Di sebelah Barat Kota Bandung terdapat nama wilayah yang disebut Rajamandala, satuan administrasi setingkat kecamatan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bandung Barat.

Betapa banyaknya contoh kata yang berakar kuat dari bahasa Sanskrit (Melayu: Sangsekerta) yang terdapat dalam bentang kebudayaan Nusantara secara umum dan Tatar Sunda secara khusus. Ya, misalnya saja nama tempat yang disebut dengan istilah Rajamandala ini.

Kalau dalam bunyi bahasa Sanskrit kata majemuk ini dapat diurai menjadi dua kata pembentuknya, yakni Raja (Hindi: Raj) dan Mandala. Kalau mau diperbandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa yang sama-sama masuk ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa, maka Raja atau Raj atau Rig (misal Rigveda) dalam bahasa Sanskrit; maka variasi bunyinya akan ditemukan seperti Reg atau Rex dalam bahasa Latin. Misalnya saja dalam kata Regnum atau Regina (Inggris: Kingdom), Rey (Spanyol), Rijk (Belanda, Jerman) dalam bahasa Eropa Barat bagian Utara yang berkembang menjadi sumber kata Inggris Regime, Region, atau Regency.

Sementara Mandala variasi bunuinya dalam bahasa Latin adalah Mundus. Misalnya saja dalam istilah Axis Mundus atau Axis Mundi (pusat lingkaran) yang sering didengar dalam teori Arsitektur. Kata Latin Mundus atau Mundi, di dalam bahasa Prancis disebut dengan Le Monde yang diartikan sebagai semesta, bumi, bulat, atau lingkaran. Silabi La yang berada di belakang pada bahasa Sanskrit berpindah ke depan seperti gaya bahasa Ibrani atau Arab menjadi Le. Le Monde, El Manda, Al Manda, Manda El, atau Mandala; tampaknya hanya sekedar permainan gramatika bahasa saja.

Sehingga pada prinsipnya Raja, Raj, Reg, Rex, atau Rey sama-sama berarti Penguasa (Inggris: King). Sementara Mandala, Mundus, Monde, sama-sama berarti semesta, bumi, lingkaran, bulat, wilayah, kawasan, tempat, atau tempat. Maka Rajamandala artinya Penguasa Kawasan. Namun jika mengikuti kaidah bahasa Indo-Eropa maka artinya adalah Kawasan Penguasa atau maksudnya Kawasan Utama atau Mandala yang Utama. Atau pusat dari seluruh mandala.

Dalam literatur kebudayaan Sanskrit, kata Mandala tersebut memiliki maknanya yang lebih spesifik sebagai wilayah khusus yang diperuntukkan sebagai pusat aktifitas keagamaan dan pendidikan. Rajamandala dalam bahasa Barat akan sebangun dengan bunyi Reymond (dari Rey dan Monde). Begitulah wilayah irisan antara induk bahasa lama Nusantara yang merujuk pada bahasa Sanskrit dan Prakit dan bahasa Eropa yang juga merujuk pada bahasa lama Yunani (Greek) dan Latin.

Di dalam kitab India Kuno Arthashastra karya Kautilya yang diperkirakan ditulis pada antara abad ke-4 SM dan ke-2 SM pada masa Dinasti Maurya berkuasa di Bharata (secara kritis harus diuji klaim dan asumsi tahunnya dengan bukti ril tinggalan manuskrip yang biasanya tidak setua yang dibayangkan), dimana didalamnya digagas konsep Rajamandala yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Circle of State; suatu penjelasan lingkaran persahabatan dan permusuhan antar negara. (bisa dilihat dalam Mahendra Prasad Singh dalam Indian Political Thout: Theme and Thinker, 2011; India).

Sehingga dapat diketahui jika gagasan pengembangan mandala dalam tradisi Hindu memang telah merujuk pada grand design literatur yang menjadikannya suatu patokan yang umum sebagai pengajaran, yakni kitab Arthashastra. Hal yang lebih logis adalah bahwa Arthashastra ditulis oleh Vishnugopa (Chanakya) pada masa dinasti Gupta pada abad ke-3 M sampai ke-6 M yang sumber ajarannya dinisbatkan kepada Kautilya dengan bukti Filologis yang nyata ditulis dalam aksara Devanagari dan bahasa Sanskrit (aksara yang lebih muda dari Palawa, Brahmi, dan Karosthi). Artha artinya kekayaan yang ke dalam bahasa Melayu menjadi Harta dan ke dalam bahasa Sunda menjadi Harta atau Arta atau Artos.

Sementara Shastra yang ke dalam bahasa Melayu dan Sunda menjadi Sastra artinya kagasan atau pengajaran yang dalam bahasa Yunani setara dengan konsep Logos yang diadopsi bahasa Inggris menjadi konsep Logy. Arthashastra adalah kitab yang mengajarkan tentang bagaimana mengatur dan mengelola managemen kekayaan dan kemakmuran negara untuk kepentingan kesejahteraan sosial.

Sementara dalam tradisi Persia Kuno, terdapat juga kata Arthashastra yang merupakan nama salah-satu raja penguasa Persia yang berubah ke dalam bahasa Latin dan kemudian Inggris menjadi Xerxes. Hal tersebut untuk menunjukkan jika bahasa Sanskrit dan Prakit dan Persia Kuno yang mendasari bahasa Avestan dan Pahlavi dan Iran modern memiliki kecenderungan yang dekat meskipun di suatu titik terpisah jalur kekeluargaan. Di dalam naskah dan tradisi Sunda yang lebih muda, kata Sanskrit Mandala lebih sering bergeser menjadi istilah lain yang kemudian disebut dengan kata Kabuyutan dengan arti dan maksud yang sama. Dan kemudian Pasantren yang kemudian direvitalisasi untuk kepentingan gagasan Madrasah dalam periode Islam. Mandala menjadi salah-satu wacana penting dalam pencapaian maksud gagasan Arthashastra secara umum. (Poto: Kawasan Perbukitan Kapur Rajamandala)

ditulis oleh

Gelar Taufiq Kusumawardhana

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.

Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).

"Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,

menerbangkan doa dan harapan,

atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia".