Pada ulasan sebelumnya telah dibahas makna kata Varman dalam bahasa Sanskrit yang dalam suatu periode sejarah kuno melekat sebagai bagian tak terpisahkan dalam akhiran (sufix) nama-nama raja yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia kuno, Indo-China kuno, Semenanjung Malaya kuno, Banglades dan Teluk Benggala kuno, India Timur-Laut (Assam) kuno yang kini menjadi negara bagian Aruchanal Pradesh, Assam, Manipur, Meghalaya, Mizoram, Nagaland, Shikim, dan Tripura; pesisir Timur India kuno yang kini menjadi negara bagian Benggala Barat dan Odisha/Orissa; India Selatan kuno yang kini menjadi negara bagian Andra Pradesh, Karnataka, Kerala, Tamil Nadu, dan Telangana; dan terakhir adalah Srilangka kuno.
Pada saat ini kita akan mencoba untuk menengok bukti keberadaan nama-nama raja dengan penanda sufix (-varman) yang berada di wilayah Indonesia kuno kita sendiri, yakni di wilayah Provinsi Kalimantan Timur di Pulau Kalimantan (Borneo). Meskipun tidak tercatat dalam prasasti secara jelas, para ahli sejarah menamai eksistensi kerajaan tersebut dengan nama Kutai dan/atau lebih spesifiknya lagi adalah Kutai Martadipura untuk membedakannya dengan Kutai Kartanegara yang telah masuk pada periode Kesultanan Islam. Bukti keras yang menunjukkan keberadaan kerajaan Kutai Martadipura adalah dengan ditemukannya tujuh buah prasasti batu yang biasa disebut dengan nama yupa (Sanskrit: tugu batu). Dari tujuah buah prasasti batu tersebut empat buah sudah mampu terbaca dengan sempurna, satu buah sudah terbaca namun tidak sempurna karena kondisi aksaranya yang sebagian telah rusak, dan dua buah prasasti lagi belum terbaca.
Para ahli biasa menyebut jenis aksara yang digunakan untuk menulis prasasti tersebut dengan nama Aksara Palawa (Pallava Script) yang diambil dari nama kerajaan kuno yang berada di India Selatan yang dianggap oleh para ahli sebagai pionir dalam pengembangan aksara tersebut. Sementara itu, bahasa yang digunakan dalam prasasti tersebut adalah Bahasa Sangsekerta (Sanskrit Language) yang merupakan logat dalam bahasa Indonesia untuk menyebut kata Sankreta atau Samkreta (Inggris, Sanskrit) yang berarti Bahasa Sempurna untuk membedakannya dengan Bahasa Prakit (Prakit Language) atau Prakreta yang berarti Belum Sempurna atau Mendahului Sempurna. Umumnya pentarikhan waktu pada masa dimana pembuatan Prasasti-Prasasti Kutai atau yang biasa dikenal juga dengan Prasasti-Prasasti Mulawarman itu berlangsung adalah pada pertengahan abad ke-4 M, artinya adalah rentang waktu yang berkisar antara tahun 350-400 M (setelah kelahiran Al-Masih/Nabi Isa).
Dalam pendekatan Epigrafi (kajian aksara pada batu atau logam), prasasti menempati kedudukan yang penting karena dia berfungsi sebagai sebuah kesaksian yang datang secara langsung dari pihak pertama. Kesaksian sejarah tersebut dibuat dengan cara ditorehkan secara langsung atau “live” pada masa itu oleh pelaku sejarah secara syah atau berdasarkan sebuah restu penguasa yang tengah berkuasa pada saat itu. Adapun berdasarkan keterangan yang diberikan oleh R.M. Poerbatjaraka dalam Riwayat Indonesia I (1952), yang besar kemungkinan didasarkan atas hasil penelitian dan pembacaan Vogel (1918), dan terberitakan juga dalam keterangan Chhabra (1965) dan de Casparis (1975), transliterasinya adalah sebagai berikut:
Prasasti Kutai I
srimatah sri-narendrasyah,
kudunggasya mahatmanah,
putro svarmmo vikhyantah,
vansakartta yathansuman,
tasya putra mahatmanah,
trayas traya ivagnayah,
tesan trayanam pravarah,
tapo-bala-damanvitah,
sri mulavarmma rajendro,
yastva bahusuvarnnakam,
tasya yajnasya yupo yam,
dvijendrais samprakalpitah.
