://www.wikiwand.com/en/Administrative_divisions_of_the_Dutch_East_Indies

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.
[…] Jakarta sebagai Ibukota NKRI yang semula sebagai Ibu Kota Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, bukanlah aib bagi Bangsa Indonesia, melainkan sebuah prestasi luar biasa. Karena Jakarta bukan […]