Tulisan ini berupaya untuk menjabarkan garis silsilah arab sebagai latar belakang dalam melihat peta keluarga Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW hanya memiliki keturunan yang lestari melalui putrinya yang bernama Fatimah. Oleh Nabi Muhammad SAW, Fatimah putri Muhammad SAW dinikahkan dengan anak pamannya (sepupu) yang sekaligus anak angkatnya sendiri yang bernama Ali putra Abi Thalib.
Ayah Ali, Abi Thalib yang memiliki nama asli Imran adalah saudara dari Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW. Baik Abdullah maupun Abi Thalib adalah dua dari beberapa putra yang dimiliki oleh Abdul Muthalib yang memiliki nama asli Syaiba. Mereka berasal dari marga Hasyim (Hasyim putra Abdu Manaf yang memiliki nama asli Amar) dan dari suku Quraisy (Quraisy putra Malik yang memiliki nama asli Fihr).
Nenek-moyang ke atasnya lagi yang menjadi penanda penting setelah Hasyim dan Quraisy, adalah Adnan. Sehingga, baik marga Hasyim mapun suku Quraisy akan dimasukkan ke dalam bangsa Adnan. Adnan adalah keturunan Nabi Ismail AS, dimana sebagian ahli sejarah memasukannya ke dalam keturunan Kedar putra Ismail AS dan sebagian lagi memasukkannya ke dalam keturunan Nebayot putra Ismail AS.
Silsilah dari keluarga Nabi Ismail AS: Nabi Ismail AS adalah putra dari pasangan Nabi Ibrahim AS yang berasal dari Mesopotamia (Irak) dan kemudian bermukim di Kanaan (Palestina). Sementara ibunya, Hajar berasal dari Mesir. Nabi Ismail AS yang merupakan pendatang di Jazirah Arabia dalam tradisi masyarakat Arab menikahi wanita setempat yang berasal dari suku Amaliq (Amarah putri Sa’ad putra Usamah putra Akil) dan kemudian dari suku Jurhum (Sayidah putri Mudhadh putra Amru (Catatan Ibnu Katsir).
Sementara dalam keterangan Al Kitab Kejadian (Yahudi dan Nashrani), Nabi Ismail AS dinikahkan oleh ibunya Hajar dengan wanita dari Mesir tanpa keterangan namanya. Sementara dalam tradisi Yahudi yang mirip dengan kisah dalam tradisi Arab yang sama-sama berkisah tentang kunjungan Nabi Ibrahim AS dan komentarnya tentang isteri-istri Nabi Ismail AS, dikatakan bahwa isteri yang pertama adalah Meriba berasal dari Mesir dan isteri yang kedua adalah Melkhut yang berasal dari Kanaan.
Sebagaimana Amarah dari suku Amaliq dalam tradisi lisan Arab dan Meriba dari Mesir dalam tradisi Yahudi, keduanya diceraikan Nabi Ismail AS atas isyarat yang diberikan oleh Nabi Ibrahim AS karena sifatnya yang berkeluh-kesah atas kondisi sulit yang ada. Sementara Sayidah dari suku Jurhum dalam tradisi lisan Arab dan Melkhut dari Kanaan dalam tradisi Yahudi diminta untuk dipertahankan oleh Nabi Ibrahim AS lewat isyarat karena sifatnya yang mudah bersyukur atas kondisi sulit yang ada.
Dari pasangan Nabi Ismail AS asal Kanaan yang merupakan pendatang dan Sayidah yang merupakan pribumi Jazirah Arab asal suku Jurhum, maka anak-cucu keturunan Nabi Ismail AS biasa disebut dengan Bani Ismail (putra-putra Ismail), atau Bani Adnan (putra-putra Adnan), atau Bani Ma’ad (putra-putra Ma’ad putra Adnan), atau al Arab al Musta’ribah (yang menjadi Arab).
Al Arab al Musta’ribah dengan kata lain adalah pendatang yang bukan Arab yang dikarenakan adanya pertalian pernikahan dengan al Arab al Aribah (Arab yang sungguh Arab) menjadi ter-Arab-kan atau seiring berjalannya waktu kemudian dianggap menjadi bagian dari keluarga Arab.