(Sang Maharaja Kudungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarman namanya, yang seperti Sang Ansuman (Dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang amat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga, yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat, perkasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas amat banyak, buat peringatan kenduri itulah tugu batu ini dibuat oleh para Brahmana.)
Prasasti Kutai II
srimad-viraja-kirtteh,
rajnah sri-mulavarmmanah punyam,
srnvatu vipramukhyah,
ye cange sadhavah purusah,
bahudana-jiva danam,
sakalpavrksam sabhumidanam,
tesam punyagananam,
yapo yam stahapito vipraih.
(Dengarlah oleh kamu sekalian, Brahmana yang terkemuka dan sekalian orang baik lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini ialah berwujud sedekah banyak sekali, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon kalpa, dengan sedekah tanah. Berhubung dengan kebaikan itulah maka tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana.)
Prasasti Kutai III
sri-mulavarmmano rajnah,
yad dattan tilla-parvvatam,
sadipa-malaya sarddham,
yupo yam likhitas tayah.
(Tugu ini dituliskan untuk dua hal yang telah disedekahkan oleh Sang Raja Mulawarman, yakni segunung minyak dengan lampu serta malai bunga.)
Prasasti Kutai IV
srimato nrpamukhyasya,
rajnah sri-mulavarmmanah,
danam punyatame ksetre,
yad dattam vaprakesvare,
dvijatibhyo gnikalpebhyah,
vinsatir ggosahasrikam,
tansya punyasya yupo yam,
krto viprair ihagataih.
(Sang Mulawarman, raja mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 200.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api di dalam tanah yang suci Waprakeswara. Untuk memperingati akan kebaikan budi sang raja itu, tugu batu ini telah dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat ini.)
Prasasti Kutai V
sri-mulavarmman rajendra (h) sama vijitya parttya (vam),
Karadam nrpatimmah cakre yatha raja yudhisthirah,
catvarimsat sahasrani sa dadau vapprakesvare,
Ba … trimsat sahasrani punar ddadau,
malam sa punar jiva danam pritagvidham,
aksadipam dharmmatma parttivendra (h) svake pure … … … … … … … mahatmana,
yupo yam sth (apito) viprair nnana desad iha (gataih).
(Raja Mulawarman yang tersohor sudah mengalahkan raja-raja di medan perang, dan menyebabkan mereka bawahannya itu menyerupai apa yang dilakukan oleh Raja Yudiatira. Di Waprakeswara Raja Mulawarman menghadiahkan (sesuatu) 40.000 kemudian 30.000 lagi. Raja yang saleh tersebut juga mempersembahkan Jiwadana dan cahaya terperinci (?) di kotanya. Yupa ini didirikan oleh para Brahmana yang hadir ke sini dari berbagai tempat.)
***
Pada Prasasti Kutai I terdapat nama Svavarmmo (Swawarmmo) dan Mulavarmma (Mulawarmma). Pada Prasasti Kutai II terdapat nama Mulavarmmanah (Mulawarmmanah). Pada Prasasti Kutai III terdapat nama Mulavarmmano (Mulawarmano). Pada Prasasti Kutai IV terdapat nama Mulavarmmanah (Mulawarmanah). Pada Prasasti Kutai VI terdapat nama Mulavarmma (Mulawarma). Svavarmmo (Swawarmmo) secara gramatika tidak lain adalah Asvavarman (Aswawarman). Sementara Mulavarmma (Mulawarmma), Mulavarmmanah (Mulawarmmanah) dan Mulavarmmo (Mulawarmmo) secara gramatika tidak lain adalah bertuk perubahan dari nama yang kita kenal sebagai Mulavarman (Mulawarman). Berdasarkan keterangan pada Prasasti Kutai I, dikatakan bahwa Aswawarman adalah putra Kudungga, sementara Mulawarman adalah putra Aswawarman.
