(1) PUJA DAN AGAMA
Tempat yang digunakan untuk beribadah dalam agama-agama Darma dari India seperti Sanata Dharma (Hindu), Budha Dharma (Budha), dan Jaina Dharma (Jaina) disebut Devalaya. Deva (Sunda: Dewa) artinya tuhan (dengan T kecil). Sehingga Deva artinya bisa menjadi tuhan-tuhan. Sementara Alaya (Sunda: Laya) artinya hal-ihwal yang terkait dengan pemukiman, perkampungan, rumah, atau bangunan. Sehingga Devalaya artinya pemukiman, perkampungan, rumah, atau bangunan (Alaya) yang dibuat untuk menyembah tuhan atau tuhan-tuhan (Deva). Istilah lainnya selain Devalaya adalah Devakula, dimana Kula menjadi sinonim bagi kata Alaya atau Laya yang berarti pemukiman, perkampungan, rumah, tempat, atau bangunan.

Tradisi penyembahan terhadap tuhan (Dewa) atau tuhan-tuhan (Dewa-Dewa) pada tradisi Sanata Dharma (Hindu) dalam Sejarah agama Hindu baru dimulai berdasarkan tradisi literatur setelah kitab Veda (Sunda: Weda) yang dalam bahasa Inggris disebut tradisi Post Vedic. Dalam tradisi Post Vedic melakukan peribadatan kepada tuhan (Dewa) atau tuhan-tuhan (Dewa-Dewa) merupakan sarana untuk mendekat kepada Tuhan (dengan T besar) yang disebut dengan prinsip Puja. Tuhan atau tuhan-tuhan yang disembah oleh pemeluk Hindu bersifat sukarela sesuai dengan pilihan, kecocokan, dan harapan yang dapat disesuaikan dengan karakteristik dan personaliti tuhan-tuhan yang ada dan dibutuhkan untuk menyokong harapan dan keinginannya. Skema dan sistem peraturan yang terkait dengan pedoman hidup dalam pemujaan tersebut disebut Agama. Sehingga dapat dikatakan bahwa Puja dan Agama adalah suatu tahap perkembangan Sanata Dharma atau Hindu yang bersifat Post Vedic. Ada tiga aliran Puja atau Agama yang paling dominan dalam tradisi Post Vedic yakni, pemuja Shiva (Sunda: Siwa), pemuja Vishnu (Sunda: Wisnu), dan pemuja Sakti (Dewi-Dewi yang merupakan isteri dari Dewa-Dewa yang utama).

Namun demikian tradisi Vedic dalam pengertian yang merujuk langsung kepada tradisi kitab Weda (Vedic) bukan berarti tidak mengenal khazanah tuhan (Dewa) dan tuhan-tuhan (Dewa-Dewa), melainkan Dewa-Dewa tersebut telah dikenalkan dalam bentuk himne-himne penghormatan. Berbeda dengan tradisi Puja dan Agama pada Post Vedic yang merujuk pada kitab-kitab Smerti (“yang diingat” atau tradisi pengajaran; Dharmasastra, Itihasa, Purana, Sutra, Agama, dan Darsana), maka tradisi Vedic yang merujuk pada kitab-kitab Sruti (“yang didengar” atau tradisi pewahyuan; Rigveda, Atharvaveda, Yajurveda, Samaveda) melakukan pendekatan Yajna berupa upacara persembahan dengan medium api dan bakaran hewan ternak maupun pertanian. Sementara keyakinanya biasa disebut sistem Brahmana, sehingga para ahli Barat menamai tradisi Vedic dengan nama Brahmanism. Puja dan Agama belum berkembang, namun demikian Dewa-Dewa dikenang dan dihormati lewat kidung-kidung atau himne-himne atau lagu-lagu kitab-kitab Weda.

Dewa-Dewa dihormati tapi gagasan tentang Tuhan yang Esa masih terlihat menjadi pokok kesadaran yang bersifat lebih mencolok. Tuhan yang Esa (tuhan dengan T besar) dalam istilah Sanata Dharma atau Hindu disebut Brahman. Sementara pancaran Brahman dalam ruhani manusia disebut dengan Atman. Meskipun berada dibawah derajat Brahman, entitas Atman tidak bisa dilepaskan statusnya sebagai pancaran dari Brahman itu sendiri. Maka dalam praktik Brahmanisme tersebut, puncak keagamaan bagi para pemeluknya adalah bagaimana menyatukan pusat kesadaran antara Atman dan Brahman agar memperoleh pembebasan. Pada masa Vedic tersebut gagasan tentang Tri Murti dan Ikonografinya belum berkembang, dengan demikian dapat diketahui jika perkembangan gagasan ketuhanan Tri Murti merupakan fase perkembangan Teologis pada fase Post Vedic.