Amaliq dan Jurhum pada masa Nabi Ismail AS biasa disebut oleh para ahli sejarah kuno Arab sebagai Amaliq yang kedua dan Jurhum yang kedua yang dimasukkan ke dalam al Arab al Aribah (Arab tulen). Al Arab al Aribah ini adalah masyarakat Arab yang secara tradisional diniabatkan kepada anak-cucu Qahtan (Ibrani: Yoktan) putra Hud (Ibrani: Eber), sehingga identik juga dengan sebutan Bani Qahtan. Melalui jalur Qahtan ini tradisi Arab dibangun dan dinisbatkan.
Sementara Ibrahim berasal dari jalur Peleg putra Hud (Eber). Jika jalur Ibrahim putra Azar (Ibrani: Terah) putra Nahur putra Serug putra Ragu putra Peleg datang dari arah Mesopotamia atau Sumeria atau tradisi Akkadia yang bergerak menuju ke kawasan Kanaan atau Syam atau Palestina di Utara dan Timur Jazirah Arab. Maka dari jalur Qahtan bin Hud bergerak dari Yaman di Jazirah Arab bagian Selatan dan kemudian bergerak ke arah Utara dan Timur Jazirah Arab.
Suku Jurhum yang kedua ini adalah Jurhum putra Qahtan putra Hud dimana Sayidah atau dalam riwayat lain namanya Ri’lah putra Madhah putra Amru dinikahi oleh Nabi Ismail AS yang bertradisi Ibrani. Melalui suku Jurhun ini Nabi Ismail AS mempelajari bahasa dan tradisi Arab atas anjuran Nabi Ibrahim AS. Selain keturunan Jurhum putra Qahtan, al Arab al Aribah juga dipengaruhi oleh anak-cucu keturunan Ya’rub putra Hud. Bahkan dalam suatu riwayat, peristilahan Arab itu sendiri sangat identik dengan Ya’rub itu sendiri.
Selain mengenal istilah al Arab al Musta’ribah (Arab pendatang) dan al Arab al Aribah (Arab asli), terdapat juga istilah al Arab al Baidah (Arab yang telah musnah). Arab kuno ini antara lain para ahli biasa memerincinya seperti suku Ad, Tsamud, Thasmin, Jadis, Umaima, Jasim, Abil, Jurhum pertama, Amalik pertama, Hadhuran, dan lain sebagainya. Sementara al Arab al Aribah dan al Arab al Musta’ribah termasuk ke dalam al Arab al Baqiah (Arab yang lestari hingga saat ini).
Sebenarnya bukan sepenuhnya musnah (namun para ahli mengalami kesukaran untuk mengurai kontinuitas secara lebih menyeluruh), karena di dalam al Qur’an sendiri jelas dikemukakan urutan secara kronologis dimana suku terdahulu melahirkan suku yang kemudian. Baik garis silsilah Ibrahim yang berasal dari Mesopotamia yang dalam sejarah lebih dikenal dengan kelahiran bahasa seperti Sumeria, Babilonia, Akadia, Asyiria, Aramaik, Ibrani, dan Suryani; maupun suku Arab Qahtan yang berbahasa Arab masih berasal dari akar yang sama, yakni Hud (Eber) dari suku Ad yang mendiami kota kuno Iram.
Melalui pernikahan Nabi Ismail AS dan Ri’lah Al Jurhumi, dua garis silsilah Arab kuno tersebut bertemu di Jazirah Arab menjadi setting bagi kelahiran dan silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW. Silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW ini kemudian dimulai hingga kemudian anak-cucu keturunannya melalui garis pernikahan anaknya Fatimah putra Nabi Muhammad SAW dan Ali bin Abi Thalib berkembang hingga saat ini. Secara normal, garis silsilah anak dinisbatkan pada garis ayah dimana Ali bin Abi Thalib adalah nasab yang sesungguhnya.
Namun demikian, dikarenakan Nabi Muhammad SAW tidak memiliki garis keturunan yang lestari; kecuali dari Fatimah, maka Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husain bin Ali bin Abi Thalib itu sendiri oleh perkataan Nabi Muhammad SAW seakan-seakan menjadi buah hati dan kegembiraannya tersendiri.
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.