Memang terdapat tafsir lain yang bisa diberikan melalui pendekatan Naskah Wangsakerta hasil Gotrasawala di Kesultanan Cirebon pada abad ke-17 M berdasarkan pendekatan dan suguhan data Filologis (kajian aksara pada naskah) perihal keterangan tokoh-tokoh tersebut, yang dapat membuka cakrawala pengetahuan kuno lebih baik lagi yang setidaknya memenuhi kaidah ilmiah (logis, berkorespondensi, dan koheren), namun demikian kita cukupkan saja hanya dengan melalui keterangan Epigrafi (kajian pada batu dan logam) yang bersifat lebih tua. Dan lagi bahwa dalam kepentingan pendek ini, kita hanya sekedar ingin menunjukkan dan memerinci bahwa nama-nama raja bersufix -varman (-warman) telah ada di Indonesia kuno dan ditunjukkan melalui Prasasti-Prasasti Kutai Martadipura (untuk membedakannya dengan Kutai Kartanegara yang telah memasuki periode Kesultanan Islam) di Provinsi Kalimantan Timur (Pulau Kalimantan) yang dibuat langsung pada masa Raja Mulawarman berkuasa.
Prasasti-prasasti tersebut dibuat pada tarikh waktu yang diperkirakan dari masa tengah abad ke-4 M (artinya sekitar 350-400 tahun setelah kelahiran Al Masih/Nabi Isa AS). Adapun jenis aksara yang digunakan adalah Aksara Palawa (Pallava Script) yang namanya diambil berdasarkan nama Kerajaan Palawa di India Selatan yang dianggap sebagai pionir dalam pengembangan aksara tersebut. Sementara itu, iduk Aksara Palawa itu sendiri adalah Aksara Brahmi (Brahmi Script) yang berkembang di wilayah Selatan India kuno. Dan induk dari Aksara Brahmi itu sendiri adalah Aksara Aram (Aramaic Script) yang pada gilirannya berinduk pada muaranya, yakni Aksara Funisia (Poenicia Script). Kemudian, cara membaca Aksara Palawa tersebut adalah dari Kiri menuju ke Kanan seperti halnya pada Aksara Yunani (Greek Script) dan Aksara Latin (Latin Script). Sistem aksaranya dibangun berdasarkan Silabi (Sylaby), yakni aksara-aksara yang menyatukan bunyi vokal dan konsonan dalam satu buah lambang sebagaimana yang kemudian mempengaruhi sistem silabi pada Aksara Jawa kuno (Old Java Script): Ha Na Ca Ra Ka. Sementara itu, bahasa yang digunakannya adalah Bahasa Sanskrit (Sanskrit Language). Dalam bahasa lokal kita, Sanskrit tersebut diucapkan dengan sebutan Sangsekerta. Asalnya dari kata Sankreta atau Samkreta yang artinya Bahasa Sempurna.