Selain dikenalnya Brahman sebagai gagasan Tuhan yang Maha Esa dan Atman sebagai jiwa rohani manusia yang memiliki derajat keabadian karena merupakan bagian dari pancaran Brahman, Dewa-Dewa diperkenalkan dalam kitab-kitab Weda seakan suatu pengajaran mengenai elemen-elemen kesemestaan. Adapun seluruh nama-nama Dewa yang terdapat dalam kitab tertua Rigveda dan jumlah berulangannya dalam seluruh kitab Rigveda tersebut sebagai contoh dapat dikemukakan, yakni: Vishvadeva (70), Indra (250), Agni (200), Soma (123), Asvin (56), Varuna (46), Maruta (38), Mitra (28), Ushas (21), Vayu (12), Savitri (11), Rabhus (11), Pushan (10), Apris (9), Brhaspati (8), Surya (8), Dyaus Pitr dan Prthvi Matr (6), Prthvi Matr (6), Apas (6), Aditya (6), Vishnu (6), Brahmanaspati (6), Rudra (5), Dadhikras (4), Yama (4), Sarasvati (3), Parjanya (3), Vaka (2), Vastospati (2), Vishvakarman (2), Manyu (2), Kapinjala (2), Manas (1), Dakshina (1), Purusha (1), Aditi (1), Bhaga (1), Vasukra (1), Atri (1), Apam (1), Napat (1), Ksetrapati (1), Ghrta (1), Nirti (1), Asamati (1), Urvasi (1), Pururavas (1), Vena (1), Aranyani (1), Mayabheda (1), Tarksya (1), Tvastar (1), dan Saranyu (1).

Vishvadeva adalah konsep kesatuan untuk menghimpun eksistensi seluruh dewa-dewa tersebut. Selain dewa-dewa yang minor dan dewa-dewa yang menengah yang dikenang perannya, sepaket dewa-dewa Indra-Agni, Mitra-Varuna, dan Soma-Rudra; adalah dewa-dewa yang paling utama dan diagungkan dalam keseluruhan tradisi Brahmana atau Vedic tersebut. Vishnu sudah dikenal dan disebut namanya sebanyak 6 kali, namun demikian belum mencapai nilai satu dari tiga Dewa-Dewa yang tertinggi sebagaimana dikenal dalam tradisi Tri Murti. Selain itu, Brahma dan Shiva bahkan belum ada sama sekali namanya dalam tradisi Vedic tersebut. Terkait gagasan atau konsep Dewa-Dewa dalam agama Hindu perlu penyelidikan lebih baik lagi, apakah dia merepresentasikan kekuatan alam dalam bentuk antropomorfisme, ataukah pengangkatan tokoh-tokong manusia menjadi bersifat adi manusiawi, ataukah gagasan yang setara dengan malaikat dalam sistem keyakinan agama-agama Abrahamic Faith (agama Salam). Bagaimana Tri Murti muncul dalam tradisi Post Vedic tentu saja masih dapat diselidiki dan dipahami dengan lebih seksama dengan cara mempelajari seluruh dokumen yang mencakup tahapan-tahapan perkembangan keagamaan Sanata Dharma atau Hindu hyang ada.

(2) DEVALAYA
Devalaya atau Devakula tersebut ke dalam tradisi bahasa Inggris biasa diterjemahkan dengan arti “temple” (Kuil) atau “devotional place” (tempat pemujaan/kebaktian) atau “residence of god”(rumah tuhan). Gagasan Devalaya sebagai tempat kebaktian Sanata Dharma atau Hindu terdapat dalam literatur klasik Vastusastra seperti kitab Mayamata dan kitab Manasara. Vastu artinya bangunan dan Sastra artinya Ilmu, sehingga Vastusastra artinya Ilmu Bangunan yang dalam bahasa modern dikenal dengan nama Ilmu Arsitektur. Di dalam Vastusastra terdapat peraturan-peraturan dan rujukan-rujukan perihal bangunan (arsitektur), patung, pembangunan kota, bangunan benteng, dan berbagai konstruksi lainnya. Vastu membahas filosofi hubungan antara aspek arsitektural dengan aspek alam semesta hyang bersifat kosmik.

Di dalam tradisi Purana, Devalaya memiliki hubungan yang erat dengan ibadah persembahan kurban. Misalnya, di dalam Shivapurana 1.18. dikatakan “[…] Devalaya, kandang sapi, tempat berteduh, dan halaman harus digunakan untuk melakukan persembahan. Untuk itu harus ada bagian halaman yang ditinggikan, setidaknya setinggi dua hasta. Dan itu harus dihias dengan baik. Padi seberat satu Bhara akan disebarkan di atas tanah membentuk lingkaran besar. Diagram teratai harus dibuat di tengah dan di delapan perempat lingkaran tersebut. […] ”. Melalui Sivapurana 2.2.22. seperti yang dikatakan Shiva kepada Sati bahwa Devalaya adalah tempat kediaman Dewa (dalam hal ini Shiva) dan Devalaya juga tempat bagi orang Bijak dan Petapa tinggal. Devalaya di tempat pemukiaman manusia adalah tiruan untuk Devalaya di kediaman Dewa: “[…] O kekasihku, wanita cantik, awan tidak akan mencapai tempat di mana aku tinggal bersamamu. […] Di Himalaya bahkan hewan pemangsa menjadi tenang. Itu adalah tempat tinggal banyak orang bijak dan pertapa. Ini adalah Devalaya dan banyak rusa bergerak di dalamnya”. Selain dalam literatur-literatur klasik Sanata Dharma, kata Devalaya atau Devakula terdapat penggunaannya dalam inskripsi-inskripsi yang ditulis dalam bahasa Sanskrit, Prakrit, maupun Dravida di India. Devaya atau Devakula telah masuk dalam daftar khazanah konseptua Epigrafi di India (Indian epigraphical glossary).

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".