Bagian (II)
Risalah Kapundung
SUATU LANDASAN TEORETIK UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PENANAMAN KEMBALI POHON KAPUNDUNG PADA ALIRAN SUNGAI CI KAPUNDUNG
Oleh, Gelar Taufiq Kusumawardhana (The Varman Institute)
Pohon Kapundung Sebagai Kepribadian yang Melekat pada Sungai Ci Kapundung
Dalam bahasa Sunda, berdasarkan pada penelusuran makna kamus bahwa sungai biasa disebut dengan istilah bangawan, walungan, dan wahangan.
Bangawan digunakan untuk menyatakan sungai dengan ukuran sangat besar, walungan digunakan untuk menyatakan sungai dengan ukuran besar, dan wahangan digunakan untuk menyatakan sungai dengan ukuran kecil.
Sungai ini suatu gejala yang terbentuk secara alamiah, bukan hasil dari suatu kerja buatan dan
rekayasa manusia seperti halnya selokan, saluran irigasi, terusan dan lain sebagainya.
Dengan demikian, hukum-hukum alam menyertai pembentukkan dan perilakunya. Mataair-mataair ke luar dari lereng-lereng pegunungan, kemudian mengalir mengikuti rekahan-rekahan yang cekung sebagai jalur-jalur air kecil, dari jalur-jalur air kecil yang ketika musim penghujan massa airnya berubah menjadi lebih besar dan nyata ini (sungai intermiten) kemudian bersatu pada saluran-saluran air atau lembah-lembah yang lebih besar sebagai sungai induknya yang lebih besar pula.
Sungai-sungai yang lebih besar ini akan mengalir dan menginduk pada sungai-sungai yang lebih
besar lagi hingga akhirnya tiba ke lautan lepas.
Pada bagian hulu sungai karakteristik lembah bersifat terjal dan curam, sementara pada bagian tengah karakteristik lembah telah bersifat lebih
landai dengan tebing-tebing yang lebih landai, hingga pada bagian hilir karakteristik lembah
telah bersifat landai dan terbuka.
Melalui pengerjaan air yang mengalir lembah-lembah menjadi
dalam, tebing-tebing terkikis dan longsor hingga mengakibatkan bentukkannya menjadi lebih rebah, airterjun-airterjun kecil terbentuk oleh erosi balik arus, batu-batu terbelah menggelinding tergerus hingga menyisakan bentukannya yang kecil sebagai pasir, kelokan-kelokan sungai yang indah terbentuk, dan tanah-tanah subur mengendap pada dataran banjir ketika air sungai meluap ke pinggirannya.
Begitu kuat keterikatan manusia pada sungai sehingga sungai memegang peranan penting
sebagai penyokong kehidupan masyarakat manusia sejak awal membangun peradabannya.
Sungai memberikan keberkahan bagi manusia dan manusia menamai sungai sebagaimana
seseorang yang memiliki kepribadian yang tengah berhubungan dengan seseorang yang memiliki kepribadian
lainnya.
Manusia dan sungai berhubungan sebagaimana hubungan seorang teman dalam memperlakukan kemuliaan temannya yang lain.
Ketika di dalam tubuh sungai tersebut ditemukan suatu penciri yang khusus yang melekat dalam dirinya sebagai suatu penggambaran jiwa dan kepribadiannya, maka dengan penciri khusus (landmark) itulah nama sungai itu akan
diberikan.
Ketika pada aliran sungai itu terdapat pohon Kapundung yang menjadi ciri khas yang membedakannya dengan kepribadian sungai-sungai lainnya, maka dinamailah sungai tersebut dengan nama sungai Ci Kapundung untuk memudahkannya dikenali.
Ci Kapundung adalah nama
salah-satu sungai yang mengalir menuju pusat Kota Bandung dengan panjang sekitar 28 KM.
Hulunya berasal dari Gunung Bukittunggul dan Gunung Pangparang di kawasan Bandung Utara (Kabupaten Bandung Barat), tengahnya melintasi pusat Kota Bandung, dan hilirnya menuju aliran sungai induknya Ci Tarumyang berada di kawasan Bandung Selatan (Kabupaten Bandung).
Sementara berdasarkan aspek geografi politik, aliran sungai Ci Kapundung ini terbagi ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai angka sekitar 434,43 KM2.
Kemudian terdapat juga aliran-aliran sungai kecil dan Sub-DAS terpenting lainnya yang telah menyuplai Ci Kapundung sebagai aliran utamanya antara lain Ci Panjalu, Ci Gulung, Ci Umbuleuit,
Ci Paganti, Ci Palasari, dan Ci Kapundung Kolot.
Sungai itu disebut Bangawan, Walungan, dan Wahangan meskipun demikian Ci yang berakar dari kata Cai yang berarti air telah juga bersifat identik dan merepresentasikan namanya sebagai sungai juga.
Sementara istilah Bangawan dalam tradisi masyarakat Sunda lebih terbiasa untuk digunakan dalam menyebutkan nama-nama sungai berukuran besar yang berada di luar wilayah Nusantara seperti sungai Gangga atau Nil misalnya, yang memiliki peranan besar dalam lintasan sejarah umat manusia dalam literatur-literatur dunia.
Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.