Jika mau berspekulasi, Sanskrit adalah suatu tata bahasa yang dikembangkan dari induk Bahasa Prakrit (Prakrit Language) yang berasal dari kata Prakreta artinya Mendahului Sempurna atau Sebelum Sempurna. Dalam hal ini, data menunjukkan jika Bahasa Prakrit telah mulai dituliskan pada abad ke-3 SM oleh Maharaja Ashokawardhana di Kerajaan Jambhudwipa atau Pratiwi yang telah mengantarkan India kuno memasuki masa awal sejarahnya. Jumlah prasastinya ada 30 buah tersebar luas dari Afganistan di Barat hingga Banglades di Timur, dari Nepal di Utara hingga India modern di Selatan. Aksara yang digunakan adalah Yunani, Paleo-Hebrew (Ibrani Tua), Karosti, dan Brahmi. Sementara bahasa yang digunakannya adalah Yunani, Aram, dan Prakrit. Pada masa ini Bahasa Sanskrit dan Aksara Palawa belum terbentuk dan digunakan. Pada masa awal India kuno tersebut, Bahasa Prakrit ditulis dalam Aksara Kharoshthi di Utara India kuno dan Aksara Brahmi di Selatan India kuno (dimana keduanya dibangun oleh induk aksara yang sama, yakni Aksara Aram). Jika kita perbandingkan, maka jarak waktu antara pembuatan prasasti-prasasti Asoka (Edict of Ashoka) dengan prasasti-prasasti Mulawarman adalah berjarak sekitar 650-700 tahun (dimana India kuno mendahului Indonesia kuno). Adapun modifikasi Weda, Purana, Itihasa, dan seterusnya baru masif dibuat dalam Bahasa Sanskrit dan Aksara Dewanagari (Devanagari Script) yang jauh lebih muda lagi dari masa Aksara Palawa, masa yang sama ketika empu-empu di Indonesia kuno tengah rajin mengkodifikasi sastra-sastra Hindustani yang sama, misalnya saja Arjuna Wiwaha dan seterusnya dalam Periode Kawi.
***
Jika kita memperhatikan kosa-kata Sanskrit pada Prasasti Kutai I misalnya sebagai contoh. Kita akan samar-samar membandingkan hubungan antara kosa-kata kuno tersebut dengan kosa-kata yang sama yang sampai hari ini sesungguhnya kosa-kata modern itu amat masif dipengaruhi oleh Bahasa Sanskrit itu sendiri. Sri (sri), matah (mata), narendrasya (nara-indra-syah), mahatmanah (maha-atma-nah), vamsakartta (wangsa-kerta), putra (putra), tapo (tapa), bala (bala), bahusuvarnnakam (bahu-suwarna-kam), yajna (yajna), yupo (yupa), dan seterusnya. Barangkali seiring waktu citarasa dan maknanya memang memiliki pergeseran. Namun demikian, ikatan bahasa tersebut menunjukkan bahwa kita sesungguhnya memiliki modalitas dasar kebahasaan untuk menelusuri dan memahami Sanskrit secara lebih intensif dan akademik (tentu saja setelah memecahkan simbol-simbol pembacaan pada aksaranya).
Dalam bahasa Sanskrit, Asva (Aswa) artinya Kuda. Sehingga Asvavarman (Aswawarman) dapat dikatakan Kuda Pelindung. Sementara Mula artinya Akar. Sehingga Mulavarman (Mulavarman) artinya Akar Pelindung, atau dalam pengertian yang lebih tafsiran adalah suatu Awal, Induk, atau Permulaan dari adanya para Pelindung (Varman/Warman). Demikian sementara, ulasan yang dapat diberikan sebagai ikhtiar awal untuk menunjukkan dan memerinci bahwa sufix -varman (-warman) tersebar luas dalam suatu periode dan regional tertentu yang menarik dan memberikan inspirasi. Prasasti-prasasti Kutai menjadi pembuka paling awal dan terdekat dari wilayah kita sendiri. (Gelar Taufiq Kusumawardhana/Varman Institute)

Penulis merupakan ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS). Adapun Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) itu sendiri, memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda (2) Ekonomi (Department of Economy) dan (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama PATARUMAN – Indigo Experimental Station.
Pada saat ini penulis tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih Blok R No. 37 Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat (merangkap sebagai kantor BVS).
“Menulis untuk ilmu dan kebahagiaan,
menerbangkan doa dan harapan,
atas hadirnya kejayaan umat Islam dan bangsa Indonesia”.